Langkah Sulit bagi Erdogan
Langkah Turki menyerang milisi bersenjata Kurdi di wilayah Suriah timur laut menempatkan Ankara pada posisi sulit.
Langkah Turki menyerang milisi bersenjata Kurdi di wilayah Suriah timur laut menempatkan Ankara pada posisi sulit. Minimnya dukungan mitra Eropa dan
tekanan Amerika Serikat membuat ”keunggulan” Turki atas Kurdi menjadi relatif, bahkan serangan itu memosisikan ekonomi Turki pada situasi buruk.
Lesunya kondisi ekonomi Turki akhir-akhir ini, bisa jadi merupakan salah satu faktor utama yang mendorong Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan secara mengejutkan menerima tekanan Amerika Serikat untuk memberlakukan gencatan senjata di Suriah timur laut.
Apalagi Presiden AS Donald Trump pada Senin (14/10/2019) pekan lalu mengancam akan menghentikan perundingan dagang AS-Turki senilai 100 miliar dollar AS jika Turki melampaui batas dalam melancarkan serangan atas milisi Kurdi dari Unit Pelindung Rakyat (YPG) di Suriah timur laut.
Trump juga mengancam akan menaikkan 50 persen pajak ekspor baja Turki ke AS. Turki selama ini dikenal sebagai salah satu eksportir baja terbesar untuk AS.
Trump tampaknya membaca secara cerdik kelemahan ekonomi Turki saat ini lalu menjadikannya sebagai senjata untuk menekan Ankara agar menerima gencatan senjata di Suriah timur laut.
Taktik Trump tersebut ternyata tidak sia-sia. Trump pun bisa keluar dari keterjepitan diplomasi dan politik di dalam negeri ataupun di luar negeri akibat operasi militer Turki itu.
Di dalam negeri, Trump mendapat tekanan politik, baik dari partai Demokrat maupun Republik yang mengutuk operasi militer Turki dan menuduh Trump memberi lampu hijau kepada Erdogan melancarkan operasi militer di Suriah timur laut.
Situasi di wilayah itu bisa menjadi bola liar yang membahayakan elektabilitasnya pada Pemilu Presiden 2020.
Trump pun melihat jika tekanan politik di dalam negeri tidak segera diatasi dengan cara memberlakukan gencatan senjata di Suriah timur laut, situasi di wilayah itu bisa menjadi bola liar yang membahayakan elektabilitasnya pada Pemilu Presiden 2020.
Di luar negeri, negara-negara Eropa dan sebagian besar negara Arab yang notabene sahabat AS mengecam pula operasi militer Turki itu. Maka, tidak ada pilihan bagi Trump, kecuali berbalik arah dengan menekan Erdogan melalui ancaman sanksi ekonomi agar menerima gencatan senjata.
Seperti diberitakan, perundingan alot yang berlangsung selama empat jam antara Presiden Erdogan dan Wakil Presiden AS Mike Pence, pada Kamis (17/10) di Ankara, menghasilkan kesepakatan gencatan senjata di Suriah timur laut selama 120 jam terhitung mulai Kamis malam lalu.
Padahal sehari sebelum Mike Pence tiba di Ankara, yakni Rabu (16/10), Erdogan menegaskan tidak akan ada gencatan senjata dan tidak akan berunding dengan teroris.
Sebutan teroris ditujukan Turki untuk milisi Kurdi dari Unit Pelindung Rakyat (YPG) yang dianggap cabang Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di Suriah. Turki telah menetapkan PKK sebagai organisasi teroris karena melancarkan perlawanan bersenjata melawan Pemerintah Turki sejak tahun 1984. Perlawanan itu menyebabkan puluhan ribu orang, dari kedua belah pihak, tewas.
Posisi sulit
Operasi militer Turki di Suriah timur laut yang digelar sejak 9 Oktober lalu memang memunculkan kecemasan, yaitu akan berdampak semakin terpuruknya perekonomian Turki.
Nilai tukar lira Turki terhadap dollar AS merosot 5 persen, menyusul operasi militer itu. Nilai lira Turki terhadap dollar AS merosot menjadi 5,9 lira per 1 dollar AS setelah operasi militer. Sebelumnya, 1 dollar AS setara dengan 5,6 lira.
Bersamaan dengan itu, sejumlah negara Eropa juga mulai menurunkan ekspor senjata ke Turki, sebagai bentuk sanksi Eropa atas operasi militer Turki.
