Kayu-kayu ilegal dari kawasan hutan negara di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, berulang kali lolos diangkut menuju industri pengolahan kayu. Pengiriman diduga menggunakan dokumen tidak resmi. Kayu bahkan diekspor.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
JAMBI, KOMPAS—Kayu-kayu ilegal dari kawasan hutan negara di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, berulang kali lolos diangkut menuju industri pengolahan kayu. Pengiriman diduga menggunakan dokumen tidak resmi. Hasil pembalakan liar dari hutan itu bahkan diindikasikan diekspor sampai ke Singapura.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Muaro Jambi Ajun Komisaris George Pakke menjelaskan, fakta itu terungkap dari serangkaian operasi dan pemeriksaan saksi maupun tersangka yang terlibat pembalakan liar. Pengangkutan kayu dari kawasan hutan menuju PT TNI, industri triplek di Kasang Pudak, Muaro Jambi itu, tak dilengkapi dokumen resmi.
“Pengangkutannya hanya bermodalkan surat bertuliskan tangan yang berisi daftar pengiriman kayu dengan tujuan PT TNI. Dokumen seperti ini tidak dapat diverifikasi,” ujarnya, dalam jumpa pers di markas Kepolisian Daerah Jambi, Kamis (24/10/2019).
Sesuai aturan, hasil kayu dari kawasan hutan wajib terlebih dahulu diinput datanya lewat Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) Online. Dari situlah keluar dokumen angkut berupa surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH).
Penjelasan ini terkait penangkapan terhadap bos kayu ilegal berinisial Rp alias Ap (50) pada Selasa (22/10/2019) sore, sebagaimana diberitakan Kompas, Rabu (23/10/2019).
Menurutnya, sopir pengangkut kayu ilegal telah mengakui berulang kali mengantar kayu menuju PT TNI, industri yang menampung kayu hasil curian dari hutan itu. PT TNI merupakan perusahaan milik Rp.
Rp juga diketahui sebagai pemegang konsesi hak pengusahaan hutan (HPH) PT PBP yang menjadi lokasi pembalakan liar. Rp merangkap kontraktor pengangkutan kayu dari konsesi PT PDI, kawasan HPH yang bersebelahan dengan PT PBP. Aliran kayu dari PT PDI memanfaatkan kanal PT PBP yang sejak 2016 dibekukan izinnya oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Ini (Rp alias AP) memang orang besar. Tapi tidak ada orang yang dapat kebal hukum,” ujar Thein Tabero, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi.
Thein menjelaskan, rangkaian pengecekan lapangan dan operasi dilakukan setelah muncul foto berita di Harian Kompas pada (9/10/2019). Foto itu memuat pelangsiran kayu hasil pembalakan liar dalam konsesi PT PBP masih marak. Hasil kayu dilangsir melewati kanal perusahaan saat kebakaran luas telah menghanguskan kawasan hutan itu.
Pada hari itu juga, lanjut Thein, aparat bergerak mengecek lokasi. Pada pukul 23.00, petugas mendapati sebuah truk mengangkut 58 batang kayu bulat jenis meranti dan rimba lainnya. Ada pula alat berat milik PT TNI. Dua jam kemudian, polisi juga mendapati sebuah truk lainnya mengangkut 13 batang kayu bulat camburan.
Dari pemeriksaan, sopir mengakui kayu-kayu itu berasal dari tempat penimbunan kayu (logpond) PT PBP, untuk dibawa menuju PT TNI dan sebuah industri lainnya di Kecamatan Jambi Luar Kota. Pemilik industri itu, HD, masih dalam pengejaran petugas.
Indikasi diekspor
Kepala Sub Direktorat Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Besar Irsan, mengindikasikan kayu-kayu ilegal itu diekspor ke Singapura. Namun, bagaimana praktik itu berjalan, masih didalami.
Kayu-kayu ilegal itu diekspor ke Singapura. (Kombes Irsan)
Dari tindakannya, pelaku dijerat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 88 ayat 1 dan ayat 2. Bunyinya, perseorangan ataupun korporasi yang mengangkut kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan dapat.
Pelaku dapat dipidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun serta denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar. Untuk korporasi, dapat dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling sedikit Rp 5 miliar dan paling banyak Rp 15 miliar.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Ahmad Bestari mengatakan usaha pengolahan kayu yang dikuasai Rp selama ini tidak diketahui pihaknya. “Kami tidak tahu kalau ada industri dengan nama itu,” katanya.
Secara resmi, pihaknya pun telah menyampaikan surat kepada penyidik yang menjelaskan bahwa dishut tidak pernah mengeluarkan surat rekomedasi terkait proses perizinan PT TNI.
Pihaknya mengapresiasi upaya aparat kepolisian mengungkap pembalakan liar tersebut. Pihaknya akan mendukung data-data terkait jika dibutuhkan.
Namun, terkait maraknya pembalakan liar dalam kawasan PT PBP dan PT PDI, diakui belum ada langkah pencabutan izin konsesi kedua kawasan hak pengusahaan hutan tersebut. “Sampai sekarang juga belum ada arahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ujarnya.