Duta Besar, Celah Kepemimpinan di Kabinet
Dalam setiap pembentukan kabinet, selalu ada menteri yang pernah menjadi duta besar. Ini artinya, walau bekerja dalam sepinya pemberitaan media, jabatan duta besar merupakan salah satu sumber kepemimpinan yang andal.
Bukan hanya memiliki keragaman budaya dan agama, Indonesia juga memiliki ragam sumber kepemimpinan. Dari rekam jejak pemimpin di Indonesia mulai dari presiden, wakil presiden, menteri, pimpinan legislatif, hingga kepala daerah, diketahui bahwa latar belakang yang beragam mengisi pos-pos penting di negeri ini, seperti juga di kabinet.
Sumber-sumber kepemimpinan yang banyak berkontribusi di kabinet antara lain birokrat, TNI, Polri, partai politik, akademisi, dan pengusaha. Latar belakang jabatan menteri tidak jauh dari sumber-sumber kepemimpinan tersebut, seperti pernah menjadi pemimpin parpol, kepala daerah, pimpinan TNI/Polri, atau pebisnis sukses.
Namun, di luar sumber-sumber kepemimpinan yang sudah banyak dikenal tersebut, terselip satu latar belakang jabatan calon menteri yang tidak banyak mendapat perhatian besar dari publik/media, yaitu duta besar. Bisa jadi, lingkup tugas mereka di luar negeri dan aktivitasnya yang juga tidak banyak di dalam negeri menimbulkan jarak bagi pengenalan publik terhadap duta-duta bangsa tersebut.
Padahal, dalam setiap pembentukan kabinet, selalu ada menteri yang pernah menjadi duta besar. Ini artinya, walau bekerja dalam sepinya pemberitaan media, jabatan duta besar merupakan salah satu sumber kepemimpinan yang andal.
Kabinet Indonesia Maju
Saat melantik Kabinet Indonesia Maju di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/10/2019), Presiden Joko Widodo menyertakan Arifin Tasrif sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sebelum dilantik Presiden Jokowi, Arifin Tasrif merupakan Duta Besar RI untuk Jepang.
Arifin diangkat sebagai duta besar juga oleh Presiden Jokowi pada Maret 2017. Sebelumnya, ia banyak berkecimpung di BUMN. Arifin pernah menjadi Direktur Utama PT Petro Kimia Gresik (2010-2015). Sebelumnya, ia menjabat Direktur Bisnis PT Rekayasa Industri (1995-2001) dan Direktur PT Petrokimia Gresik (2001 sampai 2010).
Selain Arifin Tasrif, di dalam Kabinet Indonesia Maju ada pula menteri dengan latar belakang duta besar, yaitu Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi serta Menko Bidang Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan. Keduanya merupakan menteri petahana di kabinet.
Retno LP Marsudi adalah seorang di antara 34 menteri Kabinet Kerja yang dilantik di Istana Negara, Jakarta, 26 Oktober 2014. Sebelum diangkat menjadi menteri, Retno Marsudi pernah menjadi Duta Besar RI untuk Norwegia dan Eslandia (2005-2008), Direktur Jenderal Amerika dan Eropa (2008-2012), serta Dubes RI untuk Belanda (2012-2014).
Sedangkan Luhut Pandjaitan mulai bergabung dalam Kabinet Kerja sebagai Kepala Staf Kepresidenan pada 31 Desember 2014. Luhut yang kemudian menjabat Menko Polhukam dan lalu menjadi Menko Kemaritiman pernah mengisi posisi Duta Besar RI untuk Singapura (1999-2000).
Kabinet sebelumnya
Di era pemerintahan sebelumnya, selalu ada menteri yang pernah menjadi duta besar. Di Kabinet Gotong Royong di bawah kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, ada nama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda.
Dorodjatun pernah menjabat Duta Besar RI untuk Amerika Serikat (1998-2001). Ia sekaligus menjabat Duta Besar LBBP Commonwealth of Dominica, St Vincent & the Grenadines, St Lucia serta Republik Grenada. Selain Dorodjatun, ada pula Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda.
Karier Hassan Wirajuda tidak lepas dari lingkungan diplomatik. Sebelum menjabat menteri luar negeri, Hassan Wirajuda pernah menjadi Duta Besar/Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB dan Organisasi Internasional lainnya di Geneva, merangkap Duta Besar/Wakil Tetap Republik Indonesia untuk WTO (1998-2000). Sebelumnya, ia juga pernah menjadi Duta Besar RI untuk Mesir merangkap Djibouti (1997-1998).
Selepas berakhirnya Kabinet Gotong Royong, Hassan Wirajuda tetap dipercaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai menteri luar negeri. Selain Menteri Hasan Wirajuda, setidaknya terdapat lima menteri lain di pemerintahan SBY-JK yang pernah menjadi duta besar.
Mereka adalah Menteri Dalam Negeri Mohammad Ma’ruf, yang pernah bertugas sebagai Duta Besar RI untuk Vietnam (1997-2000). Kemudian Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Duta Besar Inggris (2003-2004), serta Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar yang pernah ditugaskan sebagai Duta Besar RI untuk Rusia merangkap Mongolia (1993-1997).
