Menanti Terobosan Mahfud, Pemimpin Sipil Pertama di Kemenko Polhukam
Mahfud MD menjadi pejabat sipil pertama yang memimpin Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Masyarakat menanti terobosan Mahfud dalam mengoordinasikan kementerian dan lembaga di bidang polhukam.
JAKARTA, KOMPAS — Mahfud MD menjadi pejabat sipil pertama yang memimpin Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Masyarakat menanti terobosan Mahfud dalam mengoordinasikan kementerian dan lembaga di bidang politik, hukum, dan keamanan.
Di pundak Mahfud diletakkan harapan agar masalah yang selama ini stagnan, seperti penanganan dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu, bisa mengalami kemajuan.
Mahfud dalam acara serah terima jabatan dengan pendahulunya, Wiranto, Rabu (23/10/2019), mengatakan, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono memberinya selamat sebagai orang sipil pertama yang terpilih memimpin Kemenko Polhukam.
Baca juga : Profil Mahfud MD, Orang Pertama yang Dipanggil Jokowi
Berdiri sejak tahun 1978, Kemenko Polhukam selalu dipimpin militer. Sejumlah jenderal terkenal pernah mengisi pos ini, antara lain Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar, Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono, Jenderal TNI Luhut Binsar Pandjaitan, dan Jenderal TNI (Purn) Wiranto.
Hal yang dibahas antara lain soal deradikalisasi, separatisme, dan dugaan pelanggaran HAM.
Mahfud menyatakan, dirinya sudah punya bekal untuk memimpin kementerian ini. Dia pernah menjabat sebagai menteri pertahanan di era pemerintahan Abdurrahman Wahid. Waktu itu, ia juga menggantikan Wiranto.
Soal deradikalisasi
Selain itu, Mahfud juga mengajar di bidang hukum. Dalam pertemuan yang berlangsung hampir satu jam, Mahfud menjelaskan sejumlah progres kerja kementerian oleh Wiranto. Hal yang dibahas antara lain soal deradikalisasi, separatisme, dan dugaan pelanggaran HAM.
Baca juga : Mahfud Ingatkan Masih Ada Ancaman Ideologi dan Separatisme
Dalam seminggu ini, Mahfud akan berdiskusi dengan pejabat-pejabat utama di Kemenko Polhukam. Ia akan mendengar dan berdiskusi tentang tugas dan fungsi masing-masing.
”Kami akan samakan ritme, mau ke mana kita, melihat pandangan, konsepsi, keinginan, dan potensi yang dimiliki untuk kemudian dicocokkan dengan pikiran saya,” katanya.
Wiranto menjelaskan, kunci mengelola kestabilan politik, hukum, dan keamanan adalah dengan menjalin koordinasi dengan semua kementerian terkait. Dia menyatakan, selama ini koordinasi berlangsung dengan baik.
Hal tersebut, lanjut Wiranto, bisa dilihat dalam cara penanganan sejumlah peristiwa sosial politik pada beberapa tahun terakhir. Kemenko Polhukam turut menangani Aksi 212 dan 411, insiden di Markas Komando Brigade Mobil, serta kerusuhan 21-22 Mei. ”Alhamdulillah, bisa diselesaikan dengan baik,” katanya.
Baca juga : Aksi Bela Tauhid 211 Berlangsung Damai
Wiranto meminta semua pejabat di Kemenko Polhukam membantu Mahfud dengan sepenuh hati. Perlakuan terhadap Mahfud harus disamakan dengan terhadap dirinya sewaktu masih menjabat.
”Saya yakin dan percaya, di bawah kepemimpinan beliau, Indonesia akan lebih stabil dan lebih baik,” ucapnya.
Mengubah citra militeristik
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor menyatakan, terpilihnya Mahfud akan mengubah citra Kemenko Polhukam yang terkesan militeristik. Harapannya, Mahfud bisa menjalankan fungsi koordinasi dengan kementerian terkait.
Terpilihnya Mahfud akan mengubah citra Kemenko Polhukam yang terkesan militeristik.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2015, Kemenko Polhukam bertugas menyelenggarakan koordinasi sinkronisasi dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan. Dalam Pasal 5, Kemenko Polhukam mengoordinasikan 11 kementerian dan lembaga, antara lain Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung, BIN, TNI, dan Polri.
Baca juga : Menko Polhukam Harapkan Masyarakat Kebal Isu Disintegrasi
Menurut Firman, fungsi koordinasi antarlembaga ini penting agar iklim politik Indonesia stabil dan demokratis. ”Harapannya, Pak Mahfud bisa mengoordinasikan dan mengawal proses implementasinya. Jangan sampai menjadi mentah di level koordinasi,” katanya.
Firman berharap, Mahfud bisa membuat terobosan dengan menyelesaikan masalah yang menjadi perhatian publik, antara lain soal dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu.
”Dia bijaksana, humanistis, dan mau mendengar. Mudah-mudahan ada suatu respons baru dalam penyelesaian masalah HAM sehingga lebih berkeadilan dan sesuai dengan keinginan publik,” ujarnya.
Peneliti senior Imparsial, Anton Ali Abbas, menambahkan, terpilihnya Mahfud merupakan kemajuan bagi otoritas sipil. Mahfud dinilai mempunyai kapasitas yang cukup untuk memimpin kementerian itu.
Akan tetapi, menjalankan fungsi koordinasi sejumlah lembaga membutuhkan kepemimpinan yang punya inisiatif. Butuh terobosan agar sejumlah masalah bisa diselesaikan. Salah satu tugas ke depan adalah menguatkan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Dalam struktur Kompolnas, Menko Polhukam sekaligus menjabat sebagai ketua. Kompolnas yang kuat akan efektif memantau kinerja kepolisian.
Selain itu, Mahfud juga harus membuka ruang dialog dengan kementerian dan instansi lain. Hal ini untuk menyelesaikan masalah multidimensi, seperti HAM dan kerusuhan di Papua beberapa waktu lalu.
Baca juga : Wiranto: TNI/Polri ke Papua Bukan untuk Menembak Rakyat
”Untuk masalah HAM, misalnya, Menko Polhukam harus bisa berdialog dengan berbagai pihak, mencari solusi, menerangkan mana yang akan disampaikan ke publik. Ini penting karena kebijakan politik terkait hal itu diramu di Kemenko Polhukam dulu sebelum disorongkan ke Presiden,” tutur Anton.
Loyal
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo saat menyampaikan daftar nama kabinet mengingatkan bahwa menteri tidak boleh mempunyai visi-misi sendiri. ”Yang ada visi-misi Presiden dan Wakil Presiden,” katanya.
Hal serupa disampaikan Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Kerja Ryamizard Ryacudu kepada bawahannya sebelum berganti tempat dengan Prabowo Subianto. Serah terima jabatan antara Ryamizard dan Prabowo akan dilangsungkan esok hari.
Ryamizard mengingatkan agar pegawai Kementerian Pertahanan tetap loyal kepada pemimpin. Kalau pemimpin bersikap benar dan jujur, pegawai harus setia sampai mati.
Baca juga : Menhan: Tentara Terindikasi Radikal, Pecat!
Menurut Ryamizard, ketika pemimpin tersebut tidak jujur, pegawai harus tetap loyal meskipun tak perlu sampai mati. ”Paling tidak, jangan membantah,” katanya.
Bangsa Indonesia harus bersyukur karena memiliki Pancasila. Dasar negara itu menjadi alat pemersatu bangsa. Di Timur Tengah, konflik antara lain terjadi karena tidak adanya ideologi pemersatu. ”Kita enggak usah ikut yang seperti itu,” lanjut Ryamizard.