Presiden Joko Widodo blak-blakan menjelaskan alasannya memilih Nadiem dalam bincang santai dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
Sejumlah tanya menyeruak ketika Presiden Joko Widodo memilih Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Pasalnya, pendiri Gojek itu tidak memiliki latar pedagogis.
Presiden Joko Widodo blak-blakan menjelaskan alasannya memilih Nadiem dalam bincang santai dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019). Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Bey Machmudin.
Menurut Presiden, mengelola sekolah dan pelajar di Indonesia bukan pekerjaan ringan. Sebab, terdapat sekitar 300.000 sekolah, mulai dari taman kanak-kanak sampai kampus dengan sekitar 50 juta pelajar. Semua ini tersebar di sekitar 17.000 pulau dan 514 kabupaten/kota di Indonesia.
Peluang besar untuk pengelolaan pendidikan supaya berstandar sama dari satu wilayah ke wilayah lain adalah melalui teknologi. Sistem aplikasi bisa mempermudah dan memungkinkan ”lompatan” kemajuan yang dulu dirasa tidak mungkin.
”Beliau sudah bercerita ke saya, akan dikerjakan apa sehingga kita harapkan lompatan kualitas sumber daya manusia kita nanti betul-betul akan bisa terjadi. Ada peluang besar, ada terobosan besar,” kata Presiden.
Ditambah lagi, pemilihan menteri dari kalangan milenial seperti Nadiem menyesuaikan dengan era disrupsi saat ini. Saat ini adalah era yang sulit dikalkulasi dan sarat dengan risiko. Oleh karena itu, menyongsong masa depan memerlukan penguasaan data.
”Yang memiliki pengalaman bagaimana mengelola sebuah data sehingga bisa memprediksi masa depan seperti apa. Big data ini penting untuk masa depan. Ini mengapa pilih Mas Nadiem Makarim. Perlu memprediksi selera konsumen, perlu memprediksi selera politik, perlu prediksi bagaimana perilaku-perilaku anak muda sekarang, misalnya,” katanya.
”Pengelolaan dengan penggunaan IoT (internet untuk segala), artificial intelligence, menggunakan big data, dan lain-lain ini memerlukan sosok yang memang mengerti betul, tahu betul, dan kita memerlukan bagaimana mengimplementasikan inovasi-inovasi yang ada. Berani keluar dari kotak, berani out of the box, berani tidak rutinitas, dan berani tidak monoton sehingga akan memunculkan loncatan-loncatan besar,” ucap Presiden.
Nadiem sendiri mengakui tidak memiliki latar di bidang pedagogis. Dia mendapatkan Bachelor of Arts dari Brown University dan Master of Business Administration di Harvard Business School sebelum menjadi konsultan manajemen di McKinsey & Company Jakarta dan Co-founder dan Managing Director di Zalora Indonesia.
Terakhir dia mendirikan dan membesarkan Gojek Group hingga menjadi decacorn Indonesia.
Sementara saat ini, dengan jabatan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), dia bertugas mengelola pendidikan, mulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi.
Kendati demikian, Nadiem kepada wartawan seusai pelantikannya, Rabu (24/10/2019), yakin bisa menciptakan terobosan di dunia pendidikan. Terobosan ini penting karena sekalipun sudah banyak terobosan yang dilakukan para pendahulunya, seperti Mendikbud Muhadjir Effendy serta Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, belum banyak perubahan terjadi di dunia pendidikan.
”Harapan saya ke depan adalah menciptakan pendidikan berbasis kompetensi dan berbasis karakter. Itu luar biasa penting untuk kita. Semua itu terutama berawal dari guru, dari sisi kapabilitas dan kesejahteraan guru itu adalah suatu hal yang terpenting,” katanya.
Selain itu, Nadiem meyakini dirinya memahami apa yang akan ada di masa depan. Sebab, bisnis yang dikerjakannya selama ini berurusan dengan bidang masa depan, termasuk mengantisipasi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kebutuhan lingkungan pekerjaan masa depan ini akan berbeda dan selalu berubah.
”Itu link and match dari yang Bapak Presiden bilang kemarin. Sekali lagi, ini adalah visi Bapak Presiden, bukan visi saya, adalah saya akan mencoba menyambung apa yang dilakukan di institusi pendidikan, menyambung apa yang dibutuhkan di luar institusi pendidikan agar bisa adaptasi dengan segala perubahan itu,” tambahnya.
Selain itu, kata Nadiem, mau tidak mau, perlu teknologi dalam mengelola sekitar 300.000 sekolah dengan 50 jutaan murid. Teknologi ini akan digunakan untuk menjaga kualitas, efisiensi, dan administrasi sistem pendidikan. Nadiem pun menjanjikan terobosan dan inovasi dalam kerjanya ke depan.
Kalau itu memberi dukungan agar kerja besar, sekali lagi kita mengelola sebuah negara yang besar, jadi kalau ada wamennya, dan itu memang memberikan dukungan, memang tidak apa-apa ya kita beri.
Terkait Wakil Mendikbud, Presiden Jokowi mengatakan bisa saja diadakan jika diperlukan. ”Kalau itu memberi dukungan agar kerja besar, sekali lagi kita mengelola sebuah negara yang besar, jadi kalau ada wamennya, dan itu memang memberikan dukungan, memang tidak apa-apa, ya, kita beri,” katanya.
Nadiem sendiri melihat pendidikan adalah solusi jangka panjang untuk suatu negara. Membangun generasi berikut adalah tugasnya. Hal ini membuat dia mau melepaskan Gojek, ”anak” yang dilahirkannya.
Kehadiran Nadiem, apalagi mengisi posisi Mendikbud, memang menimbulkan banyak keraguan di sebagian publik. Namun, sebagian lain yakin, Nadiem, dengan rekam jejaknya, mampu mendekatkan kebutuhan industri dengan sumber daya manusia.