KNKT Keluarkan 25 Rekomendasi Berkait Kecelakaan Boeing 737 MAX8
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menduga, faktor yang sama juga menyebabkan kecelakaan Ethiopian Airlines pada Maret 2019 dengan jenis pesawat yang sama.
Oleh
M Paschalia Judith J
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT menyiratkan ketiadaan informasi terkait sensor dan indikator penerbangan mendominasi faktor-faktor penyebab kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610. Oleh sebab itu, keterbukaan informasi sensor dan indikator beserta penanganannya menjadi kunci agar kecelakaan itu tak terulang.
KNKT merilis, Jumat (25/10/2019), temuan investigasi tersebut bersumber dari 463 data dan wawancara dengan pihak terkait. Hasilnya berupa rekomendasi yang diterbitkan kepada Lion Air, Batam Aero Technic, Airnav Indonesia, Boeing Company, Xtra Aerospace, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, dan Federal Aviation Administration (FAA).
"Boeing wajib memandang, informasi terkait (indikator) MCAS atau Maneuvering Characteristics Augmentation System wajib ada dalam buku manual dan prosedur serta pelatihan bagi pilot," kata Ketua Subkomite Investigasi Keselamatan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo dalam konferensi pers, Jumat (25/10/2019).
Pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 berupa pesawat berjenis Boeing 737-MAX 8. Rute penerbangan pesawat itu dari Jakarta ke Pangkalpinang dan jatuh pada 29 Oktober 2018.
Ada 6 rekomendasi diterbitkan KNKT untuk Boeing. Nurcahyo menyebutkan, mayoritas isi rekomendasi berkaitan dengan dasar asumsi tindakan respons spilot terhadap indikator penerbangan yang ada di pesawat, termasuk MCAS. Selain itu, perlu ada peninjauan terhadap desain pesawat.
KNKT menerbitkan 8 rekomendasi kepada otoritas penerbangan Amerika Serikat (FAA). Mayoritas berkaitan dengan perubahan sejumlah regulasi yang berkaitan dengan desain pesawat dan sertifikasinya. Aturan terkait ketersediaan informasi dalam buku panduan dan prosedur bagi pilot dan teknisi juga menjadi salah satu pokok rekomendasi.
Sebagai perusahaan yang memproduksi mesin beserta sistem sensor dan indikator dalam pesawat Boeing 737-MAX 8, KNKT mengirimkan satu rekomendasi. Rekomendasi itu khusus membahas terkait prosedur penggunaan alat kalibrasi.
Ketiga rekomendasi itu bersifat strategis karena menyangkut benang merah faktor-faktor penyebab jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP. "Jika dirinci, ada sembilan faktor. Namun, kalau satu bisa dihindari, kecelakaan mungkin tidak terjadi atau dampak kecelakaan dapat diminimalkan," kata investigator kecelakaan penerbangan KNKT, Ony Suryo Wibowo, setelah konferensi pers.
Tidak memasukkan prosedur
Berdasarkan analisisnya, Ony menuturkan, Boeing tidak memasukkan prosedur dan panduan terkait MCAS didasari oleh salah satu aturan FAA. Aturan itu tidak mewajibkan indikator dan sistem semacam MCAS ditulis dalam panduan dan prosedur bagi pilot dan teknisi karena tidak membutuhkan pengaktifan dari pilot secara langsung.
Terkait hasil investigasi tersebut, Presiden dan CEO Boeing Dennis Muilenburg menyatakan apresiasinya terhadap kinerja KNKT. Dia mengatakan, pihaknya akan mengikuti rekomendasi KNKT agar kejadian sistem kontrol kemudi pesawat yang terjadi pada kecelakan pesawat Lion Air PK-LQP tidak terulang kembali.
Melalui siaran pers yang diterima, Boeing menyatakan, telah mendesain kembali mekanisme kerja AOA dan MCAS. Ke depannya, MCAS akan membandingkan data dan informasi dari sensor AOA sebelum teraktivasi. Hal ini membentuk lapisan perlindungan baru.
