Mereka masih punya energi lebih untuk berbuat banyak bagi negeri ini. Kita berharap mereka membawa perubahan dengan bekal pengalaman dari dunia bisnis.
Oleh
Andreas Maryoto
·3 menit baca
Kabinet baru pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin telah dilantik pekan ini. Sebuah langkah berani Presiden ketika menaruh beberapa orang muda dalam tim kerjanya. Darah muda, meski jumlahnya tak banyak, diharapkan bisa menggebrak dan membuat terobosan. Cara-cara berbisnis baru yang selama ini ditekuni mungkin bisa menginspirasi mereka dalam melakukan perubahan bagi negeri ini melalui dunia birokrasi.
Cara berbisnis baru yang sudah dipahami selama ini sebenarnya bisa digunakan untuk mengubah kemapanan yang ada. Mereka cukup mengawalinya dengan mendengarkan pihak-pihak yang paling menderita (empathizing) dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya.
Semisal, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bisa mendengarkan suara guru atau bahkan orangtua murid tentang ”linu” mereka dalam mendidik anak-anak.
Cara berbisnis baru yang sudah dipahami selama ini sebenarnya bisa digunakan untuk mengubah kemapanan.
Ia pasti paham dengan metode desain purwarupa (design thinking) yang digunakan untuk mencari solusi dalam dunia bisnis karena dia merupakan CEO Go-Jek, sebuah usaha rintisan yang dalam memecahkan masalah kerap menggunakan metode itu.
Dalam perbaikan yang dilakukan Ignasius Jonan di PT Kereta Api Indonesia (Persero), kita tahu bahwa proses mendengarkan itu membutuhkan waktu yang tak sedikit. Oleh karena itu, para menteri tidak perlu pamer solusi alias resep di awal yang seolah-olah sudah dimilikinya, padahal belum memahami persoalan di lapangan.
Mereka memang perlu mendengarkan pihak-pihak yang paling pusing dengan sistem kerja lama. Solusi akan muncul dengan sendirinya, bahkan mungkin dari mereka yang menderita atau pusing di dalam sebuah sistem.
Dunia bisnis yang sehari-hari mereka hadapi juga memberikan pelajaran tentang cara kerja baru, terutama di usaha rintisan, yaitu berkolaborasi. Kolaborasi antarmenteri mungkin bisa memangkas ego sektoral yang selama ini kuat di birokrasi. Keluhan tentang ego kementerian terus bertahan dan sulit diputus. Kerja kolaboratif jadi kunci untuk mengimplementasikan permintaan Presiden, yaitu hanya ada visi dan misi Presiden, tidak ada visi dan misi menteri atau partai.
Kehadiran menteri berusia muda di kabinet juga diharapkan bisa memutus klik-klik politik dan bisnis yang tak produktif dalam kerja birokrasi meski hal ini tidak mudah. Kepentingan pribadi, kepentingan bisnis, dan kepentingan lain masih mudah menempel di setiap keputusan kementerian. Kalangan lama di kementerian pasti tak mau lahan yang selama ini ada dengan segala jaringan kepentingan, yang membuat mereka nyaman, jadi hilang.
Pengalaman bisnis lain yang masih diperlukan dalam birokrasi adalah kreativitas. Selama ini, mereka pasti sudah memunculkan berbagai ide di dunia bisnis. Ibarat bisnis akan mati kalau mereka tak kreatif. Ganjalannya, mereka pasti menghadapi mesin birokrasi yang agak lamban sehingga perlu cara agar energi kreatif mengalir di setiap kementerian. Tanpa kreativitas, kementerian akan berjalan seperti biasa dan tak akan menyelesaikan tantangan besar.
Berbagai terobosan para menteri dari kalangan muda ditunggu banyak pihak di tengah persoalan besar bangsa, baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial. Kehadiran menteri berusia muda diharapkan tidak mengulang pola-pola lama saat para menteri tak membuat terobosan dan waktu habis untuk berbagai seremoni.
Mereka masih punya energi lebih untuk berbuat banyak bagi negeri ini dan tentu mengguncang dunia. Kita berharap banyak pada mereka di tengah asa perbaikan dan perubahan yang kadang menipis. Kadang pula kita pesimistis karena jabatan menteri adalah jabatan politik sehingga berbagai tekanan kadang membuat seorang menteri harus berkompromi dengan berbagai kepentingan.