2.000 Warga Mengungsi, Darurat Angin Kencang di Kabupaten Magelang
Angin kencang yang melanda lima kecamatan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sejak Minggu (20/10/2019) sore, hingga Senin belum mereda. Puluhan rumah rusak dan lebih dari 400 orang mengungsi. Status darurat ditetapkan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS - Angin kencang yang melanda 12 desa di lima kecamatan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sejak Minggu (20/10/2019) sore, hingga Senin (21/10) malam belum mereda. Puluhan rumah rusak dan lebih dari 2.000 orang mengungsi. Hal ini mendorong Pemerintah Kabupaten Magelang menetapkan status darurat bencana.
Di Kecamatan Pakis, bencana ini melanda empat desa dan di Kecamatan Sawangan terjadi di tiga desa. Angin kencang juga melanda tiga desa di Kecamatan Ngablak dan masing-masing satu desa di Kecamatan Tegalrejo dan Kajoran.
Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Bupati Magelang Zaenal Arifin mengatakan, pemerintah Kabupaten Magelang menetapkan status darurat bencana angin kencang terhitung sejak Senin (20/10).
“Dengan status darurat bencana, maka terhitung sejak hari ini (21/10) hingga Rabu (23/10), kami akan siap melakukan penanganan darurat termasuk mencukupi kebutuhan pengungsi,” ujarnya, Senin.
Selain gelombang pengungsi dari warga yang ketakutan, Zaenal mengatakan, status darurat bencana sengaja ditetapkan karena bencana angin kencang yang terjadi kali ini, berbeda dibanding biasanya. Pada kejadian sebelumnya durasi terlama angin kencang hanya sekitar satu jam.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Edy Susanto, mengatakan, pihaknya akan segera meminta penjelasan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait kondisi cuaca tersebut. “Penjelasan dari BMKG menjadi bagian antisipasi dan peningkatan kewaspadaan,” ujarnya.
Angin kencang, menurut dia, memang biasa terjadi saat pergantian musim, dari musim kemarau ke musim hujan, atau sebaliknya. Namun, kali ini durasinya begitu lama.
Pada 12 desa tersebut, angin kencang bermula pada jam yang berbeda-beda. Namun, rata-rata merasakannya di atas pukul 16.00. Angin bertiup semakin kencang dan mulai merusak bangunan sejak Minggu malam, pukul 20.00.
Demi menyelamatkan dan mengevakuasi warga, Minggu (20/10) malam, tim dari BPBD dan relawan di sejumlah lokasi, terpaksa menembus lokasi untuk membersihkan jalan yang tertutup pohon dan batang-batang bambu. Angin sempat berhenti dan bertiup lagi, sehingga di tengah kegiatan pembersihan, sejumlah personel terjebak dan tidak bisa meninggalkan lokasi karena di sekelilingnya banyak pohon tumbang.
Darniati (35), salah seorang warga Desa Pogalan, Kecamatan Pakis, mengatakan, angin kencang dirasakan di desanya sekitar pukul 17.00. Ketika itu, dia akhirnya memutuskan untuk berdiam diri di dalam rumah. “Di dalam rumah, saya bisa berdiam diri sembari terus berdoa semoga angin cepat berhenti,” ujarnya.
Namun, perlahan, dia kian cemas karena angin justru bertiup makin kencang. Sekitar pukul 00.00, setelah sejumlah warga dan relawan memberikan aba-aba mengungsi, barulah Darniati dan keluarga mengungsi ke Balai Desa Pogalan dengan menumpang mobil milik salah seorang warga.
Hal serupa diungkapkan Sarni (42), warga Desa Ketundan, Kecamatan Pakis. Sarni awalnya berharap tiupan angin hanya berlangsung sekitar setengah jam. Namun, ternyata angin masih bertiup kencang pada Senin pagi.
“Saat berada di atas mobil bak terbuka yang membawa ke lokasi pengungsian di balai desa, saya pun masih merasakan angin menderu-deru di sekeliling kendaraan,” ujarnya. Dari kejauhan, dia pun melihat di sejumlah lokasi, angin tersebut terlihat bergulung-gulung.
Di Desa Ketundan, angin kencang terjadi sekitar pukul 19.00. Namun, warga baru bisa dievakuasi ke pengungsian pada Senin pagi pukul 07.00. Hal ini terjadi karena pada Minggu malam, akses jalan masih tertutup timbunan pohon tumbang.