Ole Gunnar Solskjaer menemukan formasi yang belakangan ini membuat Manchester United bermain lebih solid, menahan Liverpool 1-1 dan menang 1-0 atas Partizan Belgrade. Pola bertahan ala Solskjaer itu akan diuji Norwich.
Oleh
Yulvianus Harjono
·5 menit baca
MANCHESTER, JUMAT — Manchester United menatap laga Liga Inggris akhir kontra tuan rumah Norwich City, Minggu (27/20/2019) malam WIB, dengan mentalitas positif. Performa ”Setan Merah” mulai membaik semenjak diterapkannya ”formula” alias taktik baru sepekan terakhir ini.
Berbeda dengan hari-hari biasanya, suasana di bus tim MU dalam perjalanan dari stadion ke bandara lebih hangat dan ceria seusai membekap Partizan Belgrade, 1-0, di Grup L Liga Europa, Jumat (25/10/2019) dini hari WIB. Malam itu, mereka pulang ke Inggris membawa tiga poin berharga dari perjalanan jauhnya ke Beograd, Serbia.
Kemenangan itu sedikit melegakan MU, khususnya manajer Ole Gunnar Solskjaer. Dalam tekanan hebat para pendukung Partizan yang terkenal fanatik, panas, dan berisik di kandangnya, Setan Merah mampu membuat kepala mereka tetap dingin. Hasilnya, MU pun memenangi laga tandang pertamanya dalam 12 laga terakhirnya di berbagai kompetisi atau sejak Maret lalu.
Seusai mengalahkan dan menyingkirkan tim raksasa, Paris Saint-Germain, di Liga Champions musim lalu, MU memang sempat mengalami kemerosotan performa. Mereka bak pecundang di laga-laga tandang. Bayangkan saja, mereka sempat tidak sekali pun menang di 11 laga tandang beruntun sejak penampilan heroik di Perancis itu. Tujuh laga di antaranya bahkan berakhir dengan tangan hampa, seperti kontra Wolverhampton Wanderes dan Newcastle United.
Tidak heran, ibarat tim pesakitan, mereka kini terjerembab di peringkat ke-14 Liga Inggris dengan koleksi hanya sepuluh poin dari sembilan pekan berjalan. Mereka kini hanya berjarak dua poin dari zona degradasi yang saat ini dihuni Newcastle, Norwich, dan Watford. MU pun kini menjalani periode terburuknya sejak musim 1986-1987, ketika manajernya saat itu, Ron Atkinson, lantas dipecat dan digantikan Sir Alex Ferguson.
Namun, tiada badai yang tidak berlalu. Solskjaer merasa timnya mulai kembali ke jalur yang benar seusai kemenangan atas Partizan. MU pun kini berada di posisi sepatutnya, puncak Grup L Liga Europa musim 2019-2020 yang dihuni dua tim lainnya, yaitu Astana dan AZ Alkmaar. Hal lain tidak kalah menggembirakan, mereka menahan Liverpool, pemuncak klasemen Liga Inggris, pekan lalu.
MU menjadi tim pertama di Liga Inggris musim ini yang mampu meredam ganasnya serangan ”The Reds”. Pencapaian positif itu tidak terlepas dari perubahan taktik Solskjaer di laga itu. Ia menanggalkan taktik lamanya, yaitu 4-2-3-1, dan memainkan pola tiga bek tengah plus dua bek sayap pada laga yang berakhir 1-1 di Old Trafford itu. Formula sama dipakainya kembali saat bertandang ke Beograd.
Hanya sedikit perubahan yang dilakukan Solskjaer pada kedua laga itu. Saat melawan The Reds, ia menurunkan dua penyerang cepat di depan yang ditopang satu gelandang serang untuk mengeksploitasi pertahanan sayap klub juara Liga Champions 2019 itu. Di Beograd, ia sedikit melakukan penyesuaian dengan menurunkan Anthony Martial sebagai ujung tombak tunggal yang ditopang dua gelandang kreatif, Juan Mata dan Jesse Lingard.
Solusi badai cedera
Ia bercerita, formula baru itu ia munculkan sebagai solusi dari masalah badai cedera pemain yang sempat mendera timnya. MU memang sempat kehilangan banyak pemain, seperti Nemanja Matic, Luke Shaw, Paul Pogba, Axel Tuanzebe, Martial, dan Lingard. ”Itu memaksa kami ada di posisi ini (menciptakan formula baru). Namun, itu ternyata berjalan cukup baik,” kata Solskjaer dikutip Metro.co.uk.
Pola tiga bek tengah itu sebetulnya telah dipikirkan Solskjaer menjelang musim baru ini. Pertimbangannya, MU memiliki bek-bek tengah yang telah terbiasa bermain di posisi itu bersama tim nasional mereka masing-masing, seperti Marcos Rojo, Harry Maguire, dan Phil Jones. ”Itu memudahkan saya menerapkan pola taktik itu (tiga bek tengah) saat menghadapi Liverpool dan Partizan,” ujarnya.
Namun, rencana itu tidak sempat direalisasikan di awal musim menyusul tingginya ekspektasi penggemar MU untuk memainkan pola ofensif klasik yang diwakili taktik 4-2-3-1 atau variasinya, 4-3-3. Hadirnya badai cedera, khususnya Shaw, membuat Solskjaer tidak lagi ragu menerapkan taktik lima bek yang lebih pragmatis.
Bukan hal baru
Taktik ini sebetulnya bukan hal baru bagi Setan Merah. Manajer asal Belanda, Louis van Gaal, lebih dulu memperkenalkannya saat melatih MU pada musim 2014 hingga 2016. Terinspirasi dari kesuksesannya saat mengantarkan Belanda ke semifinal Piala Dunia 2014, Van Gaal membawa taktik 3-5-2 ke Old Trafford seusai mundur dari pelatih tim ”Oranye”.
Namun, taktik yang mengutamakan solidnya pertahanan itu tidak bertahan lama di MU. Pengamat dan para penggemar Setan Merah mengkritik keras taktik itu karena dinilai MU bermain lambat dan menjemukan. Teriakan ”bosan, bosan” nyaris selalu menggema di Old Trafford pada era Van Gaal sebelum akhirnya ia dipecat dan digantikan Jose Mourinho pada musim semi 2016.
Meskipun memiliki pola formasi serupa, yaitu tiga bek tengah, dan sama-sama ingin pragmatis, Solskjaer dan Van Gaal memiliki pendekatan berbeda. Van Gaal ingin pemainnya lebih berhati-hati dalam menyirkulasikan bola dari belakang ke depan. Sebaliknya, Solskjaer ingin transisi serangan itu mengalir lebih cepat ke depan untuk memanfaatkan pemain lincah, seperti Rashford dan Martial.
Maka itu, gaya pragmatis MU ala Solskjaer jauh lebih enak dilihat mata meskipun ia belum menemukan solusi menyeluruh di balik masalah kreativitas serangan timnya. Formula baru Solskjaer itu akan diuji hebat Norwich, Minggu malam, di Liga Inggris. Berbeda dengan Liverpool, Norwich cenderung bermain lebih pasif. Taktik negatif itu sempat menelan korban, salah satunya juara bertahan Manchester City yang dibekap 3-2, September lalu.