Indonesia Belum Cukup Progresif
Upaya memulai bisnis dipermudah melalui penggunaan platform digital untuk pengajuan izin usaha. Penggunaan platform digital itu menggantikan peran dokumen kertas menjadi dokumen elektronik.
JAKARTA, KOMPAS — Upaya memulai bisnis dipermudah melalui penggunaan platform digital untuk pengajuan izin usaha. Penggunaan platform digital itu menggantikan peran dokumen kertas menjadi dokumen elektronik.
Di Surabaya, Jawa Timur, pasokan daya listrik ditingkatkan serta memelihara jaringan listrik dan mempercepat koneksi listrik baru. Langkah-langkah ini mendorong kinerja dunia usaha menjadi lebih optimal.
Sementara pembayaran pajak di Indonesia lebih mudah dengan cara mengimplementasikan pelaporan secara dalam jaringan.
Sejumlah indikator perbaikan di Indonesia itu terungkap dalam Laporan Kemudahan Berusaha 2020 yang dirilis Bank Dunia, Kamis (24/10/2049). Ada 12 indikator yang dinilai.
Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko berpendapat, peringkat yang tetap itu menunjukkan Indonesia belum cukup progresif dalam meningkatkan kemudahan berbisnis di Indonesia.
Perbaikan lain yang dilakukan Indonesia adalah kemudahan perdagangan antarnegara melalui proses deklarasi ekspor secara daring di Bea dan Cukai, serta penggunaan sistem manajemen elektronik untuk menyelesaikan persoalan terkait kontrak bisnis.
Laporan Bank Dunia menyebutkan, kemudahan berbisnis Indonesia ada di peringkat 73 dari 190 negara dengan nilai 69,6. Peringkat ini tak berubah dari Kemudahan berbisnis 2019 yang dirilis pada 2018. Nilai Indonesia meningkat dibandingkan dengan tahun lalu, yang 67,96.
Kendati demikian, peringkat ini masih jauh dari harapan dan target yang pernah dikemukakan Presiden Joko Widodo, yakni di peringkat 40.
Laporan Bank Dunia ini menyebutkan, Selandia Baru di peringkat pertama, disusul Singapura dan Hong Kong pada peringkat kedua dan ketiga dalam Kemudahan Berusaha 2020.
Pada awal Oktober, Forum Ekonomi Dunia (WEF) merilis Laporan Daya Saing Global 4.0 Tahun 2019. Indonesia ada di peringkat ke-50 dari 141 negara. Posisi itu merosot dari Daya Saing Global 2018, yakni peringkat 45 dari 140 negara.
Pada Laporan Daya Saing Global 4.0 tersebut, Vietnam disebut sebagai negara dengan perbaikan yang paling signifikan, yakni 10 peringkat.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro berpendapat, hal yang bisa dibenahi untuk mendorong kemudahan berusaha antara lain pembenahan perizinan. Selain itu, perdagangan melintasi perbatasan melalui efisiensi pelabuhan, bea cukai, dan logistik pergudangan. Efisiensi pelabuhan antara lain dapat didorong dengan memasukkan jalur kereta api ke pelabuhan untuk bongkar muat dan masuk ke kapal.
”Perubahan dari satu moda transportasi ke moda lain harus lebih efisien. Perlu dipikirkan optimalisasi pengangkutan logistik dengan jalur kereta api,” katanya di Jakarta.
Tim ekonomi
Prasetyantoko menambahkan, tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju perlu mempercepat dinamika proses kemudahan berbisnis.
Presiden Joko Widodo, tambah Prasetyantoko, telah menyebut omnibus law di bidang cipta kerja dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal ini menjadi pilar kebijakan yang harus diimplementasikan sehingga bisa dirasakan pelaku usaha.
Tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju perlu mempercepat dinamika proses kemudahan berbisnis.
Selain itu, ada 16 paket kebijakan ekonomi yang belum berjalan optimal. Kelembagaan aturan harus diperkuat agar kebijakan bisa diadopsi kementerian dan lembaga terkait.
”Pekerjaan rumah mendatang, kelembagaan perlu diperkuat agar 16 paket kebijakan dan omnibus law dapat terlaksana,” katanya.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengemukakan, peningkatan skor Indonesia juga dialami negara-negara lain. Semua negara berlomba-lomba untuk meningkatkan skor. Di tengah kompetisi yang semakin ketat, pemerintah perlu membenahi regulasi yang menghambat untuk meningkatkan kemudahan berbisnis.
Ia mencontohkan, perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (OSS) mensyaratkan sertifikat layak fungsi. Namun, biayanya masih terkendala sehingga proses perizinan menjadi lamban.
”Pemerintah perlu fokus mengimplementasikan regulasi yang mendorong bisnis berkembang,” katanya.
Ia menambahkan, pemerintah telah menyadari ada tumpang tindih aturan dan akan menerapkan skema omnibus law antara lain untuk kemudahan berbisnis.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia Danang Girindrawardhana menuturkan, kendati beberapa tahun lalu peringkat kemudahan berusaha sempat melonjak, kini cenderung tetap.
Dari data Bank Dunia, peringkat kemudahan berusaha Indonesia 2017 melonjak ke peringkat 91 dari peringkat 106 pada setahun sebelumnya. Setahun kemudian, kemudahan berusaha pada 2018 membaik signifikan ke peringkat 72.
Danang menuturkan meskipun terjadi perbaikan peringkat, pada kenyataannya sumbangan sektor manufaktur terus merosot. ”Pembukaan lapangan kerja tidak seperti diharapkan,” katanya.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi di Indonesia pada triwulan I-2019 sebesar Rp 195,1 triliun dan pada triwulan II-2019 sebesar Rp 200,5 triliun. Realisasi investasi itu menyerap 235.401 tenaga kerja pada triwulan I-2019 dan 255.314 tenaga kerja pada triwulan II-2019.
Menurut Danang indeks-indeks di atas kertas yang terus dikejar itu di lapangan tidak menunjukkan perkembangan ekonomi makro yang diharapkan. Perbaikan atau reformasi perizinan ternyata tidak tumbuh di proses ekonomi riil.
Melihat berbagai kerumitan proses regulasi pada pemerintahan Presiden Joko Widodo periode 2014-2019, Danang berharap periode 2019-2024 diisi dengan implementasi kebijakan yang sudah diterbitkan, tetapi belum direalisasikan.
”Tidak perlu lagi mengubah terlalu banyak regulasi. Hal yang penting adalah mematuhi deregulasi yang sudah dibuat,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anton J Supit menuturkan, perlu upaya serius untuk menciptakan iklim investasi yang baik, termasuk dalam memulai usaha di Indonesia. (LKT/CAS)