Keluarnya Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dinilai bisa memperkuat kembali wibawa bahasa Indonesia di ruang publik yang perlahan mulai digantikan berbagai bahasa asing.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keluarnya Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dinilai bisa memperkuat kembali wibawa bahasa Indonesia di ruang publik yang perlahan mulai digantikan berbagai bahasa asing.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 September dan diumumkan di situs resmi Sekretariat Kabinet pada 9 Oktober. Aturan baru ini mencabut Perpres Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara Lainnya.
Poin-poin penting dalam perpres ini antara lain kewajiban penggunaan bahasa Indonesia bagi presiden, wakil presiden, serta pejabat negara lainnya saat berpidato atau berbicara pada acara kenegaraan, baik di dalam maupun di luar negeri. Meski demikian, presiden dan pejabat negara diperbolehkan berpidato bahasa asing di forum internasional sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku. Adapun tamu negara lain yang berbicara di Indonesia dipersilakan menggunakan bahasanya sesuai dengan asas resiprositas.
Selain itu, perpres ini juga mewajibkan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, kantor pemerintahan, dan lembaga pelayanan publik. Tidak hanya itu, perpres ini juga mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia untuk penamaan gedung, perumahan, kompleks perdagangan, dan fasilitas transportasi umum. Bahasa Indonesia juga wajib digunakan dalam pemberian informasi barang dan jasa yang akan diperdagangkan.
Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Dadang Sunendar mengatakan, keluarnya perpres ini memang usulan dari Kemdikbud agar Indonesia bisa terus dan harus menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Hal ini untuk memperkuat kembali wibawa bahasa Indonesia di ruang publik yang perlahan mulai tergantikan oleh berbagai bahasa asing.
Selama ini, lanjut Dadang, penggunaan bahasa Indonesia belum mendapat tempat sepenuhnya di keseharian. Misalnya, penamaan tema-tema seminar, gedung, perumahan, kompleks bisnis, hingga papan informasi publik, masih banyak yang menggunakan bahasa asing.
”Dalam UUD 1945 jelas disebutkan bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Negara wajib hadir di ruang publik, salah satunya melalui bahasa. Ruang-ruang publik yang secara visual justru dipenuhi bahasa asing. Hal ini jika tidak ditangani dengan tepat akan membenarkan pernyataan bahwa ’bahasa Indonesia hilang di Indonesia’. Jangan sampai terjadi,” ujar Dadang yang dihubungi Minggu (20/10/2019).
Dadang menambahkan, secara historis, bahasa Indonesia juga sudah ada jauh sebelum negara Indonesia ada. Bahasa Indonesia digunakan untuk mempersatukan berbagai suku di Indonesia yang memiliki bahasa daerahnya masing-masing.
Bayangkan jika tidak memiliki bahasa Indonesia, bisa jadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak pernah terwujud. Karena itu, sudah selayaknya bahasa Indonesia mendapatkan penghormatan dengan cara memartabatkannya di ruang dan acara yang terhormat.
Ia mengatakan, setelah perpres dikeluarkan, diharapkan masyarakat bisa mengikuti arahan yang ada di dalam perpres tersebut. Ke depan, pemerintah akan menyiapkan berbagai peraturan menteri tentang pelaksanaan perpres ini. Selain itu, pemerintah daerah juga akan diminta untuk menerbitkan aturan penggunaan bahasa Indonesia.
Guru Besar Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Jakarta Endry Boeriswati menyambut baik dan mendukung penuh aturan ini. Selain untuk meningkatkan martabat dan kewibawaan bahasa Indonesia, Endry mengatakan, aturan ini juga membuka peluang peningkatan ekonomi baru. Mengingat Indonesia sedang gencar mengundang investasi, maka pihak asing pun mau terdorong untuk mempelajari bahasa Indonesia.
”Dengan adanya aturan kewajiban berbahasa Indonesia, maka kebutuhan pengajar bahasa Indonesia untuk keperluan bisnis, politik, hukum, dan lainnya akan meningkat. Tak hanya menyebarluaskan penggunaan bahasa Indonesia, tetapi juga bisa mendorong peluang ekonomi baru,” ujar Endry.
Tanggapan warganet
Meski memiliki tujuan yang baik, aturan ini ditanggapi beragam oleh warganet. Untuk menyosialisasikan aturan ini, akun Instagram @badanbahasakemendikbud mengunggah perpres ini sebagai konten mereka. Dalam kolom komentar unggahan itu, muncul beragam komentar, baik yang mendukung maupun yang tidak sepakat dengan aturan tersebut.
Dukungan akan aturan itu diutarakan oleh salah satu warganet dengan nama akun @annalifah yang mengatakan, ”Bahasa adalah identitas. Senang sekali dengan berita ini.”
Hal senada diutarakan akun @michael_august. ”Bangga Bahasa Indonesia digulirkan lagi sebagai bahasa pemersatu.”
Sementara itu, komentar warganet yang tidak sepakat dengan aturan ini datang dari akun @arivanuaranu dengan mengatakan, ”Kali ini saya tidak setuju. Alangkah baiknya jika dibiarkan secara organic saja, tidak usah dipaksakan. Indonesia yang penuh dinamika jauh lebih menarik dari keseragaman yang monoton.”
Komentar unik lainnya datang dari akun @runinurul. ”Utamakan Bahasa Indonesia. Lestarikan bahasa daerah. Kuasai bahasa asing.”