Habitat Rusak, Sejumlah Satwa Berpindah dari Gunung Ijen
Kebakaran di Pegunungan Ijen turut merusak habitat satwa yang tinggal di kawasan itu. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Resort Taman Wisata Ijen memantau ada perpindahan satwa akibat kebakaran tersebut.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS – Kebakaran di Pegunungan Ijen turut merusak habitat satwa yang tinggal di kawasan itu. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Resort Taman Wisata Ijen memantau ada perpindahan satwa akibat kebakaran tersebut.
Hingga Selasa (22/10/2019) sore, sejumlah lahan dan hutan di Gunung Ranti, Gunung Widodaren, Gunung Merapi Ungup-Ungup, dan Gunung Ijen masih terbakar. Gunung-gunung tersebut berada dalam satu gugusan yang terletak di perbatasan Banyuwangi dan Bondowoso.
Pantauan Kompas dari Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Banyuwangi, kepulan asap tebal masih tampak dari Gunung Merapi Ungup-Ungup dan Gunung Ranti. Bahkan beberapa kali bara api menyala dan terlihat lidah-lidah api yang sangat besar.
“Sejak jam 06.00 tadi pagi (Selasa) api di kawasan TWA Kawah Ijen sebenarnya sudah terpantau padam. Api di Gunung Ijen mulai bergeser ke arah timur-utara," ujar Kepala Resort Taman Wisata Alam Kawah Ijen Balai Konservasi Sumber Daya Alam Banyuwangi Sigit Haribowo.
Pergerakan api mengarah ke Perkebunan Pasewaran di Kecamatan Wongsorejo dan Kecamatan Kalipuro.
BKSDA Banyuwangi mendapati sejumlah satwa berpindah tempat akibat kkebakaran hutan di Gunung Ijen. Satwa-satwa tersebut antara lain aneka burung hingga hewan buas dari keluarga kucing besar.
Sigit mengatakan, satwa-satwa tersebut berpindah untuk mencari habitat baru ke daerah yang lebih dingin. Perpindahan tersebut diperkirakan bisa mencapai radius 5 km.
“Dari pantauan kami, ada kelompok burung kacamata (Zosteropidae), Kijang (Muntiacus muntjak), Macan Tutul (Panthera pardus), Macan Kumbang (Panthera pardus melas). Beberapa satwa terlihat melintas di Pos Bunder. Mereka mengarah ke daerah Erek-Erek atau Gantasan,” ujar Sigit.
Di sisi lain, kebakaran justru berdampak baik bagi penyebaran bibit Cemara Gunung (Casuarina equisetifolia). Menurut Sigit, cemara gunung memang harus terbakar agar bijinya pecah dan menyebar hingga akhirnya tumbuh beberapa cemara gunung baru.
Kebakaran lahan di Ijen, lanjut Sigit, biasa terbakar setahun sekali. Namun, biasanya kebakaran tersebut dalam sekala kecil dan terkendali.
“Dalam tiga tahun terakhir, tidak ada kebakaran lahan. Sekalinya ada kebakaran tahun ini, kondisinya tidak terkendali karena diiringi dengan angin kencang,” ujarnya.
Dalam tiga tahun terakhir, tidak ada kebakaran lahan. Sekalinya ada kebakaran tahun ini, kondisinya tidak terkendali karena diiringi dengan angin kencang
Petambang Belerang
Selain merusak habitat satwa, kebakaran juga membuat para petambang belerang tak bisa bekerja karena Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur menutup jalur pendakian bagi wisatawan dan petambang.
“Sejak tidak bisa menambang saya hanya sibuk ngarit (mencari rumput) untuk sapi di rumah. Kadang siang hari atau sore ke sini (Gunung Ijen) untuk lihat kondisi, bertemu teman dan mengambil bangkai troli (kereta untuk menangkut belerang),” ujar seorang penambang belerang Matrawi.
Matrawi menuturkan dalam sehari, rata-rata ia bisa mengantongi Rp 200.000 dari hasil menambang belerang. Namun, sudah sejak Sabtu (19/10/2019) hingga Selasa (20/10/2019) Matrawi tidak menambang belerang.
Sedikitnya ada 114 penambang lain yang bernasib sama dengan Matrawi. Hal itu berdampak pada pasokan belerang ke PT Candi Ngirimbi sebagai pengepul belerang hasil tambang di Kawah Gunung Ijen. Dalam satu tahun terakhir PT Candi Ngrimbi menjual belerang untuk memenuhi kebutuhan industri gula.
Di Gudang PT Candi Ngirimbi Unit 1 Banyuwangi, tak tampak aktifitas para pekerja. Padahal biasanya ada 10 orang pekerja yang bertugas untuk bongkar muat belerang dan mengemas belerang.
“Biasanya per hari ada 5 ton hingga 6 ton belerang hasil para penambang yang dikirim ke gudang ini. Tetapi sejak jalur pendakian ditutup akibat kebakaran, tidak ada satu kilogram pun belerang yang masuk,” ujar Pimpinan Unit 1 PT Candi Ngrimbi Banyuwangi Cung Lianto.
Kondisi ini perlahan merugikan perusahaan karena tak ada belerang yang dijual, padahal perusahaan tetap harus membayar pegawai bidang administrasi yang masih bekerja dan mendapat gaji bulanan.
Cung berharap, kebakaran segera padam sehingga aktivitas tambang bisa kembali berjalan normal.