Netanyahu Menyerah, Kesempatan bagi Gantz Bentuk Pemerintahan
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
TEL AVIV, SELASA — Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali gagal membentuk pemerintahan. Kini, kesempatan terbuka bagi Benny Gantz yang memimpin koalisi Biru Putih.
Kantor Kepresidenan Israel mengumumkan, Netanyahu mengembalikan mandat pembentukan pemerintahan kepada Presiden Israel Reuven Rivlin pada Senin (21/10/2019) malam waktu Tel Aviv atau Selasa dini hari WIB. ”Presiden Rivlin menerima pengumuman PM Benjamin Netanyahu bahwa dia mengembalikan mandat membentuk pemerintahan karena dia tidak mampu melaksanakannya,” demikian pernyataan resmi Kantor Kepresidenan Israel, seperti dikutip media Israel, Yedioth Ahronoth dan Haaretz.
”Berdasarkan ketentuan hukum dasar pemerintah, Direktur Jenderal Beit HaNasi (Kantor Kepresidenan Israel) Harel Tubi akan berbicara dengan semua faksi Knesset (parlemen Israel) bahwa presiden akan mengalihkan mandat secepat mungkin kepada Pemimpin Biru dan Putih, Benny Gantz, serta menyediakan 28 hari kepadanya seperti diatur hukum.”
Dalam pernyataan terpisah, Netanyahu menyatakan sudah bekerja keras selama 26 hari terakhir untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional. Koalisi itu akan menggabungkan koalisi partai agama yang menyokong Partai Likud pimpinan Netanyahu dengan koalisi Biru dan Putih. Walakin, Gantz menolaknya.
”Sejak menerima mandat, saya bekerja keras secara terbuka ataupun di balik layar untuk membentuk pemerintahan nasional bersatu. Hal yang diinginkan rakyat dan dibutuhkan Israel dalam menghadapi tantangan keamanan yang terus meningkat. Saya berusaha mengajak Benny Gantz berunding. Sayangnya, dia menolak begitu saja,” tutur Netanyahu.
Dengan demikian, sudah dua kali Netanyahu gagal membentuk pemerintahan sepanjang 2019. Sementara bagi Gantz, ini kesempatan pertama.
Seperti Netanyahu, Gantz punya maksimal 28 hari—terhitung sejak menerima mandat dari presiden—untuk membentuk pemerintahan. Jika ia gagal, anggota parlemen mana pun akan punya maksimal 21 hari lagi untuk membentuk pemerintahan. Jika kembali gagal, Israel akan menggelar pemilu untuk ketiga kalinya sejak parlemen dibubarkan pada November 2018.
Pembubaran tahun lalu terjadi setelah Netanyahu kehilangan dukungan dari sebagian mitra koalisinya. Pemicu penarikan dukungan itu adalah penolakan ide Avigdor Lieberman, pemimpin Partai Yisrael Beiteinu, dan kala itu Menteri Pertahanan di kabinet Netanyahu, soal wajib militer bagi seluruh warga yang memenuhi syarat. Partai-partai berbasis Yahudi, yang juga berkoalisi dengan Likud, meminta para pelajar kajian Taurat dibebaskan dari kewajiban itu. Perbedaan pendapat itu berujung pada penarikan dukungan Yisrael Beiteinu pada pemerintahan Netanyahu dan Netanyahu kehilangan status dukungan mayoritas.
Netanyahu mencoba mempertahankan kursi lewat dua kali pemilu dan selalu gagal. Lieberman menolak berkoalisi selama agenda liberalnya tidak diterima koalisi konservatif dan ortodoks pimpinan Netanyahu. Ia juga mengisyaratkan keberatan bergabung dengan Gantz yang didukung koalisi partai, termasuk partai berbasis etnis Arab yang menjadi warga Israel.
Meskipun demikian, koalisi Biru dan Putih tetap yakin bisa membentuk pemerintahan liberal dan bersatu di bawah Benny Gantz. ”Hal itu yang dipilih Israel,” demikian pernyataan resmi partai itu.
Sampai sekarang, Gantz disokong 54 dari 120 anggota Knesset. Gantz harus didukung sedikitnya 61 anggota Knesset jika ingin menjadi PM.
”Saya harap ini terakhir kalinya Netanyahu menghasut kebencian terhadap warga Arab,” kata pimpinan koalisi partai Arab, Ayman Odeh.