Kebakaran hutan dan lahan masih berlangsung di beberapa wilayah. Pemadaman terus dilakukan. Upaya pencegahan harus diprioritaskan agar kebakaran tidak makin meluas.
JAMBI, KOMPAS — Kebakaran hutan dan lahan serta bencana kabut asap masih berpotensi terjadi di Jambi meski hujan turun dalam tiga hari terakhir. Status siaga darurat bencana pun diperpanjang.
Gubernur Jambi Fachrori Umar memperpanjang status siaga darurat, yang sedianya berakhir pada 19 Oktober 2019 menjadi berakhir pada 10 November 2019. ”Ini bentuk antisipasi dan kesigapan daerah menghadapi kebakaran lahan,” kata Fachrori, Senin (21/10/2019).
Kabut asap kembali menyelimuti Kota Jambi, Senin pagi. Sejak pukul 08.30, konsentrasi partikel debu PM 2,5 yang sebelumnya pada level 129 atau tidak sehat naik menjadi level 385 atau berbahaya. Konsentrasi partikel debu dinyatakan berbahaya jika melewati 250.
Komandan Satuan Tugas Gabungan Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Jambi Kolonel Arh Elphis Rudy mengatakan, asap diduga kiriman dari kebakaran di wilayah Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Dari citra satelit terekam sejumlah titik panas di wilayah Jambi, antara lain di Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, dan Sadu di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Pemadaman darat di Kumpeh terus dilakukan untuk mendinginkan gambut, sedangkan pemadaman udara difokuskan di Sadu.
Ancam konservasi
Kebakaran lahan di Sumsel meluas hingga mengancam kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan dan Taman Nasional Sembilang. Kebakaran di suaka margasatwa menghanguskan lahan seluas 24.000 hektar, sedangkan di Taman Nasional Sembilang 15.000 hektar. Kebakaran ditengarai akibat aktivitas masyarakat yang tinggal di dalamnya.
”Tim memadamkan api agar tidak meluas,” kata Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ansori. Hingga 15 Oktober 2019, lahan di Sumsel yang terbakar seluas 174.528 hektar.
Kebakaran hutan juga terjadi di Papua dan Nusa Tenggara Timur. Kemarin terpantau 98 titik panas di wilayah selatan Papua serta 148 titik panas di NTT. Kepala BPBD Papua Welliam Manderi mengatakan, pemerintah daerah bersama aparat keamanan mengimbau warga agar tidak membakar lahan.
Di Jakarta, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles Brotestes Panjaitan mengatakan, kebakaran hutan dan lahan tahun ini memuncak pada September. Sepanjang bulan itu, jumlah total titik panas tercatat 16.429 titik, melonjak drastis dari Agustus yang berjumlah 3.839 titik.
Areal hutan dan lahan di Indonesia yang terbakar tahun ini lebih luas daripada tahun lalu. Kejadian tersebut dipicu faktor alam dan juga faktor manusia. Antara lain adanya El Nino, yaitu kondisi kering dan berkurangnya curah hujan, adanya pergerakan arus panas dari Australia ke Asia, termasuk ke Indonesia, serta cara membersihkan lahan dengan membakar yang masih terus dilakukan. Untuk itu, pencegahan harus lebih diprioritaskan. (ITA/RAM/FLO/KOR/JUM)