Penyebab kebakaran hutan di Gunung Bawakaraeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, diduga akibat gesekan kayu kering, kelalaian pendaki gunung, hingga pembukaan lahan oleh masyarakat.
Oleh
Reny Sri Ayu/ Defri Werdiono
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS - Penyebab kebakaran hutan di Gunung Bawakaraeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, masih diselidiki. Ada berbagai dugaan terkait dengan hal itu, dari gesekan kayu kering, kelalaian pendaki gunung, hingga pembukaan lahan oleh masyarakat. Kamis (24/10/2019), kebakaran sudah menyebar di empat kecamatan seluas 228 hektar.
Kepala Polsek Tinggimoncong Ajun Komisaris Ferasmus Rande mengatakan, pihaknya masih fokus membantu pemadaman. Penyebab kebakaran akan diselidiki. Menurut warga, kebakaran bisa dipicu gesekan kayu yang sangat kering. Angin kencang membuat api mudah menyebar.
Dugaan kebakaran akibat kelalaian pendaki gunung yang tidak mematikan api.
”Tahun lalu, hutan juga terbakar, tetapi tidak sebesar ini dan cepat padam. Tahun ini, hujan terakhir bulan Juli, setelah itu sangat panas dan angin kencang,” kata Jabbar (44), petani di Dusun Bulu Ballea, Tinggimoncong.
Menurut Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Jeneberang I, A Tonra Solie, ada dugaan kebakaran akibat kelalaian pendaki gunung yang tidak mematikan api. Ada pula kemungkinan pembukaan lahan oleh masyarakat. Di kawasan Tinggimoncong dan Tompobulu, beberapa tahun terakhir, banyak warga membuka lahan untuk tanaman hortikultura. Bahkan, lereng gunung banyak dibuka untuk dijadikan kebun.
Saat banjir besar dan longsor melanda Gowa awal tahun ini, alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan dan permukiman disebut sebagai salah satu faktor yang memperburuk situasi. Pemerintah Provinsi Sulsel membuat tim untuk memulihkan kawasan hutan di Gunung Bawakaraeng dan sekitarnya yang merupakan hulu Sungai Jeneberang. Sungai itu memasok air untuk Bendungan Bili-Bili dan air baku bagi Makassar.
Data KPH Jeneberang I Dinas Kehutanan Sulsel, kebakaran meliputi Kecamatan Tompobulu, Tinggimoncong, Bontolempangan, dan Parigi. Kebakaran awal terjadi di jalur pendakian Pos 2 Gunung Bawakaraeng di Kecamatan Tinggimoncong, Minggu (20/10).
”Berdasarkan data Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), ada 16 titik api di Tompobulu, Tinggimoncong tujuh titik, Parigi tujuh titik, dan Bontolempangan tiga titik. Data sementara, ada 228 hektar lahan terbakar,” kata Tonra Solie. Sebagian area yang terbakar ialah hutan lindung berisi tanaman pinus, ekaliptus, akasia, dan kopi. Tim gabungan TNI, Polri, Manggala Agni, Damkar, dan sukarelawan terus melakukan upaya pemadaman.
Sementara itu, penyiraman air lewat udara untuk mengatasi kebakaran hutan di Gunung Arjuno, Jawa Timur, akhirnya lancar dilakukan. Selama beberapa hari penyiraman air lewat udara tidak optimal bahkan gagal dilaksanakan karena terkendala angin kencang.
Cuaca sepanjang Kamis mendukung upaya pemadaman kebakaran lahan di Taman Hutan Raya R Soerjo di Gunung Arjuno. Helikopter milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana bisa beroperasi optimal melakukan penyiraman air.
”Jika biasanya hanya satu sortie dan helikopter tidak mengudara lagi akibat cuaca tidak mendukung, Kamis pagi hingga siang, helikopter bisa dua kali sortie sehingga bisa melakukan 8-10 kali penyiraman,” kata Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Timur Satrio Nurseno.
Satu sortie adalah hitungan helikopter mengudara, beroperasi, lalu kembali untuk mengisi bahan bakar di Pangkalan TNI AU Abdulrachman Saleh Malang. Air diambil dari Waduk Selorejo di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, dan Sungai Porong di Sidoarjo, akses terdekat dari lokasi.
Di Kediri, kebakaran di lereng Gunung Wilis telah padam. Yang terlihat hanya kepulan asap pada sisa pohon dan ranting yang terbakar sehari sebelumnya.