Pemerintah Kota Malang mewaspadai munculnya difteri setelah ratusan siswa terindikasi menjadi pembawa kuman difteri. Meski begitu, hingga saat ini belum ada kasus difteri menjangkiti warga Kota Malang.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pemerintah Kota Malang mewaspadai munculnya kasus difteri. Kewaspadaan muncul karena adanya ratusan siswa yang terindikasi menjadi pembawa kuman difteri. Meski begitu, hingga saat ini belum ada kasus difteri yang ditemukan di Malang.
”Hingga kini belum ada kasus difteri di Kota Malang. Kemarin diketahui ada carrier (pembawa) difteri dari hasil pemeriksaan usap (swab) yang dilakukan orangtua dan sekolah dalam rangka preventif atau pencegahan,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Malang dr Husnul Muarif, Kamis (24/10/2019).
Sebelumnya, dikabarkan ada siswa di dua sekolah, yaitu Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Kota Malang dan SMAN 7 Kota Malang, yang mengalami gejala mirip difteri. Dugaan itu diketahui saat ada siswa sakit dan diperiksakan ke rumah sakit.
Dugaan itu kemudian disikapi oleh Dinkes Kota Malang dengan menurunkan tim puskesmas untuk melihat kondisi di sekolah dan melakukan tes usap tenggorokan atau swab. Dari hasil tes usap tenggorokan di sana, ditemukan ratusan orang (siswa dan guru) menjadi pembawa kuman difteri.
Kedua sekolah tersebut menyikapi hal itu dengan berbeda. Satu sekolah memilih langsung mengobati seluruh siswanya yang terindikasi menjadi pembawa kuman bakteri. Adapun sekolah lain memilih melakukan tes usap tenggorokan terhadap seluruh warga sekolah, hingga ditemukan ratusan orang di antaranya (siswa dan guru) menjadi pembawa kuman difteri di tubuhnya.
”Ada ratusan siswa saat ini statusnya hanya sebagai pembawa kuman difteri. Tidak ada yang sakit. Jadi belum ada yang sakit. Pembawa kuman difteri ini artinya mereka memiliki potensi menderita difteri jika mengalami sebab-sebab tertentu,” tutur Husnul.
Ia menambahkan, pembawa kuman difteri akan sakit difteri jika tidak mendapat penanganan khusus. Pembawa (kuman) difteri bisa sakit jika masuk ke komunitas difteri tanpa pengaman seperti masker. Tanpa masker, akan kian banyak kuman masuk dan menyebar ke berbagai bagian tubuh pembawa difteri.
”Jika anak tersebut tidak mendapat imunisasi difteri secara paripurna, ditambah daya tahan tubuh berkurang, anak itu berubah status menjadi sakit difteri,” kata Husnul.
Imunisasi paripurna, menurut dia, adalah menerima tujuh kali imunisasi difteri sejak kecil, yakni 3 kali sebelum umur 1 tahun, sekali saat usia 18 bulan-24 bulan, serta saat kelas 1-3 SD.
”Yang jelas, saat ini status Kota Malang mewaspadai difteri. Petugas di puskesmas sudah siaga untuk mengecek dan menangani dugaan-dugaan yang muncul. Namun, masyarakat juga harus paham bahwa carrier (pembawa) difteri tidak selalu menjadi difteri,” tuturnya.
Husnul mengatakan, Dinkes Kota Malang bekerja sama dengan sekolah dan orangtua siswa berusaha mencegah terjadinya kasus difteri dengan mengobati anak yang terdeteksi sebagai pembawa kuman bakteri.
Kepala MIN 1 Kota Malang Suyanto mengatakan, sejak ada dugaan gejala mirip difteri menjangkiti siswanya di rumah sakit, dirinya langsung berdiskusi dengan orangtua siswa. Disepakati agar dilakukan tes usap tenggorokan atau swab untuk seluruh warga sekolah. Hal itu dilakukan karena mereka menyepakati bahwa hanya anak/guru pembawa kuman difteri yang akan diminta meminum obat.
”Kami melakukan tes usap tenggorokan. Hasilnya, ditemukan ada 212 siswa dari 1617 siswa dan 15 guru menjadi carrier atau pembawa difteri, belum terinfeksi,” ucap Suyanto.
Tes itu dilakukan sebagai antisipasi MIN 1 agar kasus tersebut tidak berlanjut sampai infeksi. ”Akhirnya ditemukan jumlah pembawa dalam jumlah banyak, lalu heboh seperti ini,” kata Suyanto.
Setelah diketahui adanya ratusan siswa dan guru menjadi pembawa kuman difteri, sekolah memutuskan untuk meliburkan kegiatan belajar-mengajar. Libur dimulai Rabu (23/10/2019) dan siswa akan aktif lagi pada Senin (28/10/2019).
Selama libur, siswa pembawa kuman bakteri diwajibkan meminum obat yang diberikan, yaitu empat kali sehari selama seminggu. Dalam tiga hari masa pengobatan, kuman difteri dinilai sudah lemah dan tidak menular, sedangkan kuman dikatakan akan hilang jika meminum obat tujuh hari. ”Nanti, saat masuk sekolah minggu depan, anak-anak disarankan masih memakai masker terlebih dahulu,” ucap Suyanto.