Menunggu Partisipasi Aktif Pelaku Industri
Dalam tataran ideal, pelaku industri jadi salah satu pemain utama pelaksanaan sistem vokasi. Namun, masih sedikit perusahaan di Indonesia yang menerapkannya.
Dalam tataran ideal, pelaku industri jadi salah satu pemain utama pelaksanaan sistem vokasi. Industri membantu menyiapkan kurikulum kompetensi hingga instruktur yang memiliki spesialisasi dan dedikasi mengajar.
Mereka juga menyediakan tenaga untuk menilai dan menyupervisi kegiatan. Namun, realitasnya masih sedikit perusahaan di Indonesia yang menerapkannya.
Kebanyakan perusahaan belum sadar. Jika manajemen butuh tenaga terampil dan di organisasi tak cukup, mereka lebih suka membuka lowongan pekerjaan. ”Tren yang berkembang di Indonesia ’bajak-membajak’ tenaga terampil,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit di Jakarta, Senin (21/10/2019).
Di sejumlah negara yang lebih dulu mengimplementasikan sistem vokasi, seperti Jerman, para pelaku industrinya memegang prinsip ideal sistem vokasional. Pabrik jadi lokasi tujuan praktik. Praktisi industri mau terjun mendidik tenaga terampil. Kesadaran ini terutama untuk memenuhi kebutuhan pekerja kompeten bagi organisasinya sendiri sehingga produktivitas kerja terjaga tinggi. Akhirnya, daya saing perekonomian negara naik.
China dan India juga menjalankan sistem vokasional. Menurut Anton, Amerika Serikat belakangan mulai gencar menerapkan sistem vokasi. Pendidikan kejuruan lebih bervariasi diaplikasikan di tingkat sekolah menengah.
McKinsey melalui studi ”The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia Potential” yang dirilis September 2012, pada akhir 2030, Indonesia diprediksi memerlukan 113 juta tenaga kerja berketerampilan dan semiketerampilan.
Pekerja sebanyak itu akan menyokong 5-6 persen pertumbuhan produk domestik bruto. Namun, Indonesia diperkirakan hanya mampu menyediakan 104 juta pekerja.
Saat laporan studi itu dirilis, McKinsey menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di urutan ke-16 terbesar di dunia. Jumlah tenaga kerja berketrampilan dan semiketrampilan baru sekitar 55 juta orang.
Tren digital
Direktur Politeknik Manufaktur Astra (Polman Astra) Tony Harley Silalahi memandang, dinamika industri semakin menantang. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah tren teknologi digital yang berubah cepat.
Untuk menyikapi tren itu, Group Astra mengimplementasikan kurikulum pembelajaran pendidikan tinggi vokasi. Melalui program magang mahasiswa, misalnya. Pada tahun 2019, program magang disebar di 23 perusahaan di bawah group Astra dan satu usaha kecil menengah binaan Yayasan Dharma Bhakti Astra.
Sementara dalam laporan studi State of Southeast Asian Tech Report 2018 yang dikerjakan oleh Monk\'s Hill Ventures dan Slush Singapore, kesenjangan keterampilan selalu menjadi perhatian pelaku industri, khususnya sektor teknologi digital. Ada tiga keterampilan teratas yang jadi ajang berebut, yaitu rekayasa perangkat lunak, pengolahan data, dan manajemen produk.
Pelaku industri Indonesia dikenal sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang ikut dalam persaingan penawaran gaji mahal bagi pekerja kompeten di tiga keterampilan itu. Untuk profesi pengembang perangkat lunak, penawaran rata-rata nilai gaji tertinggi mencapai sekitar 41.344 dollar AS.
Pendiri dan CEO Urbanhire, Benson Engelbert Kawengian menceritakan, pihaknya mempunyai program bernama Urban Next Academy yang diperuntukkan bagi karyawan setiap Jumat sore. Melalui program ini, karyawan akan mendapat pelatihan dan diskusi terkait kompetensi apapun di industri. Harapannya, kemampuan karyawan selalu tumbuh.
Dia mengakui, di industri teknologi digital, khususnya di kalangan perusahaan rintisan, kerap terjadi "bajak-membajak" karyawan terampil. Aksi ini biasanya diikuti dengan penawaran remunerasi tinggi. Akibatnya, rata-rata tingkat perpindahan karyawan berkisar mulai 30 persen.
"Bagi kami, hal terpenting adalah menciptakan lingkungan kerja yang memungkinkan karyawan selalu tumbuh. Peluang naik karir jelas dan setiap pencapaian prestasi dirayakan bersama. Kami memilih tidak ikut dalam \'perang nilai gaji\' dengan perusahaan rintisan teknologi lain, seperti unicorn startup," kata Benson yang ditemui di sela-sela Tech In Asia Conference, beberapa waktu lalu.
Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Bambang Satrio Lelono mengatakan, akar persoalan sekarang yang belum tuntas ditangani sebenarnya adalah link and match suplai-permintaan tenaga kerja.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Februari 2019, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pekerja berlatar belakang pendidikan SMK mencapai 8,63 persen, SMA 6,78 persen, diploma 6,89 persen, dan universitas 6,24 persen.
Pada Februari 2018, TPT pekerja berlatar belakang pendidikan SMK sebesar 8,92 persen, SMA 7,19 persen, diploma 7,92 persen, dan universitas 6,31 persen.
"Kami masih akan fokus membenahi balai-balai latihan kerja (BLK) pada periode 2019 - 2024. Reorientasi kejuruan agar relevan dengan kebutuhan industri di sekitar BLK. Siapapun boleh mendaftar menjadi peserta kelas," ujar dia.
Bambang mengemukakan, Kemnaker juga gencar mendorong berdirinya BLK komunitas demi mencukupi ketersediaan tempat pelatihan di setiap kabupaten/kota. Kendati dikelola komunitas, Kemnaker tetap memantau agar pengelolaan pelatihannya sesuai standar yang dibutuhkan industri.
"Sampai saat ini, masih ada 226 kabupaten/kota tidak mempunyai BLK. Di ibu kota provinsi seperti Manado, misalnya, bahkan belum ada BLK. Idealnya, setiap kabupaten/kota mempunyai tempat latihan. Ketika pekerja mempunyai keterampilan sesuai kebutuhan industri, harapannya serapan tenaga kerja membaik," imbuh dia. (MED)