Kalangan buruh berharap ”omnibus law” menyeimbangkan kepentingan pekerja dan pengusaha. Tujuan akhirnya adalah menciptakan hubungan industrial yang sehat.
Oleh
MEDIANA / C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan buruh berharap omnibus law menyeimbangkan kepentingan pekerja dan pengusaha. Tujuan akhirnya adalah menciptakan hubungan industrial yang sehat.
Dalam pidato pelantikan, Minggu (20/10/2019), Presiden Joko Widodo menyatakan, pemerintah akan mengajak DPR menerbitkan dua undang-undang, yakni Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja serta Undang-Undang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Keduanya akan menjadi omnibus law atau satu undang-undang yang sekaligus merevisi beberapa undang-undang.
Penerbitan undang-undang (UU) ”sapu jagat” itu diharapkan mengatasi hambatan penciptaan lapangan kerja dan pengembangan UMKM. Kalangan serikat pekerja dan buruh berharap UU baru dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mampu menyeimbangkan dua kepentingan di pasar kerja, yakni pekerja dan pelaku industri.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (24/10/2019), berpendapat, keinginan Presiden menghadirkan adanya UU Cipta Lapangan Kerja menjadi tugas berat bagi Ida Fauziyah. Sebab, UU itu bisa mengganti UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Dia khawatir UU Cipta Lapangan Kerja akan lebih menitikberatkan investasi dibandingkan dengan kepentingan kesejahteraan pekerja. Dua hal yang diduga akan jadi sasaran utama adalah pesangon dan hubungan kerja, khususnya perjanjian kerja waktu tetap.
”Hal yang selama ini dipersoalkan pengusaha adalah nilai pesangon yang dianggap tinggi dan hubungan kerja yang kaku sehingga berpotensi mengganggu investasi,” katanya.
Saat serah terima jabatan Menteri Ketenagakerjaan, Rabu (23/10/2019), Ida Fauziyah menyatakan, dirinya berjanji melanjutkan program kerja yang sudah dirintis Menteri Ketenagakerjaan sebelumnya, M Hanif Dhakiri. Dia juga akan mengelola organisasi kementerian dengan lebih baik.
Salah satu program Hanif Dhakiri yang populer adalah ”3R BLK” yang berarti reorientasi, revitalisasi, dan rebranding Balai Latihan Kerja. Lewat program itu, dia menginginkan perubahan paradigma pengelolaan BLK agar lebih relevan dengan kebutuhan industri.
Penerimaan publik
Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kamar Dagang dan Industri Indonesia Anton J Supit mengapresiasi rencana pemerintah menerbitkan omnibus law yang diharapkan menyelesaikan berbagai masalah.
”Namun, agar bisa menciptakan lapangan kerja, sebenarnya kata kuncinya adalah iklim investasi. Lapangan kerja ada ketika investor masuk,” ujarnya.
Keberadaan faktor pendukung daya saing menjadi pertimbangan investor. Para investor berharap tidak ada lagi hambatan berupa perilaku pejabat mempersulit perizinan. ”Omnibus law memang bisa membantu penciptaan lapangan kerja, tetapi harus didukung perilaku pejabat pusat hingga daerah untuk mendukung investasi,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakri menyatakan, pihaknya melihat ada kesamaan pandangan antara pemerintah dan DPR mengenai omnibus law. ”Permasalahannya ada pada penerimaan publik,” kata Firman.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat membangun komunikasi publik yang lebih baik. ”Semua pihak pasti ingin solusi yang baik bagi semua. Tidak bisa satu pihak menang sendiri dan akhirnya gontok-gontokan,” kata Firman.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat menilai, omnibus law, khususnya UU Cipta Lapangan Kerja, merupakan sesuatu yang harus diambil pemerintah. Sebab, ada kendala yang membutuhkan perbaikan. Tak hanya terkait ketenagakerjaan, tetapi juga sektor lain, seperti energi dan agraria.
Menurut Ade, agar Indonesia dapat berlari kencang, sejumlah regulasi perlu revisi, seperti UU Energi, UU Agraria, dan UU Ketenagakerjaan. Energi merupakan komponen utama daya saing yang mampu memajukan industri. ”Harga energi mahal sehingga industri tidak tumbuh dan berkembang,” kata Ade.
Di industri tekstil, keberadaan UU Cipta Lapangan Kerja diharapkan memperbaiki hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha. (MED/CAS)