Dorong Pariwisata, Pemasaran Destinasi Harus Dipergencar
Lima tahun ke depan, pemasaran destinasi, khususnya ke pasar internasional, diharapkan lebih masif. Meski terus bertumbuh, sektor pariwisata belum digarap maksimal.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Lima tahun ke depan, pemasaran destinasi, khususnya ke pasar internasional, diharapkan lebih masif. Meski terus bertumbuh, sektor pariwisata yang menjadi prioritas penggerak ekonomi melalui penambahan devisa dinilai belum digarap maksimal.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani berpendapat, saat ini Indonesia sudah berpeluang menampung 30 juta wisatawan mancanegara (wisman).
Hal itu tidak hanya didukung luas wilayah dan karakterisitik Indonesia yang kaya budaya dan sumber daya alam. Kapasitas akomodasi yang sudah mencapai sekitar 650.000 kamar, baik di hotel berbintang maupun tidak, juga sudah mampu menyerap lebih banyak wisatawan.
"Ke depan harus dilakukan pola-pola pemasaran yang lebih efektif. Kemarin kita lebih banyak promosi, sedangkan jualan produknya kurang. Yang kita inginkan, dicarikan kanal distribusi pemasarannya," katanya saat dihubungi Kompas, Senin (21/10/2019).
Pemasaran destinasi, menurutnya, bisa digencarkan lewat aktivitas pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran atau MICE. Aktivitas itu tidak hanya strategis mendatangkan wisatawan, namun juga menyerap tenaga kerja.
Aktivitas itu dinilai belum digarap serius oleh pemerintah Indonesia. Mengutip Allied Market, industri MICE di Asia memiliki nilai pertumbuhan tahunan majemuk mencapai 8,6 persen dengan pendapatan 441,1 miliar dollar AS.
Pada tahun 2018, Indonesia kedatangan 15,8 juta wisman yang menyumbang devisa sampai 19,29 miliar dollar AS. Tahun ini, devisa dari sektor pariwisata diproyeksikan mencapai nilai 17,6 miliar dollar AS dari target 20 miliar dollar AS, dengan target kunjungan 18 juta wisman.
Selain menguatkan pemasaran, arah pembangunan ekonomi pariwisata juga diharapkan memperhatikan daya dukung wilayah, seperti dalam pembangunan destinasi prioritas.
"Beberapa destinasi yang diprioritaskan pemerintah justru memiliki daya dukung yang terbatas," lanjut Hariyadi.
Sebagai contoh Labuan Bajo di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, yang terpilih menjadi lima destinasi super prioritas pemerintah, mulai mengurangi kunjungan wisatawan di sejumlah destinasi wisata untuk kepentingan konservasi.
Fondasi rampung
Ketua Pokja Bidang Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Hiramsyah S Thaib mengatakan, pengembangan pariwisata di periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo bisa diibaratkan membangun fondasi.
Hal itu karena banyak infrastruktur penunjang yang dibangun pemerintah untuk mendukung pariwisata. "Hampir semua infrastruktur penunjang pariwisata telah selesai dibangun," kata dia yang dihubungi terpisah.
Pembangunan yang sudah rampung itu seperti Bandara Internasional Yogyakarta untuk mendukung destinasi prioritas Borobudur, Bandara Silangit untuk Danau Toba yang termasuk dalam lima destinasi super prioritas.
Pemerintah juga membangun 6 kawasan ekonomi khusus untuk mempermudah birokrasi dan investasi. Kemudian, pada 2020, pembangunan infrastruktur dasar di 5 destinasi superprioritas ditargetkan selesai.
"Setelah selesainya pembangunan fondasi diharapkan periode dua jadi lompatan, bukan hanya mendatangkan wisman tapi juga investasi," jelasnya.
Target pengembangan pariwisata mendatang sejalan dengan target kerja Pemerintahan RI 2019-2024 yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya sebagai presiden untuk kedua kalinya. Ia menyebut lima target kerja, yakni transformasi ekonomi, pembangunan dan infrastruktur, pemangkasan regulasi, penyederhanaan birokrasi, dan pembangunan sumber daya manusia.