Polres Jadi Sasaran Penyerangan Terduga Teroris di Cirebon
Dalam sepekan terakhir, tim Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap sejumlah terduga teroris di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Mereka diduga akan menyerang aparat di markas kepolisian resor setempat.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Dalam sepekan terakhir, tim Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap sejumlah terduga teroris di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Mereka diduga akan menyerang aparat di markas kepolisian resor setempat. Pengamanan di polres pun ditingkatkan.
Markas Polres Cirebon di Jalan Raden Dewi Sartika, Kabupaten Cirebon, misalnya, pada Minggu (20/10/2019) pagi, dijaga ketat personel polisi bersenjata laras panjang dengan rompi antipeluru. Di depan gerbang, tampak tenda polisi. Sebanyak 10 personel Satbrimob Polda Jabar turut menjaga keamanan polres. Pada hari biasa, pengamanan tidak seketat itu.
”Situasi Cirebon relatif aman. Tetapi, dengan penangkapan terduga teroris, kami wajibkan anggota siaga. Sasaran (penyerangan oleh terduga teroris) Mapolres Cirebon,” ungkap Kepala Polres Cirebon Ajun Komisaris Besar Suhermanto kepada Kompas. Pihaknya belum mengetahui sampai kapan pengamanan tersebut dilakukan.
Sebelumnya, dalam sepekan terakhir, Densus 88 Antiteror menangkap enam terduga teroris di Cirebon. Mereka adalah YF, BA, S, LT, W, dan A. Adapun RF, terduga lainnya yang pernah tinggal di Cirebon, ditangkap di Kabupaten Indramayu, tetangga Cirebon.
Para terduga teroris merupakan sel Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Cirebon yang dipimpin YF, tukang servis alat elektronik di Desa Bojong Lor, Jamblang. Sel ini diduga masuk dalam grup Whatsapp terkait penusukan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto pada 10 Oktober lalu di Pandeglang, Banten.
Situasi Cirebon relatif aman. Tetapi, dengan penangkapan terduga teroris, kami wajibkan anggota siaga. Sasaran (penyerangan oleh terduga teroris) Mapolres Cirebon.
Densus 88 Antiteror juga menggeledah tempat tinggal terduga teroris. Lokasinya di Desa Kali Tengah (Kecamatan Tengah Tani), Sutawinangun (Kedawung), Cikalahang (Dukupuntang), Bojong Lor (Jamblang), dan Panembahan (Weru). Di Kota Cirebon, penggeledahan dilakukan di Kelurahan Panjunan dan Kesambi.
Dari penggeledahan, tim menemukan antara lain buku-buku terkait pengorbanan diri; senjata tajam, seperti sangkur dan pedang; hingga botol dan jeriken berisi cairan kimia. Barang bukti itu telah disita Densus 88 Antiteror.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, temuan baru itu dapat menjadi bahan peledak dengan unsur utama triaseton triperoksida (TATP). Bom itu juga diisi urea, metanol, gotri, paku, dan racun abrin dari tanaman saga rambat (Abrus precatorius) (Kompas, 16/10/2019).
Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy sebelumnya mengungkapkan, para terduga teroris di Cirebon berencana menyerang aparat polisi. ”Namun, kami belum menemukan apakah para terduga teroris ingin mengganggu jalannya pelantikan presiden dan wakil presiden,” katanya.
Penyerangan terhadap aparat polisi di Cirebon sebelumnya pernah terjadi. Pada April 2011, Muhammad Syarif, warga setempat, meledakkan bom bunuh diri saat shalat Jumat di masjid Mapolres Cirebon Kota. Peristiwa itu menewaskan pelaku dan melukai 28 orang lainnya.
Marzuki Wahid dalam bukunya, Menggagas Fiqh Ikhtilaf Potret dan Prakarsa Cirebon (2017) mencatat, 28 warga Cirebon dan sekitarnya menjadi terduga teroris sejak 2011 hingga 2018. Kondisi itu, menurut dia, menunjukkan Cirebon termasuk daerah darurat radikalisme.
Penyerangan terhadap aparat negara, terutama polisi, disebabkan mereka menganggap negara Indonesia sebagai negara kafir karena tidak berlandaskan hukum Islam. Mereka memimpikan negara Islam dan mengharamkan konstitusi, apalagi demokrasi. Namun, pada saat yang sama, mereka menikmati kebebasan berpendapat dan berserikat dalam lindungan konstitusi dan demokrasi.