Sejak era Reformasi hingga Kabinet Indonesia Maju yang dilantik Presiden Joko Widodo, Rabu (23/10/2019), setidaknya sudah 26 orang perempuan yang menjabat menteri. Keberadaan menteri perempuan ini berdasarkan data pelantikan kabinet di periode awal pemerintahan. Jika dirata-rata dengan jumlah presiden, sebanyak 4 posisi menteri dijabat perempuan di setiap pemerintahan.
Akan tetapi, dalam kenyataannya, jumlah ini berbeda-beda di setiap era kepemimpinan presiden. Namun, ada jabatan menteri yang selalu ada dan diisi perempuan, yaitu Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. Dalam Kabinet Persatuan Nasional di era Presiden Abdurrahman Wahid, jabatan ini diisi Khofifah Indar Parawansa.
Selain Khofifah, ada satu perempuan juga di kabinet Gus Dur. Menteri tersebut adalah Menteri Pemukiman dan Pengembangan Wilayah, Erna Witoelar. Di Kabinet Gotong Royong di era Presiden Megawati Soekarnoputri juga ada dua perempuan di pemerintahan.
Satu jabatan adalah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang dijabat Sri Redjeki Sumaryoto. Satu srikandi lainnya di kabinet Megawati adalah Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soewarno.
Pada era Kabinet Indonesia Bersatu I tahun 2004, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melipatgandakan jumlah menteri perempuan. Jika pada Kabinet Persatuan Nasional dan Kabinet Gotong Royong hanya diisi dua menteri perempuan, Presiden SBY melantik empat perempuan di periode awal kabinetnya.
Mereka adalah Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati, dan tentu saja Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta.
Di masa pemerintahan kedua, Presiden SBY menambah jumlah perempuan di kabinetnya menjadi lima orang. Kelimanya menduduki posisi-posisi strategis dalam Kabinet Indonesia Bersatu II.
Mereka adalah Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan), Mari Elka Pangestu (Menteri Perdagangan), Armida Alisjahbana (Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas), Endang Rahayu Sedyaningsih (Menteri Kesehatan), dan Linda Agum Gumelar (Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak).
Jumlah perempuan dalam kabinet makin bertambah di era Presiden Joko Widodo. Dari 34 menteri yang dilantik pada 2014, sebanyak delapan orang di antaranya adalah perempuan. Jokowi menjadi presiden yang memberikan porsi terbesar di kabinet untuk perempuan sejak Reformasi.
Kedelapan perempuan tersebut adalah Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri BUMN Rini Soemarno, serta Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya.
Namun, pada periode kedua pemerintahannya, Presiden Jokowi hanya melantik lima orang menteri perempuan. Jumlah ini berkurang dari periode sebelumnya. Mereka adalah Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, serta I Gusti Ayu Bintang Puspayoga sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Melihat keterlibatan perempuan dalam kabinet, wacana yang muncul seharusnya bukan hanya perdebatan tentang banyak atau sedikitnya perempuan yang menjabat menteri. Utamanya, keterlibatan itu harus bisa menunjukkan kualitas dan kontribusi nyata bagi masyarakat luas.
Kehadiran perempuan dalam kabinet semakin membuka peluang bagi perempuan untuk mewarnai dinamika politik suatu bangsa. Kontribusi mereka turut dinanti untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Salah satu indikator yang bisa dituju adalah target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), yaitu mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesehatan perempuan dengan menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Dengan demikian, hadirnya perempuan dalam kabinet menjadi penanda sesungguhnya kemajuan pembangunan bangsa. (LITBANG KOMPAS)