Wakil Menteri Jangan Justru Tambah Jalur Birokrasi
Keberadaan wakil menteri di Kabinet Indonesia Maju diharapkan berdampak signifikan bagi kinerja kementerian.
Oleh
C Anto Saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keberadaan wakil menteri di Kabinet Indonesia Maju diharapkan berdampak signifikan bagi kinerja kementerian. Selain tidak sekadar memenuhi urusan administratif, keberadaannya juga jangan sampai justri menambah jalur birokrasi.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono, di Jakarta, Jumat (25/10/2019), berpendapat, posisi wakil menteri diharapkan jangan sekadar urusan administratif atau pengawasan. ”Sebab, urusan itu sudah ada sekretariat jenderal dan inspektorat jenderal di kementerian,” kata Fajar.
Pembagian tugas menteri dan wakil menteri yang jelas dan berorientasi pelayanan publik saat ini dinilai lebih penting. ”Ibarat main bola, yang satu kasih umpan, satunya menendang sehingga terjadi gol. Targetnya sudah jelas, yakni visi misi Presiden,” kata Fajar.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam berpendapat, berbicara fakta, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa keberadaan wakil menteri di kementerian tidak terlalu banyak pengaruh terhadap peningkatan kinerja kementerian. ”Sekarang ini sudah susah untuk ngomongin urgensi penunjukan wakil menteri. Sudah ditunjuk,” ujarnya.
Piter berharap keberadaan wakil menteri tidak justru menambah atau memperbanyak jalur birokrasi. Keberadaannya harus bisa mempercepat lahirnya kebijakan kementerian. ”Atau, kalau di (Kementerian) BUMN, bisa membantu mempercepat aksi korporasi BUMN,” ujarnya.
Peran wakil menteri akan lebih optimal jika menterinya rela berbagi kewenangan, termasuk berbagi kewenangan dengan para deputi. ”Jadi tidak tumpang-tindih dan membingungkan dari sisi pemberian layanan ke pemangku kepentingan,” katanya.
Dengarkan aspirasi
Sejumlah pelaku usaha berharap menteri dan wakil menteri, terutama di bidang perekonomian, mau mendengarkan masukan pelaku usaha di lapangan.
”Itu hal terpenting saat ini. Guna kementerian itu, kan, mendorong dunia usaha berkembang. Jadi, suara pelaku usaha perlu didengar dan diperhatikan,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (25/10/2019).
Menurut dia, regulasi juga harus diarahkan agar cocok untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Terkait itu, Apindo akan segera bertemu, berdiskusi, dan memberikan masukan ke pemerintah dalam mengambil langkah.
Pencarian solusi dibutuhkan, apalagi kondisi saat ini belum bagus. ”Di pariwisata, misalnya, pelaku industri masih menghadapi kendala harga tiket yang relatif mahal,” kata Hariyadi.
Demikian pula menyangkut penyusunan strategi promosi untuk menjual produk wisata Indonesia. Diskusi pemerintah dan pelaku usaha juga dibutuhkan untuk mencari strategi meningkatkan ekspor, menyelesaikan perjanjian dagang, dan sebagainya.
Pariwisata
Ketua Program Studi Pascasarjana Kajian Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta M Baiquni, yang dihubungi pada Jumat (25/10/2019) di Jakarta, berpendapat, kehadiran dua sosok Menteri dan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berusia muda merupakan fenomena menarik. Apalagi, keduanya berlatar belakang industri ekonomi kreatif.
Penunjukan Wishnutama Kusubandio sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Angela Herliani Tanoesoedibjo sebagai wakilnya dinilai sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo menggerakkan wisatawan milenial dan pariwisata digital.
Meski demikian, Baiquni menyarankan, keduanya tetap memerlukan tim di belakang layar yang memahami proses industri di lapangan dan birokrasi pemerintahan. Tim itu harus kompak dan kokoh. Berbagai isu industri pariwisata mengemuka. Isu pariwisata berkualitas dan berkelanjutan, misalnya, juga menjadi cita-cita Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional lima tahun mendatang.
”Sektor ekonomi kreatif di Indonesia berkembang karena didorong oleh faktor budaya. Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah sektor itu menyebar di seluruh daerah di Indonesia. Baik menteri maupun wakilnya perlu menjadikan hal itu sebagai fokus utama juga sehingga industri pariwisata nasional lebih berdaulat,” ujar Baiquni.
Pemerhati industri pariwisata sekaligus Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2011–2014, Sapta Nirwandar, memandang, baik industri pariwisata maupun ekonomi kreatif sama-sama mempunyai potensi besar. Cakupan pendalaman industrinya pun luas dan masing-masing saling berkaitan erat. Oleh karena itu, seorang menteri perlu dukungan wakil menteri.
”Pembagian perannya jelas, tetapi tetap komando ada di Menparekraf. Jangan sampai jalan sendiri-sendiri,” ujarnya.
Sapta menambahkan, keduanya harus saling bersinergi dan piawai dalam urusan birokrasi. Ini berlaku ketika menghadapi industri dan internal organisasi. (CAS/MED)