Kepulauan Solomon Batalkan Perjanjian Penyewaan Pulau dengan China
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
SYDNEY, SABTU – Pemerintah Kepulauan Solomon menyatakan, kesepakatan yang ditandatangani salah satu provinsi di negaranya untuk menyewakan seluruh Pulau Tulagi kepada sebuah perusahaan China melanggar hukum dan harus dibatalkan.
Informasi detail sewa jangka panjang yang kontroversial antara Provinsi Solomon Tengah dengan China Sam Enterprise Group diumumkan kepada publik setelah negara di Pasifik itu mengalihkan dukungan diplomatiknya dari Taiwan kepada China pada September lalu. Perubahan arah politik itu memicu kecaman keras Amerika Serikat.
Jaksa Agung Solomon, John Muria, mengatakan bahwa Provinsi Solomon Tengah dan perusahaan China secara hukum tidak bisa mengadakan perjanjian tanpa keterlibatan pemerintah pusat. "Perjanjian tersebut tidak diperiksa oleh Kejaksaan Agung sebelum ditandatangani,” kata Muria dalam pernyataannya, Kamis (24/10/2019).
Perjanjian itu pun “melanggar hukum, tidak bisa diimplementasikan, dan harus dibatalkan segera.”
Tulagi adalah pulau seluas dua kilometer persegi dengan populasi 1.200 jiwa. Pulau ini merupakan bekas lokasi pangkalan angkatan laut Jepang yang menjadi salah satu lokasi pertempuran sengit saat Perang Dunia II.
Dalam beberapa tahun terakhir China telah memperluas pengaruh politik dan finansialnya di Pasifik, yang selama ini merupakan benteng diplomatik sekaligus mitra regional AS di kawasan sejak PD II.
Kini, China memenangi dua negara di Pasifik, yaitu Kepulauan Solomon dan Kiribati. Ini merupakan kemunduran bagi Taiwan sebab sebelumnya dua negara Pasifik tersebut pro-Taiwan. Sebelum mendekat ke China, Kepulauan Solomon adalah mitra terbesar Taiwan di Pasifik. Kini, hanya ada empat negara Pasifik yang secara formal mengakui Taiwan.
Kesepakatan dengan Grup Sam tertanggal 22 September 2019 konon memberikan keleluasaan bagi konglomerat China untuk mengembangkan infrastruktur di Pulau Tulagi dan sekitarnya. Namun, AS dan Australia khawatir Tulagi berpotensi dijadikan pangkalan militer China.
Grup Sam yang bermarkas di Beijing bergerak di bidang teknologi, investasi, dan energi. Perusahaan yang didirikan tahun 1985 sebagai badan usaha milik negara itu menolak berkomentar.
Dalam pernyataan pada laman resmi perusahaannya, Grup Sam menyatakan, perwakilannya telah bertemu dengan Perdana Menteri Manasseh Sogavare awal Oktober lalu saat kunjungan kenegaraan ke China.
Tulagi merupakan basis tentara AS selama PD II dan sempat menjadi ibu kota negara sebelum dipindahkan ke Pulau Guadalcanal.
Penandatangan perjanjian dengan China, Stanley Manetiva, mengatakan bahwa dirinya akan mematuhi saran pemerintah. “Kami harus patuh untuk mengikuti prosedur yang benar,” katanya.
Di Beijing, jurubicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying menuturkan, dirinya tidak tahu-menahu soal perjanjian tersebut. Akan tetapi, Beijing selalu menyerukan perusahaan asal China yang beroperasi di luar negeri untuk mengikuti peraturan setempat.
Jebakan utang
Ketertarikan China pada Kepulauan Solomon telah memicu kritik dari Taiwan dan AS yang menuduh bahwa Beijing akan membebani negara kepulauan itu dengan utang.
Dalam rapat di ibu kota Kepulauan Solomon, Honiara, Rabu (23/10/2019), Wakil Kepala Misi China di Kedutaan China di Papua Niugini, Yao Ming, mengatakan, pihaknya akan membangun sejumlah infrastruktur termasuk stadion olahraga sebagai “hadiah negara”.
Yao juga mengatakan bahwa AS dan Inggris ecara historis bertanggung jawab karena telah menempatkan Kepulauan Solomon dalam kondisi keuangan yang sulit. "China bukan negara yang membuat jebakan utang,” kata Yao. “Anda bisa lihat negara mana yang telah terjebak dalam utang.. bukan China, tetapi AS dan Inggris.” (REUTERS/AFP)