Cut, cut, Nikmatnya ”Mancucuik” Langkitang di Pantai Padang
Jika Anda ke Pantai Padang di Sumatera Barat, jangan lupa ”mancucuik” langkitang. Mengisap moluska air tawar itu dari cangkangnya yang telah dibumbu gulai akan menghasilkan bunyi ”cut-cut-cut”. Bikin ketagihan.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
Jika ada yang bertanya kuliner khas Padang, kata ”rendang” langsung muncul di kepala. Namun, jika Anda menanyakan itu di obyek wisata Pantai Padang, jawaban ”langkitang” yang bakal terucap.
Langkitang (Melanoides tuberculata) menjadi daya tarik bagi sebagian wisatawan lokal yang berkunjung ke Pantai Padang, Sumatera Barat. Olahan siput air tawar, biasanya dibumbu gulai, itu menjadi kawan kala mengobrol bersama kawan-kawan di bawah payung warna-warni di tepian pantai. Ditemani ombak yang berdebur dan angin yang menderu-deru, mancucuik langkitang sungguh nikmat.
”Memang itu yang kami cari di tepi laut. Langkitang. Enak, murah, bikin ketagihan. Camilan ringan yang seru untuk ngobrol,” kata Nur Syafiqa (20), salah satu wisatawan lokal, Minggu (13/10/2019) sore. Syafiqa berwisata ke Pantai Padang bersama tiga sahabat sealmamaternya di Universitas Negeri Padang.
Wisatawan lokal menyebut kudapan keong air tawar itu dengan tambahan ”cucuik” sehingga menjadi ”langkitang cucuik”. Disebut begitu karena cara memakannya adalah dengan mancucuik atau mengisapnya.
Saat diisap, akan terdengar bunyi ”cut-cut-cut”. Ujung lancip cangkangnya sengaja dipotong untuk sirkulasi udara agar isinya dapat disesap. Bolongan di ujung itu yang memunculkan bunyi ”cut-cut”.
Suara itu yang dirindukan para penggemarnya, selain rasanya yang bikin ketagihan. Tidak hanya karena mulut berhasil mengisap daging keong, tetapi juga sensasi gurih yang terasa dari kuahnya. Satu porsi langkitang yang dimuat dalam piring kecil sepertinya terlalu sedikit bagi yang sudah ketagihan.
Nina Evanofiana (40), wisatawan lainnya yang hadir di Pantai Padang bersama suami dan dua putrinya, juga mengudap dua piring kecil langkitang. Satu dari sekian banyak alasan mereka datang ke pantai adalah langkitang.
Kuahnya enak dan rasa bumbunya pas. (Nina Evanofiana)
”Kami lebih suka langkitang dengan kuah gulai kuning. Makannya selalu duduk di sini (kios langganan). Kuahnya enak dan rasa bumbunya pas,” kata Nina yang sehari-hari bekerja sebagai guru TK. Keluarga ini bahkan punya kios langganan langkitang di salah satu sudut pantai sejak tiga tahun terakhir.
Para pedagang di Pantai Padang memang biasa mengolah langkitang menjadi gulai. Rasanya ada yang netral, ada pula yang pedas, tergantung sang koki meramu bumbu. Pelanggan pun tinggal memilih pedagang mana yang ia suka.
”Bahan dan bumbunya tidak jauh berbeda dari gulai pada umumnya: santan, jahe, bawang merah, bawang putih, kunyit, cabai merah, garam, dan dedaunan, seperti daun kunyit, salam, jeruk, dan serai,” kata Yarmaneli (37), pedagang gulai langkitang yang sudah enam tahun berjualan langkitang di Pantai Padang.
Dua sejoli
Selain langkitang, satu camilan lain yang tidak boleh dilupakan di Pantai Padang adalah pensi (Corbicula moltkiana). Kerang mini yang hidup di air tawar itu ibarat dua sejoli bersama langkitang.
Jika langkitang dijadikan gulai, pensi biasanya diolah menjadi tumisan. Bumbu-bumbunya tidak jauh berbeda dengan sup. Namun, variannya hampir sama dengan langkitang, dari gurih biasa hingga pedas.
Cara mengudap pensi lebih sederhana dibandingkan dengan langkitang. Anda tidak perlu mancucuik pensi dengan mulut. Isi pensi bisa dijumput dengan jari. Apabila tidak ingin melewatkan gurih kuahnya, daging pensi yang putih kecoklatan itu bisa dipungut dengan ujung gigi dan lidah. Memang lebih rumit, tapi sedap.
Meskipun tenar di Pantai Padang, langkitang dan pensi tidak berasal dari Padang. Kedua moluska itu hidup di danau-danau ataupun sungai-sungai di Sumatera Barat. Keduanya ”hijrah” menjadi makanan pantai.
Langkitang dan pensi yang dijual di sepanjang Pantai Padang umumnya dipasok dari Danau Singkarak dan Danau Maninjau. Para pedagang membelinya dari agen di Pasar Pagi Purus, tak jauh dari Pantai Padang.
”Setiap hari saya mengolah 20 liter langkitang dan 15 liter pensi. Kalau musim liburan, seperti Lebaran, biasanya bisa berkali-kali lipat. Bahkan, ada pula yang memesan untuk dibawa ke Jakarta sebagai oleh-oleh,” kata Narlinda (46), pedagang lainnya.
Selain nikmat, langkitang dan pensi juga punya nilai gizi. Hal itu termuat dalam salah satu artikel yang dimuat dalam majalah LIMNOTEK: Perairan Darat Tropis di Indonesia Volume 22, Nomor 2, Desember 2015, terbitan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Dalam artikel berjudul ”Moluska Danau Maninjau: Kandungan Nutrisi dan Potensi Ekonomisnya”, peneliti Livia Rosilla Tanjung menyebutkan, kandungan protein langkitang sekitar 10 persen dari berat basahnya. Sementara kandungan protein pensi sekitar 9 persen dari berat basahnya.
Keduanya juga sama-sama mengandung asam amino esensial lengkap. Kekurangan asam amino esensial dapat memicu berbagai masalah kesehatan, seperti tekanan darah rendah, gangguan pencernaan, gangguan fungsi otak, busung lapar, serta terhambatnya pertumbuhan dan regenerasi jaringan otot.
Nutrisi yang nikmat itu kini memang menjadi daya tarik wisatawan ke Pantai Padang. Apalagi, harganya sangat terjangkau. Satu porsi langkitang dan pensi dijual Rp 5.000.
Jadi, jika berkunjung ke Pantai Padang, jangan lupa mencoba langkitang, juga pensi. Dipastikan tidak akan melupakan rasa dan sensasi sesapannya, ”Cut-cut-cut”.