Malaysia berupaya mengatasi perselisihan dengan India yang memboikot produk sawit negeri jiran itu. Perundingan RCEP pun diharapkan tidak terganggu.
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·3 menit baca
Malaysia berupaya mengatasi perselisihan dengan India yang memboikot produk sawit negeri jiran itu. Perundingan RCEP pun diharapkan tidak terganggu.
KUALA LUMPUR, kAMIS— Memanasnya relasi Malaysia dan India terkait isu Kashmir diharapkan tidak mengganggu pembahasan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP). Menteri Perdagangan Internasional dan Industri Malaysia Darell Leiking mengatakan, pembicaraan tentang RCEP tetap berada di jalurnya.
”Kami berharap negosiasi RCEP dapat disimpulkan pada akhir tahun ini sehingga perusahaan-perusahaan Malaysia dapat mengambil peluang dari megakawasan perdagangan bebas ini demi membuka lebih banyak akses pasar untuk produk dan layanan kami,” kata Darell di Kuala Lumpur, Kamis (24/10/2019).
Dia memastikan kesepakatan akhir harus mencakup semua peserta yang dituju, yakni 10 anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan enam negara di Asia Pasifik, yakni China, India, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Konferensi Tingkat Tinggi RCEP menurut rencana diadakan di Bangkok, Thailand, pada 4 November 2019. Menurut Leiking, apa pun bisa terjadi sebelum pertemuan puncak, tetapi semua negara yang terlibat bergerak menuju penyelesaian perjanjian perdagangan bebas itu.
India, menurut PM Mahathir Mohamad, telah ”menyerbu dan menduduki” Kashmir, wilayah yang diklaim India dan Pakistan.
Kemitraan RCEP diperkirakan menciptakan pasar terintegrasi bagi 3,4 miliar orang dengan produk domestik bruto (PDB) gabungan 49,5 triliun dollar AS, atau sekitar 39 persen dari PDB dunia.
Berselisih
Malaysia tengah berselisih dengan India. Pemicunya adalah pernyataan PM Mahathir Mohamad di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa akhir bulan lalu. India, menurut dia, telah ”menyerbu dan menduduki” Kashmir, wilayah yang diklaim India dan Pakistan.
Bagi India, segala hal terkait Kashmir adalah urusan dalam negerinya, termasuk kebijakan pencabutan status otonom wilayah Jammu dan Kashmir pada Agustus lalu. Pasca-pencabutan itu New Delhi mengirim pasukan ke Jammu dan Kashmir. Kebijakan itu mendapatkan kritikan dari sejumlah negara, terutama Pakistan. New Delhi, menolak kritik itu karena Kashmir adalah isu internal.
Tak mengherankan apabila pernyataan Mahathir di Sidang Umum PBB lalu memantik respons keras India. Para pebisnis India menyerukan aksi boikot produk minyak sawit Malaysia. Oleh Mahathir, sikap itu dianggap sebagai perang dagang. Situasi itu memunculkan kekhawatiran, perundingan RCEP dapat terpengaruh.
Di sisi lain, perselisihan antara Malaysia dan India terkait sawit dapat menjadi peluang yang menguntungkan bagi Indonesia. Indonesia adalah produsen dan pengekspor terbesar minyak sawit secara global.
Data Pemerintah India menunjukkan, total ekspor Malaysia ke India pada triwulan I-2019 mencapai 10,8 miliar dollar AS, sementara nilai impor Malaysia dari India mencapai 6,4 miliar dollar AS. Tahun 2018 ekspor produk sawit Malaysia ke India mencapai 1,63 miliar dollar AS.
Pertemuan informal
Leiking mengatakan, dirinya telah bertemu Menteri Perdagangan India Piyush Goyal baru-baru ini. Dalam pertemuan informal itu, mereka membahas keprihatinan New Delhi pada hubungan bilateral kedua negara. ”Harapan saya dapat bertemu dengan beliau lebih banyak dan mendapatkan lebih banyak hal detail terkait masalah itu dan apa yang ingin mereka lakukan,” kata Leiking.
Secara terpisah, Menteri Industri Primer Teresa Kok mengatakan, Malaysia tengah mempertimbangkan mengirim delegasi guna bertemu dengan badan perdagangan minyak sayur utama India. Badan itu adalah salah satu pihak yang telah meminta anggotanya memboikot minyak sawit Malaysia.
”Kita perlu melihat tanggapan dari pihak India,” kata Teresa Kok di parlemen. ”Baik kiranya jika kita berbicara dan tidak merusak perdagangan bilateral.” (REUTERS/AFP)