Kemampuan Jokowi Kelola Kabinet Diuji
Kabinet Indonesia Maju yang baru saja dilantik pada Rabu (23/10/2019) menghadapi tantangan yang lebih berat dibandingkan periode sebelumnya.
JAKARTA, KOMPAS — Kabinet Indonesia Maju yang baru saja dilantik pada Rabu (23/10/2019) menghadapi tantangan yang lebih berat dibandingkan periode sebelumnya. Komposisi kabinet yang akomodatif terhadap berbagai kepentingan politik serta diisi oleh rival politik Presiden itu diharapkan tidak menjadi ganjalan. Kemampuan Jokowi dalam mengelola kabinetnya pun diuji.
Kabinet Indonesia Maju terdiri dari 16 menteri dan anggota yang berasal dari partai politik, serta 18 menteri profesional non-partai politik. Mayoritas dari 16 menteri yang berlatar belakang politisi partai itu juga menjabat sebagai ketua umum dan pengurus di partai masing-masing.
PDI-Perjuangan mendapat jatah terbanyak, yakni empat orang. Mereka adalah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Sosial Juliari Batubara, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Sementara itu, Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa masing-masing mendapat jatah tiga menteri, yaitu Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, serta Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali. Airlangga saat ini menjabat ketua umum partai.
Kader Partai Nasdem yang menduduki jabatan di kabinet adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, serta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Sementara kader Partai Kebangkitan Bangsa yang masuk kabinet adalah Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar.
Partai Gerindra, yang pada periode sebelumnya berada di luar pemerintahan, bergabung dan langsung mendapat dua kursi menteri. Jatah menteri untuk Gerindra adalah Menteri Pertahanan yang langsung dijabat oleh Prabowo Subianto serta Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Prabowo kini menjabat ketua umum partai.
Adapun Partai Persatuan Pembangunan hanya mendapat satu kursi menteri, yaitu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang diampu Suharso Monoarfa, yang saat ini masih menjabat ketua umum partai.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor di Jakarta, Rabu (23/10), mengatakan, para menteri menghadapi tantangan yang lebih sulit ke depan dibandingkan yang dihadapi menteri-menteri Kabinet Kerja di periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi sudah menyatakan lima hal yang akan menjadi fokus pemerintahannya, yaitu membangun kualitas sumber daya manusia, membangun infrastruktur untuk mempermudah akses ke kawasan wisata, memangkas regulasi dan menciptakan omnibus law di bidang lapangan kerja dan pemberdayaan UMKM, meneruskan reformasi birokrasi, serta transformasi ekonomi.
Beberapa kementerian otomatis menjadi kunci, seperti Menteri Perindustrian, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Menteri Koperasi dan UMKM, Menteri Tenaga Kerja, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Melihat postur Kabinet Indonesia Maju yang akomodatif terhadap berbagai kepentingan politik di sekitar Presiden, Firman mengkhawatirkan itu akan berdampak pada efektivitas pemerintahan ke depan. Apalagi, meskipun mayoritas partai berasal dari kalangan profesional, sebagian dari mereka juga terafiliasi dengan partai-partai itu.
Beberapa nama menteri profesional yang diduga terafiliasi dengan partai politik antara lain Jaksa Agung ST Baharudin, yang adalah adik dari politisi PDI-Perjuangan TB Hasanuddin. Selain dia, ada pula Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak IG Ayu Bintang Darmawati. Ia merupakan istri dari mantan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah di periode pertama Jokowi, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, yang adalah kader PDI-P.
Melihat postur Kabinet Indonesia Maju yang akomodatif terhadap berbagai kepentingan politik di sekitar Presiden, Firman mengkhawatirkan itu akan berdampak pada efektivitas pemerintahan ke depan. Apalagi, meskipun mayoritas partai berasal dari kalangan profesional, sebagian dari mereka juga terafiliasi dengan partai-partai itu.
Beberapa kementerian kunci lainnya, tuturnya, juga dijabat oleh menteri-menteri dari kader partai. Kompetensi dan keahlian menteri yang berlatar belakang politisi, ujarnya, tidak diragukan. Namun, kepentingan politik partai di belakang para menteri itu yang perlu diantisipasi agar tidak menjadi ganjalan dalam menjalankan program-program ke depan.
”Efektivitas roda pemerintahan dikhawatirkan bisa terganggu dengan kepentingan-kepentingan politik yang berbeda dari janji-janji kampanye Presiden. Apa yang diinginkan masyarakat berbeda dengan kepentingan elite dan itu bisa tecermin dalam kebijakan pemerintah,” katanya.
Untuk itu, evaluasi kinerja kabinet per 100 hari, menurut Firman, menjadi penentu. Target 100 hari kinerja kabinet tetap diperlukan meskipun kali ini kabinet hanya melanjutkan program-program pemerintahan sebelumnya.
”Harus ada standar evaluasi berjenjang dan kontinu untuk mengontrol kualitas kinerja kabinet. Masa 100 hari pertama tetap memerlukan evaluasi untuk bisa menetapkan target dan mengukur keberhasilan capaian target itu,” tutur Firman.
Secara terpisah, Burhanuddin saat disinggung mengenai penunjukan dirinya yang berkaitan dengan partai politik, mengaku tidak mempermasalahkan anggapan itu. Ia menegaskan, dirinya bukan orang partai sehingga ia akan bekerja tanpa beban dan secara profesional untuk meningkatkan kinerja Kejagung di masa pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin
Demokrat legawa
Partai Demokrat yang resmi tidak masuk dalam pemerintahan Jokowi-Amin akan segera menentukan posisi politiknya untuk lima tahun ke depan. Demokrat menyatakan legawa meski tidak jadi bergabung dalam barisan pemerintahan Jokowi-Amin.
DPP Partai Demokrat, kemarin, mengadakan rapat di kediaman Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Seusai rapat, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan melalui pernyataan pers mengatakan, Demokrat menghormati keputusan politik Presiden Jokowi untuk tidak menyertakan Demokrat dalam jajaran pemerintahannya.
”Terlepas dari komunikasi dan ajakan Presiden Jokowi kepada Partai Demokrat pasca-Pemilu 2019, Demokrat meyakini bahwa keputusan Presiden untuk tidak menyertakan Partai Demokrat memiliki niat dan tujuan yang baik,” tutur Hinca.
Namun, terkait posisi politik Demokrat, itu masih akan ditentukan kemudian. Sikap itu akan disampaikan secara resmi oleh Susilo Bambang Yudhoyono kepada seluruh jajaran partai. Sebelum Yudhoyono menyampaikan pidato politik terkait posisi Partai Demokrat ke depan, para kader partai diminta tidak mengeluarkan sikap dan pernyataan sendiri-sendiri.
”Pada prinsipnya, Demokrat ingin berperan dan berkontribusi agar pemerintahan Presiden Jokowi sukses dalam mengemban amanahnya,” katanya.