Kebijakan Fiskal yang Lebih Ekspansif dari Sri Mulyani Dinanti
Kembali terpilihnya Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan diharapkan dapat mendesain kebijakan fiskal yang lebih ekspansif. Stimulus fiskal harus berorientasi penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan UKM.
Oleh
karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kembali terpilihnya Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan diharapkan dapat mendesain kebijakan fiskal yang lebih ekspansif. Stimulus fiskal harus berorientasi penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan usaha kecil menengah.
Presiden Joko Widodo tetap memercayakan jabatan Menteri Keuangan periode 2019-2024 kepada Sri Mulyani. Hal itu disampaikan Sri Mulyani seusai memenuhi panggilan Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/10/2019) pagi.
Sri Mulyani diminta menggunakan seluruh instrumen fiskal untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan usaha kecil menengah (UKM). Tujuannya, memperbaiki sejumlah permasalahan ekonomi domestik baik di tingkat makro maupun mikro.
Ekonom Unika Atma Jaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko, yang dihubungi di Jakarta, berpendapat, urusan ekonomi harus ditangani serius karena tantangan ke depan makin kompleks dan risiko kian nyata. Untuk itu, menteri keuangan jadi salah satu jabatan paling strategis yang harus diisi oleh profesional.
”Menteri keuangan memang sebaiknya bukan orang baru. Kembali terpilihnya Sri Mulyani jadi poin positif karena, dalam tanda kutip, tidak perlu belajar lagi,” ujarnya.
Sri Mulyani dinilai memiliki kapabilitas dan pemahaman mumpuni untuk kembali menakhodai kebijakan fiskal nasional. Sejauh ini, preferensi dan kepercayaan pasar terhadap sosok dan kinerja Sri Mulyani juga cukup baik. Ia dinilai mampu menjaga kinerja APBN secara pruden di tengah tekanan global.
Menurut Prasetyantoko, Sri Mulyani diharapkan mendesain kebijakan fiskal lebih ekspansif. Stimulus fiskal yang diberikan harus berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan UKM. Tujuannya, untuk menciptakan daya dorong yang lebih besar bagi perekonomian.
”Menteri keuangan harus memastikan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja dan Undang-Undang Pemberdayaan UKM segera direalisasikan,” lanjutnya.
Menurut ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdulah, pemberdayaan UKM harus diprioritaskan karena daya dorong ekonomi dari pengusaha besar kini relatif kecil. Skala ekonomi UKM dapat ditingkatkan dengan berbagai instrumen fiskal dari sisi pajak ataupun bea.
Pemberian insentif fiskal tidak terbatas untuk pelaku UKM. Pemerintah juga bisa memberikan insentif fiskal bagi perusahaan yang memasok atau memfasilitasi produk-produk UKM. Sejauh ini, insentif fiskal untuk UKM berupa penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final menjadi 0,5 persen dari sebelumnya 1 persen.
”Tarif PPh UKM tidak mungkin lagi diturunkan karena sudah rendah. Untuk itu, insentif fiskal bisa diberikan ke sektor-sektor terkait,” ujar Rusli.
Pemberian insentif fiskal tidak terbatas untuk pelaku UKM. Pemerintah juga bisa memberikan insentif fiskal bagi perusahaan yang memasok atau memfasilitasi produk-produk UKM.
Pemberdayaan UKM juga harus dilakukan lintas sektoral selain dengan instrumen fiskal. Menurut Rusli, pemerintah juga berperan penting untuk mengonsolidasikan UKM yang tersebar tanpa harus menjadikannya satu kesatuan. Konsolidasi UKM bisa memudahkan pencarian modal usaha dan peningkatan skala ekonomi.
Konsolidasi itu salah satunya bisa ditempuh dengan pembentukan bursa UKM. Mereka yang tergabung dalam bursa UKM akan mendapat modal dari investor selain perbankan.
”Pembentukan bursa juga mempermudah investor untuk menyalurkan modal ke UKM. Selama ini, pemodalan jadi kendala terbesar UKM,” ucapnya.
Alasan pribadi
Seusai bertemu dengan Presiden, Sri Mulyani kepada media menuturkan, salah satu alasan pribadi dirinya menerima tawaran sebagai menteri keuangan karena kesamaan tujuan. Presiden bercita-cita meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan birokrasi yang efisien. Kedua cita-cita itu membutuhkan eksekusi kebijakan anggaran yang baik.
”Merupakan suatu kehormatan untuk bisa melaksanakan tugas kembali sebagai menteri keuangan untuk mendorong kualitas sumber daya manusia. Kita semua sudah melihat bahwa anggaran perlu dieksekusi, baik di tingkat pusat maupun daerah,” kata Sri Mulyani.
Presiden bercita-cita meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan birokrasi yang efisien. Kedua cita-cita itu membutuhkan eksekusi kebijakan anggaran yang baik.
Dalam pertemuan sekitar 1,5 jam, Sri Mulyani dan Presiden Joko Widodo bertukar pikiran terkait upaya mendorong perekonomian dari berbagai instrumen, baik fiskal, moneter, maupun keuangan. Koordinasi kebijakan sangat penting untuk menjaga stabilitas dan ketahanan ekonomi di tengah bayang-bayang resesi global.
Sejauh ini, Sri Mulyani telah menjadi menteri keuangan dalam empat kabinet pemerintahan, yaitu masa Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (2005-2009), Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (2009-2010), Joko Widodo-Jusuf Kalla (2016-2019), dan Joko Widodo-Ma’ruf Amin untuk periode 2019-2024.
Doktor ekonomi dengan spesialisasi public finance-moneter dari University of Illinois, Urbana, 1992, ini tercatat juga sering mendapat penghargaan internasional.
Awal tahun ini, ia terpilih sebagai Menteri Keuangan Terbaik versi The Banker (2019). Majalah keuangan internasional milik Financial Times ini menilai Sri Mulyani berhasil mengelola keuangan melalui reformasi perpajakan dan respons kebijakan moderat terkait kejadian bencana alam.
Sebelumnya, pada 2018, Sri Mulyani juga menyandang dua predikat serupa, yaitu Menteri Terbaik di Dunia di World Government Summit dan Menteri Keuangan Terbaik 2018 versi majalah Global Markets.
Pada 2006, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperoleh penghargaan sebagai Menteri Keuangan Terbaik di Asia atau The Best Finance Minister in Asia dari Emerging Market Forum. Dalam waktu bersamaan, Euromoney juga menganugerahi Sri Mulyani The Finance Minister of the Year in the World.