Era Suku Bunga Rendah, Momentum Tepat Terbitkan Obligasi Diaspora
Era suku bunga rendah jadi momentum yang tepat untuk menerbitkan obligasi diaspora. Beban biaya dana yang mesti dibayar pemerintah dari setiap penerbitan obligasi bisa lebih murah.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Era suku bunga rendah jadi momentum yang tepat untuk menerbitkan obligasi diaspora. Beban biaya dana (cost of fund) yang mesti dibayar pemerintah dari setiap penerbitan obligasi bisa lebih murah.
Pemerintah berencana menerbitkan instrumen investasi surat berharga negara (SBN) untuk diaspora Indonesia tahun 2020. Obligasi diaspora atau diaspora bonds ini hanya bisa dipesan dan dibeli oleh diaspora yang memiliki Kartu Masyarakat Indonesia di Luar Negeri (KMILN).
Analis Indonesia Bond Pricing Agency, Ifan Mohamad Ihsan, berpendapat, prospek penerbitan obligasi diaspora cukup besar. Selain karena jumlah yang besar, karakteristik diaspora Indonesia umumnya juga sudah mapan secara finansial. Mereka termasuk penduduk berpendapatan tinggi sehingga berpotensi menjadi investor.
”Obligasi diaspora ini sangat menarik sebagai varian dari surat utang karena menyasar investor yang secara emosi terikat dengan Indonesia,” kata Ifan, Selasa (22/10/2019), di Jakarta.
Wacana penerbitan obligasi diaspora ini mengemuka pada pertengahan 2019. Namun, sejauh ini pemerintah belum mengumumkan detail karakteristik obligasi diaspora, seperti denominasi mata uang dan penggunaan dananya.
Menurut Ifan, era suku bunga rendah yang diperkirakan berlanjut tahun 2020 jadi momentum tepat untuk penerbitan obligasi diaspora. Pemerintah dapat memaksimalkan perolehan dana dari penerbitan surat utang ini karena penawaran tingkat kupon bisa ditekan. Beban cicilan bunga akan lebih murah.
Di sisi lain, tingkat bunga surat utang yang diterbitkan Pemerintah Indonesia dalam denominasi rupiah dan dollar AS masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, Hong Kong, China, Arab Saudi, bahkan negara-negara Eropa. Indonesia tetap menarik kendati tren suku bunga global terus menurun.
”Diaspora bisa berinvestasi pada instrumen yang memberikan imbal hasil tinggi dibandingkan negara tempat tinggalnya,” kata Irfa.
Dihubungi terpisah, ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, Selasa, mengatakan, pemerintah disarankan menerbitkan obligasi diaspora berdenominasi rupiah untuk pertama kali ini. Obligasi berdenominasi rupiah cenderung lebih aman dibandingkan dengan valuta asing karena risiko ketidaksesuaian (mismatch) nilai tukar terhindari.
Meski demikian, pemerintah tetap memungkinkan penerbitan obligasi diaspora berdenominasi valuta asing dengan syarat bertenor panjang. Tujuannya, agar cicilan bunga lebih mudah dikelola, apalagi kondisi ekonomi global masih diselimuti ketidakpastian. Selain itu, penerbitan obligasi diaspora berdenominasi valuta asing lebih baik berkelanjutan.
”Risiko penerbitan dengan valuta asing bisa diminimalkan asalkan diterbitkan berkelanjutan dengan tenor panjang,” kata David.
Pendataan diaspora
Nantinya, calon investor harus memiliki KMILN untuk transaksi pembelian dan pemesanan obligasi diaspora. KMILN menjadi tanda pengenal investor diaspora. Fungsi KMILN sama seperti single investor identification (SID) untuk pembelian SBN ritel bagi investor domestik.
Dengan KMILN, diaspora warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) bisa membeli obligasi diaspora melalui situs web atau aplikasi milik mitra distribusi. Kementerian Keuangan juga bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri terkait penggunaan KMILN sebagai tanda pengenal investor diaspora.
Ifan menambahkan, basis data diaspora Indonesia penting karena syarat penerbitan obligasi hanya akan menjangkau segelintir pihak. Penggunaan KMILN sebagai tanda pengenal investor diaspora untuk memastikan bahwa instrumen ini tepat sasaran. Namun, sayangnya, tidak semua diaspora memiliki KMILN.
Dengan KMILN, diaspora warga negara Indonesia dan warga negara asing bisa membeli obligasi diaspora melalui situs web atau aplikasi milik mitra distribusi.
Berdasarkan catatan Kompas, sejauh ini belum ada data pasti tentang diaspora Indonesia. Namun, sejumlah lembaga memperkirakan, jumlah diaspora Indonesia berkisar 6 juta-7 juta orang.
Adapun menurut data Kementerian Luar Negeri, diaspora pemilik KMILN berjumlah 875 orang, terdiri dari 625 WNI dan 250 WNA.
Dihubungi terpisah, Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia di Luar Negeri Kementerian Luar Negeri Dewi Wahab menuturkan, rencana penerbitan obligasi diaspora direspons baik. Banyak diaspora Indonesia yang ingin berkontribusi bagi peningkatan kualitas pembangunan nasional.
”Pemerintah sudah melakukan sosialisasi (obligasi diaspora) saat kongres diaspora global pada Agustus lalu,” ujar Dewi.
Penerbitan obligasi diaspora pada dasarnya untuk nasionalisme dan patriotisme. Nantinya, dana yang dihimpun dari penerbitan obligasi diaspora akan digunakan untuk membiayai sejumlah program pembangunan prioritas nasional. Salah satunya, peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo.
Pada 2020, misalnya, peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dialokasikan melalui anggaran pendidikan mencapai Rp 508,1 triliun dan anggaran kesehatan Rp 132,2 triliun. Adapun anggaran akselerasi pembangunan infrastruktur Rp 423,3 triliun. Kebutuhan pembiayaan salah satunya melalui penerbitan obligasi diaspora.
Mengutip riset yang dipublikasikan laman Bank Dunia, salah satu negara yang terbilang sukses menerbitkan obligasi diaspora adalah India dan Israel. Sejauh ini, India telah menerbitkan obligasi diaspora sebanyak tiga kali pada 1991, 1998, dan 2000 dengan total nilai sekitar 11,3 miliar dollar AS. Jatuh tempo obligasi diaspora India selama 5 tahun.
Sementara itu, Israel menerbitkan obligasi diaspora setiap tahun sejak 1951. Total dana yang dihimpun dari penerbitan obligasi diaspora itu mencapai 32,4 miliar dollar AS dengan jatuh tempo berkisar 1-20 tahun.
Riset tersebut juga menyebutkan, saham kelompok diaspora di kawasan Asia Pasifik dan Timur sekitar 161,5 juta dollar AS pada 2019. Adapun tabungan diaspora mencapai 397,5 miliar dollar AS atau sekitar 2,4 persen dari total pendapatan bruto regional.