Jalan Panjang Wujudkan Sungai di Jakarta Bebas Sampah
Membersihkan sampah di aliran sungai di Jakarta bukan hal yang mudah. Meski berkali-kali dibersihkan, sampah bisa menutup badan sungai dalam hitungan jam saja.
Oleh
Aguido Adri dan Stefanus Ato
·5 menit baca
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih memiki pekerjaan rumah menyelesaikan masalah sampah di Jakarta. Meski sebagian sungai di Jakarta terlihat bersih, penumpukan sampah di aliran sungai masih terus membayangi.
Pemerintah bukan tanpa upaya. Setiap hari, petugas Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Badan Air selalu siaga membersihkan kali-kali di Jakarta yang penuh sampah. Tidak jarang, beberapa jam setelah pembersihan, sampah kembali memenuhi badan sungai, sebagaimana terlihat di Kali Cideng. Selama sepekan terakhir, warga meributkan tumpukan sampah di aliran air itu.
Pada Selasa (22/10/2019) sore, Kali Cideng, Tanah Abang, Jakarta Pusat, tampak bersih dari sampah. Beberapa petugas baru saja selesai membersihkan sampah-sampah yang mengambang di kali yang berwarna hitam dan bergelumbung putih tersebut.
Hadi (30), salah satu warga yang tinggal di sekitar Kali Cideng, mengatakan, Kali Cideng sempat dipenuhi sampah pada Kamis, (17/10/2019) dini hari. Sampah itu mengambang di Kali Cideng setelah hujan mengguyur Jakarta pada Rabu (16/10) malam. ”Sampah dari perumahan. Rumah-rumah di sini, kan, saluran pembuangannya ke Kali Cideng. Jadi, saat hujan besar, sampah yang menumpuk di gorong-gorong itu mengalir ke sini,” katanya.
Menurut Hadi, selama ini sampah di Kali Cideng setiap pagi memang sering terlihat mengambang di Kali Cideng. Namun, volumenya tidak begitu banyak seperti yang terjadi pada 17 Oktober 2019.
”Biasanya ada, tapi tidak banyak. Petugas di sini juga setiap pagi sekitar jam enam atau tujuh sudah ada di lokasi untuk membersihkan sampah,” katanya.
Meski kali itu kerap dibersihkan kembali bersih, jika ditelusuri, kali itu memiliki riwayat panjang terkait pencemaran sampah. Jika menilik sejarah, persoalan sampah di Kali Cideng sudah terjadi sejak tahun 1960-an. Dari catatan Kompas, pada 4 April 2019, kondisi Kali Cideng pada tahun 1960-an sudah buruk. Banyak rumah gubuk yang menjorok, bahkan menggantung, di tengah kali. Rumah-rumah itu berderet tak teratur.
Saat itu ada sebagian warga yang membuang tumpukan tanah, pasir, dan batu yang kemudian pinggirannya diturap papan. Di atas ”daratan baru” itu, warga kemudian membangun rumah.
Mereka tak peduli lebar sungai menjadi menyempit. Selain di Kali Cideng, kondisi serupa juga terlihat di Kali Krukut. Akibatnya, lebar Kali Krukut yang awalnya 6 meter menjadi tinggal 2 meter. Tak heran jika kemudian sungai-sungai di Jakarta menyebabkan banjir.
Untuk mengatasi masalah penyempitan itu, pada tahun 1965 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membentuk sebuah badan bernama Komando Proyek (Kopro) Banjir yang diawasi langsung oleh presiden. Kopro Banjir bertugas untuk membuat waduk, mengeruk dan melebarkan sungai, serta membangun mesin pompa pengendali banjir. Salah satu sungai yang dilebarkan saat itu termasuk Kali Cideng, Kali Krukut, dan Kanal Banjir.
Namun, saat itu persoalan di Kali Cideng bukan hanya soal penyempitan. Sebab, kali itu juga mengeluarkan bau yang menyengat dan tidak sedap. Bau itu diduga berasal dari levertran (minyak ikan).
Pada tahun 1975, Pusat Penelitian Masalah Perkotaan dan Lingkungan (PPMPL) DKI Jakarta juga pernah melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan Kali Cideng pada masa itu tergolong kali yang tercemar paling berat selain Kali Ciliwung dan Kali Krukut. Sekitar 76,4 persen sumber pencemaran berasal dari limbah rumah tangga.
PPMPL kemudian merekomendasikan perbaikan kondisi air kali dengan penggelontoran atau pengenceran air sungai, pengerukan, larangan membuang sampah, dan memindahkan lokasi industri yang berada di sekitar kawasan sungai.
Proyek penataan sungai di Jakarta selalu menjadi perhatian publik. Salah satunya penataan Kali Cideng yang kembali serius dilakukan di era Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan dilanjutkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Catatan Kompas (16/6/2014) menyebutkan, pada semester II-2014, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memprioritaskan pembangunan infrastruktur salah satunya berupa pengerukan waduk, situ, dan sungai.
Ajak warga peduli sungai
Untuk memunculkan kesadaran warga, Pemprov DKI Jakarta membuat program Aksi Kebersihan Minggu Pagi (AKMP). Di sejumlah wilayah administrasi Jakarta, AKMP sudah berjalan, seperti di Jakarta Timur.
Wali Kota Jakarta Timur M Anwar menuturkan, kegiatan tersebut guna memancing kesadaran masyarakat dalam mewujudkan hidup bersih dan sehat. Aksi kebersihan difokuskan membersihkan sampah dan mengeruk sedimen saluran penghubung (Phb) di Pintu 2 Mabes AL menuju aliran Kali Sunter yang kerap terjadi genangan saat musim hujan.
Ia menegaskan agar seluruh warga menjaga kebersihan lingkungan sekitar, terutama membuang sampah pada tempatnya. Tidak hanya itu saja, guna mengantisipasi banjir, Pemkot Jakarta Timur mengecek kesiapan Rumah Pompa Kebon Nanas, Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara; Rumah Pompa Berantas, Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Makasar; dan Rumah Pompa di kawasan Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara. ”Sesuai dengan arahan Pak Gubernur untuk memastikan semua pompa berfungsi dengan baik. Kalau tidak berfungsi, apa penyebabnya dan segera diperbaiki. Tentunya kita cek semua,” kata Anwar.
Ia melanjutkan, di rumah pompa di kawasan Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, terdapat lima rumah pompa dan ditemukan satu pompa yang rusak. Satu pompa yang mesinnya rusak tidak memungkinkan untuk menyedot air. Ia meminta Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Timur untuk segera memperbaiki.
Menurut dia, rumah pompa memiliki peran sebagai pengendali broyong. Untuk itu, dari 30 rumah pompa di Jakarta Timur akan dipastikan dalam kondisi baik sehingga diharapkan menjelang musim hujan genangan dan banjir bisa diantisipasi.
”Selain memperhatikan pompa air, perlu diperhatikan tumpukan sampah juga. Masih ditemukan sampah dan ini harus dibersihkan agar tidak ada penyumbatan nantinya,” tutur Anwar.
Menurut Anwar, peran dan kolaborasi warga juga diperlukan untuk menjaga kebersihan sungai dengan tidak membuang sampah sembarangan.
”Pemerintah akan terus berupaya melakukan berbagai pencegahan. Namun, peran aktif seluruh masyarakat termasuk semua jajaran pemerintahan harus terlibat dalam menjaga kebersihan lingkungan sungai,” ujarnya.