Nilai lira Turki langsung merosot ketika Turki terlibat krisis dengan Rusia setelah Turki menembak jatuh pesawat Sukhoi Rusia di atas langit Suriah pada tahun 2014.
Selama ini nilai tukar lira Turki sangat sensitif terhadap krisis atau ketegangan Turki dengan negara lain. Nilai lira Turki langsung merosot ketika Turki terlibat krisis dengan Rusia setelah Turki menembak jatuh pesawat Sukhoi Rusia di atas langit Suriah pada tahun 2014.
Nilai lira Turki juga merosot ketika Turki terlibat hubungan tegang dengan AS terkait kasus penahanan pendeta asal Amerika Serikat, Andrew Bronson, tahun 2018 lalu. Nilai lira juga terkoreksi saat Turki menolak keputusan AS mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
JP Morgan mengategorikan, lira Turki merupakan mata uang yang paling sensitif terhadap perkembangan politik di dalam negeri ataupun di luar negeri.
Pakar ekonomi Turki, Ahmet Ismaili yang juga kolomnis pada harian Turki, Sabah, mengatakan, operasi militer Turki di Suriah timur laut menimbulkan kecemasan baru atas ekonomi Turki, yang sudah terpuruk sejak tahun lalu.
Perang yang besar bisa membawa defisit pada kas negara
Menurut Ismaili, biaya perang yang besar bisa membawa defisit pada kas negara dan dapat mengurangi porsi kredit perbankan ke sektor swasta karena dana perbankan bisa dipaksa untuk membiayai perang.
Ia mengatakan, nilai mata uang lira bisa terus merosot apabila perang terus berlanjut. Situasi itu berpotensi memaksa warga Turki yang memiliki simpanan lira akan menukarkannya menjadi dollar AS demi mengamankan nilai aset mereka. Hal itu bisa semakin merontokkan nilai lira.
Ismaili menyebut, terus merosotnya nilai lira bisa menghambat keinginan pemerintah menurunkan suku bunga perbankan. Dewan kebijakan finansial Bank Sentral bisa memutuskan menaikkan suku bunga dalam pertemuan pada 24 Oktober nanti, sebagai upaya menarik dana atau investasi asing, khususnya pada obligasi negara.
Pakar ekonomi Turki itu menyebut, merosotnya nilai lira akan berdampak pada semakin mahalnya biaya impor yang dapat menaikkan angka inflasi, pada saat pemerintah berusaha menurunkan inflasi.
Menurut dia, perang bisa menimbulkan ketidakpastian baru atas konsumsi dan investasi lokal serta mengganggu pertumbuhan ekonomi. Pada gilirannya akan meningkatkan angka pengangguran yang mencapai 14 persen saat ini. Setidaknya, ada 4,5 juta pemuda kini sedang mencari kerja.
Beban berat
Ia menambahkan, beban utang semakin berat akibat ekspansi proyek pemerintah berlebihan selama ini dan kini ditambah biaya perang.
Pemerintah bisa saja menaikkan lagi biaya pelayanan umum untuk biaya perang.
Pemerintah Turki dalam upaya meringankan beban utang itu, saat ini bisa terpaksa menaikkan biaya pelayanan umum, seperti listrik, gas, air, kereta api, jasa pos, jembatan, dan jalan tol. Pemerintah bisa saja menaikkan lagi biaya pelayanan umum untuk biaya perang.
Menurut dia, 60 persen utang lokal pemerintah berasal dari perbankan lokal, yang membuat perbankan lokal selalu mendapat tekanan untuk mengisi kas negara. Hal itu akan memperlemah pertumbuhan ekonomi karena akan mengurangi kemampuan jaringan perbankan lokal untuk mengucurkan kredit ke sektor swasta yang sangat membutuhkan kucuran kredit untuk menggairahkan ekonomi dan meningkatkan produksi.
Ia memprediksi, pemerintah akan terpaksa menstabilkan atau menaikkan suku bunga untuk menghentikan terus merosotnya nilai lira, di samping pula akan menaikkan biaya pelayanan umum.
Defisit anggaran Pemerintah Turki pada kuartal I, II, dan III tahun 2019 ini mencapai 15,2 miliar dollar AS.
Para pengamat ekonomi Turki mengungkapkan, utang dalam negeri Pemerintah Turki saat ini mencapai 51 miliar dollar AS dan pada tahun 2020 diperkirakan akan naik menjadi 67,4 miliar dollar AS akibat biaya perang saat ini yang berdampak semakin beratnya perekonomian Turki.