Kepolisian Daerah Jambi menetapkan dua korporasi perkebunan sawit sebagai tersangka atas kebakaran lahan yang melanda kedua areal di Kabupaten Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur.
Oleh
Irma Tambunan
·2 menit baca
JAMBI, KOMPAS - Kepolisian Daerah Jambi menetapkan dua korporasi perkebunan sawit sebagai tersangka atas kebakaran lahan yang melanda kedua areal di Kabupaten Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur. Asosiasi pengusaha perhutanan tidak mempermasalahkan.
Dua perusahaan yang dimaksud adalah PT MAS di Desa Sipin Teluk Duren, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi dan PT DSSP di Desa Jati Mulyo, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. ”Kami masih memeriksa pihak perusahaan dan saksi-saksi terkait,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jambi Komisaris Besar Thein Tabero dalam jumpa pers di Polda Jambi, Minggu (20/10/2019).
Berdasarkan laporan polisi, kebakaran seluas 45 hektar di areal kebun DSSP ditelusuri sejak September 2019. Penyidik mendapati perusahaan belum memiliki izin usaha perkebunan alias hak guna usaha.
Temuan lain, perusahaan tak memiliki sarana dan prasarana untuk mengendalikan kebakaran lahan sebagaimana syarat yang diatur Peraturan Menteri Pertanian Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pembukaan atau Pengelolaan Lahan Perkebunan Tanpa Membakar. Kebakaran di areal kebun sawit MAS terjadi akhir Juli lalu. Perusahaan juga tak memiliki sarana dan prasarana pengendalian kebakaran sehingga kebakaran meluas jadi 972 ha.
Atas pelanggaran itu, lanjut Thein, perusahaan dapat dikenai pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun. Denda paling sedikit Rp 3 miliar, paling besar Rp 10 miliar. Secara terpisah, Komisariat Daerah Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Provinsi Jambi Alizar menyatakan, tidak masalah pengenaan sanksi bagi korporasi. Asalkan, unsur kelalaian atau kesengajaannya benar-benar dapat dibuktikan.
”Kami juga tidak masalah. Jika ada lahan perusahaan kebakaran, silakan usut,” kata Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Jambi Tidar Bagaskara.
Jangan sampai pengungkapan kasusnya berhenti di tengah jalan.
Dua perusahaan itu bukan anggota Gapki. Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana telah mendorong setiap daerah mengeluarkan aturan bagi pemegang izin yang konsesinya kebakaran harus dikenai sanksi, mulai pembekuan hingga pencabutan izin.
Di tempat berbeda, Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf, mendorong penegak hukum tidak setengah-setengah dalam mengungkap kejahatan lingkungan kebakaran hutan dan lahan. ”Jangan sampai pengungkapan kasusnya berhenti di tengah jalan,” katanya. (ITA)