Teknologi video wasit alias VAR menjadi sorotan utama di pekan kesembilan Liga Inggris. VAR menghadirkan serangkaian keputusan yang merampas emosi bak opera sabun.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
LONDON, MINGGU — Para pendukung Watford, tim juru kunci di Liga Inggris, tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya dan siap berpesta di London, Sabtu (19/10/2019) malam. Di luar dugaan, mereka unggul 1-0 atas tuan rumah Tottenham Hotspur hingga menit ke-85 laga itu. Kemenangan pertama mereka di Liga Inggris musim ini ada di depan mata.
Mengalahkan tim raksasa itu di kandangnya sendiri bakal menjadi modal besar bagi Watford untuk keluar dari jerat zona degradasi. Mereka satu-satunya tim yang belum pernah menang dari sembilan pekan berjalan di Liga Inggris musim ini. Tidak heran, ribuan suporter Watford bernyanyi lantang di pengujung laga itu.
Namun, sukacita mereka berganti kepanikan semenit kemudian. Dele Alli, gelandang muda Spurs, menjebol gawang Watford di menit ke-86. Stadion Tottenham Hotspur di Kota London pun bergemuruh. Giliran pendukung Spurs yang bersorak gembira. Namun, beberapa detik kemudian, layar raksasa menunjukkan tulisan ”no goal”. Tampak terjadi pelanggaran sebelum gol itu terjadi.
Para pendukung Spurs pun terperangah, seperti dicekik. Sebaliknya, suporter Watford memekik kegirangan bak memenang lotre miliaran rupiah. Mereka semakin merasa didukung semesta untuk mengakhiri puasa kemenangan klubnya di 13 laga terakhir Liga Inggris, yaitu sejak April musim lalu. Finalis Piala FA Inggris musim lalu itu kian bersemangat.
Belum habis kegirangan mereka, dalam hitungan detik, emosi mereka berubah drastis. Wasit Chris Kavanagh memutuskan gol Alli sah seusai meninjau VAR. Tulisan di monitor raksasa pun mendadak berganti ”goal” alias gol. Stadion terbaru di London itu tidak ubahnya taman hiburan dengan wahana roller coaster yang menjungkirbalikkan emosi. Skor menjadi 1-1 dan tidak berubah hingga akhir laga.
Manajer Watford Quique Sanchez Flores tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya dalam jumpa pers seusai laga itu. Ia merasa kemenangan timnya dirampas VAR. Pada babak pertama laga itu, tuntutan hadiah penalti Watford juga tidak digubris wasit Kavanagh setelah penyerang Gerard Deulofeu tampak dilanggar bek Spurs, Jan Vertonghen, di kotak penalti.
”Sungguh aneh. Saya kira VAR seharusnya membantu (wasit) di sepak bola. Namun, jika kita membahas insiden itu (disahkannya gol Alli), saya hanya bisa berkata itu hal aneh. Menurut saya, ada pelanggaran oleh (Harry) Kane ke (Christian) Kabasele sebelum gol Alli terjadi,” tutur Flores sedikit kesal.
Pada saat yang sama, di tempat lainnya, yaitu Stadion King Power, VAR juga menjadi penentu hasil akhir laga. Manajer Burnley Sean Dyche mengamuk seusai timnya dikalahkan tuan rumah Leicester City, 1-2. Dyche berang karena VAR menganulir gol kedua timnya yang dicetak Chris Wood di fase akhir laga itu. Wood, striker Burnley, dinilai menarik baju Johny Evans, bek Leicester yang tengah mengejar bola yang bergulir ke gawang.
Menurut Dyche, mustahil bagi Evans mengejar bola yang akhirnya masuk ke gawang Leicester itu. Maka itu, gol itu seharusnya tidak terhindarkan. ”Perlu diketahui, saya seorang pendukung VAR. Namun, itu harusnya digunakan lebih bijak. Si bek (Evans) tidak mungkin bisa mengejar bola itu sampai kapan pun juga. Memang, ada sentuhan (dari Wood). Namun, itu tidak disengaja dan tidak akan memberikan keuntungan apa pun,” tuturnya.
Kegusaran serupa juga diperlihatkan Manajer Manchester City Pep Guardiola ketika timnya memukul tuan rumah Crystal Palace 2-0, Minggu dini hari WIB. Meskipun menang, Guardiola kesal karena timnya tidak dihadiahi penalti setelah gelandang kreatif City, Kevin De Bruyne, terjatuh di kotak penalti akibat didorong pemain Palace, Wilfried Zaha. Menurut VAR, itu bukanlah pelanggaran.
Guardiola, yang terpaksa menurunkan duo gelandang Fernandinho dan Rodri sebagai pasangan bek tengah City di laga itu, mengeluarkan kalimat sarkasmenya. ”Dia (De Bruyne) melakukan diving. Setiap pekan, dia selalu diving. Namun, giliran melawan Tottenham, kami diganjar penalti karena dianggap handball,” kata manajer asal Spanyol itu mengenai praktik VAR yang dianggap kerap merugikan timnya.
Menurut Guardiola, VAR yang baru diadopsi di Liga Inggris musim ini beberapa kali merugikan timnya. Ia mencontohkan laga kontra Spurs yang berakhir 2-2 di Stadion Etihad, Agustus lalu. Saat itu, City sebetulnya unggul 3-2 berkat gol dramatis striker Gabriel Jesus di menit injury time laga itu. Layar di stadion pun menunjukkan skor 3-2. Jesus menari-nari, suporter City pun meloncat kegirangan menyaksikan drama mendebarkan itu.
Liverpool terbantu
Namun, kegembiraan tak terperi City itu dirusak putusan VAR yang menyatakan bek Aymeric Laporte dianggap handball sebelum terjadinya gol itu. ”Tentu saja (saya marah). Sudah sejak lama,” ujar Guardiola ketika ditanya jurnalis apakah sarkasmenya itu dianggap sebagai bentuk kemarahannya atas VAR.
Menurut Mirror, ketertinggalan telak City dari Liverpool di puncak klasemen musim ini tidaklah terlepas dari VAR. City tertinggal lima poin dari Liverpool sebelum menghadapi MU kemarin malam. Selisih poin itu bisa melebar menjadi delapan jika Liverpool memenangi laga di Old Trafford itu. Mengutip Mirror, selisih itu seharusnya hanya empat poin jika tiada VAR di musim ini.
Selain kontroversi di laga City kontra Spurs, perbedaan poin itu diperhitungkan dari laga Chelsea kontra Liverpool yang berakhir 1-2. Ketika itu, gol kedua Chelsea yang dicetak bek Cesar Azpilicueta dianulir VAR. ”Tanpa VAR, Liverpool semestinya hanya meraih 22 poin dan tidak mencatatkan rekor sempurna musim ini,” tulis Mirror. (REUTERS)