JAKARTA, KOMPAS — Ribuan orang mengungsi akibat angin kencang disertai debu di beberapa daerah sejak Sabtu (19/10/2019) hingga Senin. Di Kota Batu, Jawa Timur, 1.182 warga dari 4 dusun di Desa Sumberbrantas, Kecamatan Bumiaji, mengungsi. Sebanyak 400 warga dari 12 desa di 5 kecamatan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, juga mengungsi.
Kecepatan angin 50 kilometer per jam juga mengganggu helikopter yang akan memadamkan api di Gunung Arjuna. Angin kencang juga melanda lereng Gunung Merapi di Yogyakarta, yang membuat wisatawan mengenakan masker untuk melindungi wajah. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Batu, hingga Senin pukul 13.00, ada 1.182 pengungsi di tujuh titik, antara lain di Balai Desa Punten, Posko BPBD Batu, dan Rumah Dinas Wali Kota Batu. Satu warga Bumiaji meninggal tertimpa pohon.
Sementara itu, ratusan orang sempat dapat layanan kesehatan di pengungsian. Mayoritas infeksi saluran napas dan iritasi mata. Belum ada jumlah pasti bangunan rusak akibat angin. ”Bukan hanya angin kencang, melainkan debu,” kata Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko. Senin kemarin, kecepatan angin berkurang. Namun, pengungsi baru masih berdatangan.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di pengungsian mengatakan, ia memastikan tiga infrastruktur dasar masyarakat berjalan, yakni pendidikan, kesehatan, dan layanan ibadah. Kondisi fasilitas ibadah dan layanan kesehatan baik. ”Gedung SMP ada yang butuh rekonstruksi. Mudah-mudahan satu minggu saja siswa belajar di luar kelas,” katanya.
Di tempat terpisah, Bupati Magelang Zaenal Arifin mengatakan, pemkab menetapkan status darurat bencana angin kencang sejak Senin. ”Terhitung sejak hari ini (Senin) hingga Rabu (23/10/2019), kami akan melakukan penanganan darurat, termasuk mencukupi kebutuhan pengungsi,” ujarnya.
Gunung Arjuna
Hingga beberapa hari ke depan, angin kencang di lereng Gunung Arjuna, Jatim, diperkirakan masih ada. Kewaspadaan tinggi terkait penanganan kebakaran lereng di sana. Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Jatim Satrio Nurseno mengatakan, helikopter sempat terbang dan mengambil air di Waduk Selorejo untuk pembasahan. Namun, karena cuaca, akhirnya air dibuang lagi.
”Kecepatan normal angin 20 kilometer per jam, tetapi hari ini 50 km per jam. Tidak aman lagi untuk terbang,” kata Satrio. Ia belum tahu sampai kapan helikopter siaga memadamkan kebakaran lahan di Arjuna.
Di Yogyakarta, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyatakan, angin kencang di lereng Merapi beberapa hari terakhir tak terkait aktivitas vulkanik. Itu beda dengan penjelasan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. ”Tak ada kaitannya dan tidak berpengaruh pada aktivitas Gunung Merapi,” kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida.
Di Bandung, Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung Tony Agus Wijaya menyatakan potensi angin kencang hingga pergantian musim awal November 2019. Angin di Bandung dipengaruhi topan Neoguri di Samudra Pasifik sisi timur Laut Filipina dan Siklon Bualoi di timur Filipina. Keduanya menjauhi Indonesia. ”Tetap saja berdampak pada kecepatan angin di selatan Papua hingga Laut Jawa, termasuk Jabar,” ujarnya. (WER/EGI/HRS/NCA/RTG)