Masa jabatan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI ke-12 memang telah berakhir. Namun, sosoknya sebagai pemimpin yang berkarakter kuat terus melekat dalam ingatan sejumlah orang, terutama bagi sahabat dan kolega.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
Masa jabatan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI ke-12 memang telah berakhir pada Minggu (20/10/2019) lalu. Namun, sosoknya sebagai pemimpin yang berkarakter kuat terus melekat dalam ingatan masyarakat, terutama bagi sahabat dan kolega yang menjadi orang-orang terdekat Jusuf Kalla.
Salah satunya mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin, yang pernah menjadi ajudan Jusuf Kalla saat menjabat Wakil Presiden RI ke-10 pada periode 2004-2009. Syafruddin mengungkapkan, lima tahun mendampingi pemimpin yang akrab disapa Pak JK itu merupakan tahun-tahun penuh perdebatan. Keduanya kerap bertentangan dalam hal kedisiplinan memenuhi ketentuan protokoler.
Sebagai perwira polisi yang diberi mandat untuk mengurus segala keperluan wapres, Syafruddin tidak bisa lepas dari standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan. Terkait pengamanan dalam bertugas, misalnya, ada beberapa peraturan yang mau tak mau harus dipatuhi JK.
Menolak protokoler
Namun, ada saja usaha JK untuk menolak standar dalam protokoler. Tak jarang Syafruddin pun harus menegur atasannya itu. “Ya (saya bilang) tidak boleh. Saya bersikukuh, bahkan kadang-kadang bertengkar,” ungkap Syafrudin dalam acara Rosi di Kompas TV, Jakarta, Senin (21/10/2019).
Dalam acara tersebut, sejumlah sahabat JK, di antaranya pengusaha dan aktivis mahasiswa 1966 Sofjan Wanandi dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 2004-2007 Hamid Awaluddin. Selain itu, tentu saja hadir istri JK, Mufidah Jusuf Kalla bersama dengan tiga anak dan empat cucu mereka.
Syafruddin menambahkan, salah satu usaha JK untuk menolak protokoler itu dilakukan dengan menyiasati jadwal penerbangan. Wapres yang terkenal dengan slogan “lebih cepat, lebih baik” itu seringkali ingin terbang ke suatu tempat tanpa mempedulikan waktu maupun cuaca.
Dalam satu kesempatan, JK pernah memaksa untuk terbang dari Jakarta ke Makassar, Sulawesi Selatan, pada malam hari saat cuaca tengah buruk. Akibat kenekatan itu, ajudan dan para Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) harus menerima hukuman dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Waktu itu saya sebagai ajudan dan Paspampres sempat disetrap selama satu jam oleh Pak SBY,” tutur Syafruddin.
Menurut dia, JK merupakan sosok yang berjiwa bebas. Walaupun sudah menjabat sebagai pemimpin negara, ia tetap dikenal egaliter, rendah hati, dan tidak kaku terhadap aturan.
Buktinya, hal serupa terjadi kembali saat ia menjadi Wapres RI ke-12 mendampingi Presiden Joko Widodo. Pada pertengahan 2016, sempat viral foto JK tengah berdiskusi di lantai pesawat bersama dengan beberapa staf ahli wapres, salah satunya Sofjan Wanandi.
Sofjan mengatakan, foto itu diambil saat mereka tengah dalam penerbangan panjang dari Jakarta menuju Mongolia. Dalam posisi normal, mereka duduk terpisah satu sama lain. Sulit bagi mereka untuk bisa berdiskusi.
Oleh karena itu, JK mengajak seluruh rekannya itu untuk duduk di lantai. “Kami tahu itu kan sebenarnya bahaya, tidak diperbolehkan juga, tetapi karena Pak JK yang minta maka kami ikut saja,” kata Sofjan.
Menanggapi hal itu, JK pun berkelakar. “Itu kan sedang membicarakan urusan negara, makanya risiko kami kesampingkan,” katanya sambil tertawa.
Fleksibel
Menurut Syafruddin, sejumlah petugas yang bekerja untuk JK memang harus menyesuaikan diri. Mereka tak bisa berlaku kaku, tetapi harus fleksibel. JK yang identik dengan gaya kerja cepat memang kerap melakukan hal-hal nyeleneh yang tidak terpikirkan oleh orang lain.
Selain itu, JK merupakan sosok yang adil dan obyektif. Meski kerap ditegur dan didebat oleh Syafruddin, hal itu tidak memengaruhi pandangan dan penilaiannya terhadap sang ajudan. Hubungan mereka tetap baik, bahkan hingga keduanya sudah tak bekerja dalam satu tempat.
“Justru karena saya berani (menegur Pak JK), saja jadi ajudan beliau terus sampai sekarang,” kata Syafruddin yang pernah menjabat sebagai Wakil Kapolri dengan berpangkat Komisaris Jenderal sebelum ditunjuk sebagai Menpan dan RB pada 2018.
Masih diperlukan
Meski sudah tidak menjabat sebagai wapres, banyak pihak memandang bahwa JK masih diperlukan dalam pembangunan negara. Terkait hal itu, Solihin, putra JK, mengatakan, akan terus mendukung ayahnya.
Sebab, keinginan untuk memajukan masyarakat dan negara merupakan cita-cita JK bahkan sebelum menjadi pejabat negara. “Ketika masih menjadi pengusaha pun ia selalu menggunakan tagline maju bersama. Beliau selalu ingin semua maju, bangsa maju,” kata Solihin.
Sebelumnya, JK yang tahun ini berusia 77 tahun itu mengungkapkan, masih bersedia bekerja untuk masyarakat. Ia ingin bekerja untuk meningkatkan pendidikan, kemampuan teknologi, dan kemanusiaan. “Walaupun tentu akan bersinggungan dengan politik, saya tak akan ikut politik praktis,” kata JK (Kompas, 20/10/2019).
Ada kemungkinan JK akan aktif dalam bidang perdamaian. Sebab, ia mengakui, telah menerima pesan dari Presiden Afghanistan Ashraf Ghani yang disampaikan melalui Duta Besar Afghanistan untuk Indonesia agar dirinya, dalam posisi apapun, ikut berpartisipasi dalam upaya perdamaian Afghanistan.
“Mungkin dalam waktu-waktu yang akan datang saya akan berkunjung lagi ke sana, memberikan alternatif-alternatif baru mencapai perdamaian,” kata JK yang berperan dalam mendamaikan sejumlah konflik di antaranya di Aceh; Poso, Sulawesi Tengah; dan Ambon, Maluku.