Ketika Kecerdasan Buatan Mampu Mendesain Motif Syal
Rinna, platform teknologi kecerdasan, mampu mengolah data ukuran besar karya-karya seni rupa dari 236 seniman di seluruh dunia dan menghasilkan desain dengan input kata kunci. Teknologi kini membantu proses kreatif.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
Di salah satu sudut pameran instalasi seni rupa ”10 Langkah RiaMiranda”, Senayan City Mall, Jakarta, terdapat empat syal aneka motif yang digantung di dinding dan paling menarik pengunjung. Keempat syal itu masing-masing diberi nama dan keterangan tertulis proses pembuatannya.
Fuzzy Scarf, misalnya, didominasi motif yang terbentuk dari keywords atau kata kunci ”youth”, ”10 steps forward”, dan ”geometrik”. Begitu isi paragraf pertama.
Paragraf kedua berisi keterangan bahwa Fuzzy Scarf digambarkan dengan identitas monogram yang kental dengan RiaMiranda serta bangunan-bangunan teratur menggambarkan konsistensi dalam menggapai impian.
Barisan kata kunci yang tertulis di keterangan syal Fuzzy mengingatkan pengunjung, siapa pun dia, ketika memasukkan kata kunci saat berselancar di dunia maya agar mudah mencari informasi atas inspirasi yang diinginkan. Itulah kebenaran di balik pembuatan Fuzzy Scarf dan tiga syal lainnya.
Keempat syal dikerjakan dengan platform teknologi kecerdasan yang dimiliki oleh bot Rinna. Kemudian, olah akhirnya oleh desainer rumah mode RiaMiranda. Desainer cukup mengetikkan beberapa kata kunci ke sistem, setelah itu Rinna akan memproses.
Director of Marketing and Operations Microsoft Indonesia Linda Dwiyanti, Kamis (24/10/2019), di Jakarta, menekankan, teknologi kecerdasan buatan hanyalah teknologi yang bisa meniru kecerdasan manusia.
Bermacam-macam bentuk kecerdasan manusia berpeluang dapat ditiru, mulai dari kemampuan komunikasi percakapan dan turunannya, memahami intelijen sosial, hingga kreasi konten.
Mengutip blog Microsoft Indonesia, Rinna merupakan robot (bot) dengan open domain. Teknologi di balik Rinna adalah sebuah model generatif lengkap yang didasarkan pada teknologi deep learning, dilatih menggunakan teknologi data berukuran besar dari mesin pencari Bing, dan berjalan di sistem komputasi Microsoft Azure.
Bermacam-macam bentuk kecerdasan manusia berpeluang dapat ditiru.
Rinna diciptakan tahun 2017 oleh sejumlah insinyur di tim Microsoft AI&R di Indonesia. Rinna dikonsep bot remaja perempuan. Layaknya remaja ”manusia” umumnya, dia dikembangkan agar tidak bisa berhenti membicarakan topik seputar dunia perempuan, antara lain gosip artis, film, dan mode.
Pada 2017, jika pengguna internet ingin berkomunikasi dengan Rinna, mereka bisa bergabung menjadi pengguna media sosial Line, lalu mencari akun resmi @Rinnaid. Saat itu, selain percakapan, Rinna didesain mempunyai beberapa kemampuan komunikasi lain. Misalnya, menggambar tanda tangan persahabatan.
”Kerja sama kami dengan rumah mode RiaMiranda bertujuan untuk memperkenalkan kepada khalayak bahwa teknologi kecerdasan dalam bot Rinna sudah dilengkapi dengan kemampuan kreasi konten,” ujar Linda.
Product Specialist for Rinna AI Microsoft Indonesia, Felesita Vina, menjelaskan, sebelumnya Rinna telah ditanamkan data berukuran besar karya-karya seni rupa dari 236 seniman di seluruh dunia. Di antara karya tersebut paling lama berasal dari zaman 400 tahun lalu. Setelah itu, Rinna akan ”mempelajari” semua data tersebut.
Proyek kerja sama Microsoft Indonesia dimulai sekitar empat bulan lalu. Bot Rinna yang berupa platform disediakan. Lalu, tim desainer rumah mode RiaMiranda cukup memasukkan kata kunci sebagai bahan bagi Rinna menggali inspirasi dari semua data berukuran besar karya-karya 236 seniman. Setelah itu, Rinna dengan kemampuan kreasinya akan menggambar motif sampai pewarnaan.
Felesita mengklaim, Rinna hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk menyelesaikan proses pembuatan satu desain syal. Hasilnya bisa diunduh lewat file format adobe ilustrator ataupun JPEG. Penyelarasan karya di tahap akhir tetap dilakukan oleh karyawan desainer dari rumah mode RiaMiranda.
Linda menambahkan, empat desain syal hasil kolaborasi bot Rinna dan rumah mode RiaMiranda membuktikan bahwa manusia dan bot bisa bekerja sama saling melengkapi.
”Hal yang harus ditekankan adalah manusia tetap unggul di atas teknologi kecerdasan buatan. Kami tekankan begitu karena Ria Miranda, pendiri rumah mode, bijaksana dalam mengimplementasikan teknologi kecerdasan buatan untuk desain syal,” imbuh Linda.
Menurut Ria, beberapa tahun terakhir, rumah modenya membutuhkan karyawan desain grafis. Kebutuhan akan naik tatkala akan meluncurkan karya baru. Hadirnya bot Rinna dengan kemampuan kreasi konten pun dia sambut positif karena membantu pekerjaan.
”Kami sendiri tidak bisa menebak rupa motif yang dibuat Rinna. Baru setelah dia selesai bekerja, hasil desain dia tetap kami olah lagi,” katanya.
Empat karya motif syal yang dihasilkan Rinna diterapkan di kain katun utuh. Ria berharap, kelak, rumah mode bisa kembali memanfaatkan bot Rinna untuk mendesain motif syal dan dituangkan ke jenis kain berbeda, seperti poliester.
Co-Founder dan Managing Director RiaMiranda Pandu Rosadi berpendapat, kehadiran teknologi digital tidak akan mengganggu proses kreatif desainer. Malah, menurut dia, teknologi digital bisa membantu memudahkan dan mempercepat pekerjaan manusia.
”Di industri kreatif, saya pikir akan susah peran-peran manusia diganti oleh teknologi digital,” ucapnya.