Lapangan Banteng, Lapangan Pengabdian Sri Mulyani Indrawati
Sri Mulyani Indrawati kembali datang ke Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/10/2019). Menteri Keuangan pada Kabinet Kerja (2014-2019) ini memenuhi undangan Presiden Joko Widodo yang sedang menyusun kabinetnya.
Kepiawaiannya mengawal stabilitas makroekonomi membuat dua presiden mempercayakan tugas mengawal keuangan negara di pundaknya. Doktor ekonomi dengan spesialisasi public finance-moneter dari University of Illinois, Urbana (1992), ini tercatat juga sering mendapat penghargaan internasional.
Awal tahun ini, ia terpilih sebagai Menteri Keuangan Terbaik versi The Banker (2019). Majalah keuangan internasional milik Financial Times ini menilai Sri Mulyani berhasil mengelola keuangan melalui reformasi perpajakan dan respons kebijakan moderat terkait kejadian bencana alam.
Sebelumnya, pada 2018, Sri Mulyani juga menyandang dua predikat serupa, yaitu Menteri Terbaik di Dunia di World Government Summit dan Menteri Keuangan Terbaik 2018 versi majalah Global Markets.
Pada 2006, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperoleh penghargaan sebagai Menteri Keuangan Terbaik di Asia atau The Best Finance Minister in Asia dari Emerging Market Forum. Dalam waktu bersamaan, Euromoney juga menganugerahi Sri Mulyani The Finance Minister of the Year in the World.
Perempuan kelahiran Bandar Lampung, 26 Agustus 1962, ini membuat beberapa kebijakan dan terobosan, seperti reformasi birokrasi. Pada Juli 2007, Sri Mulyani Indrawati mengumumkan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan.
Untuk mengawal reformasi, Sri Mulyani melakukan inspeksi mendadak ke Kantor Pelayanan Utama Ditjen Bea dan Cukai di Tanjung Priok pada 30 Mei 2008 dengan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hasilnya, empat Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen (PFPD) Ditjen Bea dan Cukai tertangkap basah menerima suap. Mereka dikenai hukuman disiplin berat dan dituntut hukuman pidana. Buntutnya, semua pegawai di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Priok diganti (Kompas, 14/5/2010).
Sri Mulyani juga melanjutkan reformasi pajak dengan mengeluarkan kebijakan Reinventing Policy pada 2015. Selanjutnya, pada 2016-2017, pemerintah menggelar pengampunan pajak. Kebijakan lainnya adalah mereformasi subsidi energi pada 2014. Perubahan ini terbukti memberikan ruang fiskal yang cukup besar untuk pembangunan, khususnya infrastruktur.
Mencintai Tanah Air
Lingkungan keluarga turut membentuk karakter Sri Mulyani. Arsip Kompas, 23 Mei 2010, mengisahkan, Sri Mulyani tumbuh dalam keluarga besar sebagai anak ketujuh dari 10 bersaudara. Ayahnya, (alm) Prof Drs Satmoko, dan ibunya, Prof Dr Retno Sriningsih Satmoko, adalah humanis dan pendidik yang menanamkan nilai-nilai, prinsip, serta etika melalui teladan hidup kepada anak-anaknya.
”Mereka menunjukkan kepada kami afeksi sehingga kami sungguh-sungguh bisa melihat dan merasakannya.” Sejak kecil, ia dididik untuk mencintai Tanah Air ini dengan cara yang khas. ”Kami semua belajar melukis dan membatik.”
Kalau ditanya siapa tokoh yang ia kagumi, jawaban Sri Mulyani tak pernah berubah, ”Orangtua saya. Mereka nasionalis, intelektual, dan konsisten.” Dari kehidupan yang sederhana dan penuh prinsip itu, ke-10 anak pasangan Satmoko meraih gelar sarjana, enam di antaranya doktor dari berbagai bidang ilmu.
Sri Mulyani memandang hidup sebagai kesementaraan. ”Saya ingin melakukan sesuatu yang terbaik agar menjadi legacy. Kepuasan saya bukan uang atau perhiasan. Hal-hal yang sifatnya imaterial dan intangible terasa lebih bermakna, seperti membuat pemerintahan yang baik, struktur birokrasi yang berjalan efektif, dan dihormati,” ujarnya.
Setelah meraih doktor ekonomi di Illinois University, Amerika Serikat (1992), Sri Mulyani lebih banyak larut dalam urusan mengajar serta urusan lembaga penyelidikan ekonomi dan masyarakat FE Universitas Indonesia.
Dari tahun 1998 hingga 2001, Sri Mulyani menjabat sebagai Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, dia diangkat menjadi salah satu anggota Dewan Ekonomi Nasional. Kariernya semakin mendunia dengan ditunjuk menjadi Direktur Eksekutif IMF (2002-2004) untuk mewakili 12 negara Asia Tenggara.
Sri Mulyani kemudian dipercaya bergabung dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas (2004-2005) dan Menteri Keuangan (2005-2009), sekaligus Pelaksana Tugas Menteri Koordinator Perekonomian (2008-2009).
Jabatan Menteri Keuangan kembali dipercayakan Presiden Yudhoyono pada Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014). Namun, jabatan Menkeu berakhir pada Mei 2010. Sri Mulyani kemudian menjalani tugas barunya sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia.
Tantangan
Nama Sri Mulyani tampaknya tidak bisa jauh-jauh dari Lapangan Banteng, Jakarta, Kantor Menteri Keuangan RI. Pada Juli 2016, Sri Mulyani kembali memimpin Kementerian Keuangan setelah dilantik Presiden Jokowi hingga masa kerja Kabinet Kerja berakhir pada 20 Oktober 2019.
Hari ini, sesaat setelah dipanggil Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta (22/10/2019), Sri Mulyani menyampaikan akan tetap menjabat sebagai Menteri Keuangan pada kabinet mendatang. Sederet tantangan masih menanti tangan dinginnya.
Badan Pemeriksa Keuangan menyoroti realisasi subsidi tahun 2018 yang melampaui pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dari hasil audit BPK, realisasi belanja subsidi tahun 2018 sebesar Rp 216 triliun, lebih tinggi ketimbang pagunya yang Rp 156 triliun (Kompas, 29/5/2019).
BPK juga menyoroti beberapa target yang tak tercapai, seperti pertumbuhan ekonomi yang 5,17 persen dari target 5,4 persen dan produksi minyak yang hanya 778.000 barel per hari dari target 800.000 barel per hari. (LITBANG KOMPAS)