Dua menteri lainnya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi serta Menteri Agama Maftuh Basyuni. Freddy Numberi pernah menjabat Duta Besar RI untuk Italia (2001-2004), sedangkan Maftuh Basyuni pernah bertugas sebagai Duta Besar RI untuk Arab Saudi dan Kesultanan Oman (2002-2004).
Wakil menteri
Keterlibatan menteri yang pernah menjadi duta besar kembali muncul dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selanjutnya, yaitu periode 2009-2014. Selain Freddy Numberi yang menjabat Menteri Perhubungan, di Kabinet Indonesia Bersatu II ada nama Marty Natalegawa sebagai Menteri Luar Negeri.
Sebelum dilantik sebagai menteri, Marty Natalegawa pernah bertugas sebagai Duta Besar RI untuk Inggris (2005-2007) dan Duta Besar RI untuk PBB (2007-2009).
Sosok ketiga di kabinet adalah Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri. Doktor lulusan Madinah University Arab Saudi ini pernah menjadi Duta Besar RI di Arab Saudi (2005-2009).
Jejak duta besar lain di kabinet kedua SBY ini adalah Muhammad Lutfi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantiknya sebagai menteri perdagangan menggantikan Gita Wirjawan yang mengundurkan diri pada 12 Februari 2014. Lutfi pernah menjabat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (2004-2009) dan Duta Besar RI untuk Jepang (2009-2013).
Selain jabatan menteri, beberapa posisi wakil menteri juga diisi tokoh yang pernah bertugas sebagai perwakilan RI di luar negeri. Namun, keterlibatan diplomat utamanya pada posisi wakil menteri luar negeri.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008 dan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2008 membentuk jabatan wakil menteri luar negeri. Wakil Menteri Luar Negeri yang pertama adalah Triyono Wibowo. Jabatan terakhir Triyono Wibowo adalah Duta Besar RI untuk Austria merangkap Slovenia sekaligus perwakilan PBB di Vienna.
Berikutnya, pada 2011 wakil menteri luar negeri dijabat oleh Wardana, mantan Duta Besar RI untuk Singapura. Wardana kemudian digantikan oleh mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal yang dilantik pada 14 Juli 2014.
Pada Kabinet Kerja, wakil menteri luar negeri dijabat mantan Duta Besar RI untuk Mesir AM Fachir. Ia juga pernah menjabat Wakil Dubes RI untuk Malaysia serta Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri.
Terbaru, Presiden Joko Widodo memanggil calon-calon wakil menteri untuk Kabinet Indonesia Maju ke Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Salah satunya adalah Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Mahendra Siregar untuk posisi wakil menteri luar negeri. Mahendra tercatat pernah menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), wakil menteri keuangan, hingga wakil menteri perdagangan.
Duta bangsa
Melihat keterlibatannya yang selalu ada dalam kabinet, jabatan duta besar merupakan salah satu kawah candradimuka untuk menempa kader-kader bangsa. Sebagai duta bangsa di luar negeri, para duta besar tertempa menjadi kader pemimpin bangsa.
Melihat tugas yang diembannya, seorang duta besar bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan dalam hubungan antarbangsa dan antarnegara. Duta besar merupakan pejabat negara yang diangkat oleh Presiden RI untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan Pemerintah Indonesia.
Posisinya strategis karena perwakilan diplomatik berkedudukan di ibu kota negara penerima atau di tempat kedudukan organisasi internasional. Mengingat pentingnya tugas yang diemban, duta besar bertanggung jawab kepada Presiden RI melalui menteri luar negeri.
Laman Kementerian Luar Negeri RI mencatat, saat ini Pemerintah Indonesia memiliki 132 perwakilan. Rinciannya, terdapat 95 kedutaan besar, 3 perutusan tetap untuk PBB di New York dan Geneva, serta perutusan tetap untuk ASEAN di Jakarta, 30 konsulat jenderal dan 4 konsulat Republik Indonesia. Selain itu, Indonesia juga memiliki 64 konsul kehormatan.
Jika melihat jumlah kedutaan besar yang dimiliki, terdapat banyak kader pemimpin bangsa yang berpotensi memperkuat kabinet. Dengan potensi tersebut, sirkulasi penugasan duta besar dan para diplomat perlu lebih diperhatikan, mengingat pengalaman tugas di luar negeri dan diplomasi antarnegara merupakan bekal bagi beberapa posisi strategis di kabinet.
Melihat fenomena di atas, terdapat menteri yang sebelumnya berposisi sebagai duta besar. Demikian juga sebaliknya, ada tokoh yang menjabat duta besar setelah tak lagi jadi menteri. Memang, jabatan publik pada tingkat dan bidang apa pun merupakan wujud pengabdian untuk rakyat.
Namun, jika dilihat sebagai bentuk kaderisasi kepemimpinan, pemilihan duta besar berdasarkan kapabilitasnya dapat menjadi celah strategis munculnya pemimpin bangsa.
Bangsa Indonesia pernah punya tokoh dari celah ini, yaitu Adam Malik, Wakil Presiden RI periode 1978-1983. Ia pernah menjabat Menteri Luar Negeri dan Duta Besar RI untuk Uni Soviet. (LITBANG KOMPAS)