Kesabaran warga ada batasnya. Ketika perut mulai terusik, warga akan berontak, siapa pun yang berkuasa. Itulah cermin dari Lebanon.
Oleh
·3 menit baca
Lebanon di ambang krisis keuangan menyusul lima hari demonstrasi akibat korupsi, ketimpangan, hingga keinginan menarik pajak layanan singkat melalui internet.
Aturan yang dibuat Menteri Telekomunikasi Lebanon itu telah dicabut. Namun, salah satu pendukung PM Saad al-Hariri, Partai Daya Lebanon, keluar dari koalisi.
Demonstrasi dalam lima hari terakhir ini merupakan yang terbesar sejak 2005. Ini adalah pemberontakan warga terhadap pemerintah yang lemah, korup, serta tingginya ketimpangan dan keruntuhan ekonomi yang terus membayang. Senin (21/10/2019), demonstran menutup sebagian besar jalanan di kota Beirut.
Di dunia, Beirut menjadi kota dengan urbanisasi sangat tinggi. Ruang publik dan taman langka. Ruang hijau terus menyusut dan taman yang ada terawat cukup bagus, tetapi jarang bisa digunakan warga biasa. Garis pantai ibu kota Lebanon ini pun sebagian telah diprivatisasi, dan terus di bawah ancaman perambahan oleh pengembang.
Sicara simbolis, ketimpangan tinggi itu ditunjukkan Tarek Jaber (25). Dia baru selesai membuat slogan ”Look to the Future” dengan semprotan di lantai atas sebuah teater yang ditinggalkan pemiliknya akibat demo. ”Kami telah memiliki kembali kota kami, dan negara kami,” katanya kepada Al Jazeera.
Pengunjuk rasa menyerbu Rest House Tyr Hotel and Resort, proyek pengembangan pantai di selatan kota Tirus yang memblokir akses publik ke pantai. Sesuai hukum Lebanon, keseluruhan pantai negara itu merupakan tanah publik, tetapi hanya sekitar 40 kilometer dari 220 kilometer yang dapat diakses publik. Demonstran juga mengecam pejabat dan elite yang menghalangi reformasi untuk memotong kelas penguasa, yang sangat dibutuhkan sebagian besar warga Lebanon.
Beberapa pemilik resor pantai pribadi adalah bekas pejabat dan politisi saat ini, atau mereka yang terkait erat dengan mereka. Hezbollah, yang menghadapi sanksi AS, dalam beberapa saat terakhir mengontrol sumber daya negara. Kedekatan Hezbollah dengan Iran membuat Arab Saudi dan Uni Emirat Arab terus bertahan di Beirut. Bersama AS, Saudi dan Emirat berupaya melemahkan pengaruh Iran pada Hezbollah.
Korupsi dan nepotisme merajalela dan kesenjangan antara elite yang memiliki hak istimewa dan warga terus melebar. Ekonomi Lebanon mendekati krisis dengan utang nasional mencapai 150 persen dari produk domestik bruto (PDB), cadangan devisa anjlok 30 persen hanya tersisa 10 miliar dollar AS, dan devaluasi yang dilakukan pemerintah dipandang sebagai salah satu yang kian memperparah kritis.
”Aku tak mampu hidup sehari-hari, tak mampu jatuh cinta, tak mampu menikah, tak mampu mengurus diri. Inilah mengapa kami memprotes. Aku tidak bisa memberikan loyalitas kepada mereka yang tidak bisa memberiku makan lagi,” ujar seorang warga Beirut, Hussein el-Hek (21).
Kesabaran warga ada batasnya. Ketika perut mulai terusik, warga akan berontak, siapa pun yang berkuasa. Itulah cermin dari Lebanon. Korupsi dan ketimpangan merupakan musuh utama seluruh bangsa di dunia, tak terkecuali Indonesia.