Target Penurunan Korban Kecelakaan Lalu Lintas Sulit Tercapai
Korban kecelakaan lalu lintas dari tahun ke tahun terus meningkat. Penambahan angka ini kebanyakan dipicu oleh minimnya kesadaran berkendara yang aman.
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Target pemerintah menurunkan korban kecelakaan lalu lintas tingkat nasional kemungkinan meleset. Sebab pada 2018, jumlah penurunan korban kecelakaan baru sekitar 20 persen dari tahun 2010. Sedangkan target penurunan korban yang diharapkan adalah 50 persen dibanding angka 2010 pada tahun 2020.
Hal itu disampaikan Sekretaris Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Hindro Surahmat saat acara Sharing Session Indonesia Road Safety Award di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2019). "Penurunan angka kecekakaan lalu lintas belum sesuai target. Masih jauh dari target yang ditetapkan sebesar 50 persen," katanya.
Ia menjelaskan, sebagian besar kecelakaan lalu lintas itu disebabkan kesalahan manusia atau human error. Selain itu, sejumlah besar kecelakaan lalu lintas melibatkan kendaraan bermotor roda dua. "Pengguna kendaraan harus sadar mereka rentan kecelaakan dan punya potensi meninggal yang tinggi, terutama bagi pengendara sepeda motor," tambah Hindro.
Baginya, salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam menurunkan jumlah kecelakaan lalu lintas adalah dengan mendorong penggunaan angkutan umum. Saat ini, angkutan umum belum menjadi pilihan populer masyarakat dalam melakukan perjalanannya sehari-hari. Di Jabodetabek misalnya, dari total 88 juta perjalanan sehari, proporsi pengguna angkutan umum diperkirakan hanya dua persen.
"Penggunaan angkutan umum perlu ditingkatkan dan jumlah kendaraan pribadi harus dikendalikan, melalui ganjil genap atau ERP (electronic road pricing). Kalau kendaraan pribadi tidak dikendalikan, masalah (kecelakaan) ini tidak akan selesai," kata Hindro.
Dalam rangka meningkatkan jumlah penumpang angkutan umum, lanjut Hindro, pihaknya mendorong pembangunan infrastruktur yang mempercepat pergerakan angkutan umum. Headway atau waktu tunggu antara dua kereta rel listrik (KRL) yang saat ini selama lima menit atau lebih ke depan ditargetkan hanya tiga menit.
"Target tersebut saat ini belum terwujud salah satunya karena kemacetan lalu lintas di perlintasan sebidang. Selain itu, frekuensi pergerakan kereta perlu ditingkatkan dengan menambah double track (jalur kereta api dengan dua rel). Kalau bisa, headway diperpendek menjadi tiga menit," ujar Hindro.
Kepala sub Direktorat Manajemen Operasional dan Rekayasa Lalu Lintas Direktorat Keamanan dan Keselamatan Korps Lalu Lintas Polri, Komisaris Besar Indra Jafar menambahkan, pentingnya membangun budaya masyarakat yang taat peraturan lalu lintas di jalan. Jumlah total kecelakaan lalu lintas (yang mengakibatkan kematian dan tidak) secara nasional terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada 2018, jumlahnya sebesar 107.000 ribu atau naik dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 103.000. "Jumlah pelanggaran sementara itu mencapai jutaan. Masyarakat perlu terus dididik, sehingga taat pada peraturan lalu lintas. Rambu dan marka di jalan itu perlu dipatuhi, dan bukan hiasan," kata Indra.
Pengamat Transportasi serta Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas berharap, selain angkutan umum, penggunaan kendaraan ramah lingkungan, seperti sepeda, dapat terus dikembangkan. Sebab, jumlah kecelakaan yang melibatkan kendaraan tidak bermotor itu rendah. "Pergerakan cerdas tidak harus canggih. Sepeda juga termasuk smart mobility dan merupakan transportasi yang sehat untuk masyarakat," ujar Darmaningtyas.