Trah Pengabdian Keluarga di Kabinet
Jerry Sambuaga dan empat menteri di Kabinet Indonesia Maju juga memiliki titisan darah menteri. Ayah mereka pernah menjadi menteri.
Politisi muda Partai Golkar, Jerry Sambuaga, dilantik sebagai Wakil Menteri Perdagangan oleh Presiden Joko Widodo, Jumat (25/10/2019), di Istana Kepresidenan, Jakarta. Ia melanjutkan jejak pengabdian keluarganya di kabinet. Bukan hanya Jerry, empat menteri di Kabinet Indonesia Maju juga memiliki titisan darah menteri.
Sebagai kader Partai Golkar, Jerry Sambuaga sudah mengenyam ragam jabatan di seputar partainya. Ia pernah menjabat Wakil Ketua Umum DPP AMPI (2016) dan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar (2016-2018). Doktor Ilmu Politik lulusan Universitas Indonesia ini kemudian dilantik menjadi anggota DPR melalui Pergantian Antarwaktu (PAW) pada Juli 2018.
Jumat lalu, ia dipercaya duduk di kabinet. Bergabungnya Jerry Sambuaga di pemerintahan Presiden Jokowi periode 2019-2024 menggambarkan berlanjutnya pengabdian keluarganya di pemerintahan. Sebelumnya, ayahnya, Theo L Sambuaga, juga pernah duduk sebagai Menteri Perumahan dan Pemukiman pada Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999). Theo L Sambuaga juga merupakan tokoh Golkar.
Peribahasa ”buah jatuh tak jauh dari pohonnya” bisa jadi merupakan ungkapan yang sesuai dengan jejak pengabdian keluarga di kabinet. Selain Jerry Sambuaga, menteri yang memiliki ayah mantan menteri adalah Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, serta Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro.
Baik Airlangga Hartarto, Agus Gumiwang, maupun Bambang Brodjonegoro merupakan wajah lama di kabinet Presiden Jokowi. Airlangga dan Agus merupakan menteri dari kalangan parpol. Mereka berdua sama-sama dari Partai Golkar, sedangkan Bambang Brodjonegoro adalah menteri dari kalangan nonparpol. Ia pernah menjabat Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (2005-2009).
Sosok ayah
Airlangga Hartarto lahir di Surabaya pada 1 Oktober 1962 dari keluarga Hartarto Sastrosoenarto. Ayah Airlangga adalah seorang menteri pada era pemerintahan Soeharto. Presiden Soeharto menunjuk Hartarto untuk menjadi Menteri Perindustrian dalam Kabinet Pembangunan IV (1983-1988).
Selanjutnya, pada Kabinet Pembangunan V, Hartarto dipercaya menjabat sebagai menteri di pos yang sama. Periode berikutnya, dalam Kabinet Pembangunan VI, Hartarto diminta duduk di kursi Menteri Koordinator Bidang Produksi dan Distribusi hingga tahun 1998.
Dua bidang kementerian yang dipimpin oleh Hartarto pada periode berikutnya adalah Menko Pendayagunaan Aparatur Negara (1998) dan Menko Bidang Perekonomian (1999). Jadi, selama rentang 16 tahun, ayah Airlangga mengabdi sebagai menteri sejak era Soeharto hingga awal masa Reformasi.
Figur berikutnya adalah Ginandjar Kartasasmita yang menjabat menteri pada periode 1988 hingga 1998. Ginandjar Kartasasmita adalah ayah dari Agus Gumiwang, Menteri Perindustrian di Kabinet Jokowi-Amin.
Ginandjar Kartasasmita memulai karier kementeriannya sebagai Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri periode 1983-1988. Ginandjar kemudian ditunjuk Presiden Soeharto menjadi Menteri Pertambangan dan Energi (1988-1993).
Ginandjar kembali dipercaya bergabung dalam Kabinet Pembangunan VI sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas (1993-1998). Mantan tentara berpangkat terakhir Marsekal Madya TNI ini kembali menjadi menteri pada Kabinet Pembangunan VII sebagai Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Ekuin) yang hanya seumur jagung, 16 Maret 1998-21 Mei 1998.
Kabinet Pembangunan VII bubar setelah Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI. Presiden selanjutnya, BJ Habibie, tetap memercayakan jabatan Menko Ekuin dipegang Ginandjar pada era Kabinet Reformasi Pembangunan hingga 1999.
Soemantri dan Soemitro
Sosok ayah menteri dan anak juga menteri juga terlihat pada Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro. Ayahnya, Soemantri Brodjonegoro, merupakan menteri di awal pemerintahan Presiden Soeharto.
Soemantri merupakan Rektor Universitas Indonesia periode 1964-1968 dan 1968-1973. Soemantri kemudian diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan II. Namun, ia meninggal pada Desember 1973.
Selain Soemantri Brodjonegoro dan Bambang Brodjonegoro, ada pula Soemitro Djojohadikoesoemo dan Prabowo Subianto. Soemitro menjadi menteri pada era Soekarno dan Soeharto.
Ayah dari Prabowo Subianto ini dilantik sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan (1950-1951). Periode berikutnya, Soemitro menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 1952-1953 dan 1955-1956.
Soemitro kemudian menjabat sebagai menteri di Era Orde Baru dalam babak Kabinet Pembangunan II. Dirinya ditugaskan oleh Soeharto sebagai Menteri Negara Riset pada Kabinet Pembangunan II (1973-1978). Tradisi pengabdian keluarga Soemitro dalam pemerintahan dilanjutkan Prabowo Subianto yang dilantik oleh Presiden Jokowi sebagai Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Maju.
Melanjutkan suami
Selain relasi ayah dan anak, jejak pengabdian keluarga dalam kabinet juga tergambar dari keterkaitan suami dan istri (atau sebaliknya). Di Kabinet Indonesia Maju, terdapat Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati. Ia merupakan istri dari Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada Kabinet Kerja (2014-2019).
Relasi istri yang melanjutkan pengabdian suami sebagai menteri juga ada di Kabinet Kerja. Menteri Kesehatan Nila F Moeloek merupakan istri dari Farid Anfasa Moeloek, Menteri Kesehatan di era Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999).
Sebelumnya, ada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar di era Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014). Ia merupakan istri dari Agum Gumelar yang pernah beberapa kali menjadi menteri. Agum, antara lain, pernah menjadi Menteri Perhubungan pada Kabinet Persatuan Nasional (1999-2000); Menko Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan (2001); serta Menteri Perhubungan pada Kabinet Gotong Royong (2001-2004).
Dalam kerangka sistem presidensial, kewenangan menentukan dan memilih menteri-menteri yang akan bekerja dalam kabinetnya menjadi ranah presiden. Presiden berhak mengangkat dan memberhentikan menteri sebagai pembantunya, sesuai dengan mandat Pasal 17 UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Apa pun latar belakangnya, jejak pengabdian keluarga, ragam profesi, atau dari daerah mana, presiden memiliki hak untuk memilih orang-orang yang akan membantunya di pemerintahan. Hal yang paling utama adalah tugasnya sebagai pelaksana visi dan program presiden.
Ada lima program kerja pemerintahan Jokowi-Amin, di antaranya melanjutkan pembangunan infrastruktur, mengundang investasi seluas-luasnya dari luar dan dalam negeri untuk membuka lapangan kerja, mereformasi birokrasi agar aparat sipil negara memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan global yang sangat cepat, serta penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran.
Inilah tantangan yang harus dijawab semua menteri Kabinet Indonesia Maju, termasuk para penerus keluarga menteri, dalam memberikan kontribusi untuk memajukan Indonesia. (LITBANG KOMPAS)