Selain itu, sistem MCAS akan menyala jika terdapat kesamaan antara kedua sensor AOA. Perubahan perangkat lunak pada sistem MCAS ini bertujuan mencegah kondisi kontrol kemudi terbang yang terjadi pada kecelakaan terjadi.
Boeing juga tengah memperbarui buku panduan untuk awak pesawat beserta pelatihan untuk pilot. Hal ini dirancang untuk memastikan semua pilot memiliki semua informasi yang dibututuhkan dalam menerbangkan pesawat Boeing 737 Max dengan aman.
Corporate Communications Strategic of Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro menyatakan, pihaknya mengapresiasi hasil investigasi KNKT. "Investigasi ini sangat esensial dalam menemukan akar penyebab dan faktor-faktor yang berkontribusi dalam terjadinya kecelakaan. Harapannya, investigasi ini dapat menghasilkan langkah-langkah yang mencegah terjadinya kecelakaan seperti ini agar tidak terjadi lagi," katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana menghormati hasil investigasi KNKT terhadap kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP. "Kami terus berkoordinasi dengan komunitas dan organisasi internasional, khususnya FAA dan International Civil Aviation Organization (ICAO), untuk tetap memastikan terpenuhinya keselamatan dan keamanan penerbangan sipil di Indonesia," katanya melalui siaran pers.
Di sisi lain, Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menduga, faktor yang sama juga menyebabkan kecelakaan Ethiopian Airlines pada Maret 2019 dengan jenis pesawat yang sama. "Kami sudah bersurat pada pihak otoritas di sana yang berisi, Indonesia menawarkan bantuan. Laporan investigasi kami dapat menjadi referensi," katanya.
Salah kalibrasi
Secara kronologis, sistem MCAS aktif akibat sensor Angle of Attack (AOA) di sisi kiri pesawat tidak tepat dalam membaca data, Ketidaktepatan ini merupakan akibat dari kesalahan kalibrasi alat sensor saat perbaikan sekitar 1-2 tahun lalu di bengkel di Amerika Serikat (AS).
Kesalahan kalibrasi membuat sensor AOA tidak membaca data sesuai dengan kondisi aktual. Adapun kesalahan kalibrasi ini menyebabkan sensor AOA membaca data, kemiringan sudut kiri pesawat lebih tinggi 21 derajat dibandingkan sudut kanan pesawat.
Perbedaan kemiringan ini mengaktifkan MCAS secara otomatis. Dalam kondisi kemiringan ini, pesawat tampak mendongak ke atas sehingga aktifnya MCAS bertujuan menurunkan pengangkatan tersebut.
Sebenarnya, kesalahan pembacaan data pada AOA tersebut dapat ditampilkan pada pilot melalui sinyal atau indikator yang tertulis \'AOA Disagree\'. Namun, pesawat Boeing Boeing 737-MAX 8 tidak memiliki sistem indikator yang menampilkan sinyal tersebut pada pilot.
Kesalahan pembacaan data AOA itu sudah terjadi sejak pesawat Lion Air PK-LQP terbang dari Denpasar ke Jakarta, sebelum penerbangan ke Pangkalpinang. Akibat tidak adanya indikator yang menampilkan sinyal kesalahan itu, Nurcahyo menyatakan, pilot tidak mengetahuinya dan tidak melaporkannya pada teknisi.
Dampaknya, sensor AOA tersebut tidak diperbaiki atau tidak diganti. Nurcahyo menambahkan, tidak ada prosedur dan panduan bagi pilot terkait aktifnya MCAS setelah AOA mengirimkan data.
Sementara itu, pilot dan kopilot pada penerbangan Lion Air PK-LQP dengan rute Denpasar-Jakarta dapat selamat dari risiko aktifnya MCAS pascapembacaan data AOA yang salah. "Pilot dan kopilot dapat selamat karena berkomunikasi dan saling berkoordinasi. Pertama-tama mereka berusaha mengendalikan pesawat terlebih dahulu. Namun, pilot dan kopilot pada penerbangan Jakarta-Pangkalpinang tidak berkomunikasi dan berkoordinasi. Yang satu mengendalikan pesawat, yang satu mencari informasi di buku manual," tutur Ony.