Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Minggu (27/10/2019), mengonfirmasi tewasnya pemimpin kelompok teror Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), Abu Bakar al-Baghdadi.
Oleh
Benny Dwi Koestanto / B. Josie Susilo Hardianto
·3 menit baca
WASHINGTON, MINGGU — Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Minggu (27/10/2019), mengonfirmasi tewasnya pemimpin kelompok teror Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), Abu Bakar al-Baghdadi. Baghdadi terbunuh dalam sebuah serangan yang dilakukan militer AS di barat laut Suriah pada Sabtu pekan lalu. ”Abu Bakar al-Baghdadi sudah mati,” kata Trump di Gedung Putih.
”Pasukan operasi khusus AS mengeksekusi sebuah serangan malam yang berbahaya dan berani di Suriah barat laut serta menyelesaikan misi mereka dengan baik. Personel AS memang luar biasa,” kata Trump seraya menambahkan, tidak ada personel AS yang hilang dalam operasi itu. Trump mengungkapkan, pemimpin NIIS itu tewas setelah meledakkan rompi yang ia kenakan setelah dikejar ke sebuah terowongan. Ledakan itu membunuhnya dan tiga anak.
Dukungan
Serangan atas Baghdadi tak bisa dilepaskan dari dukungan Irak. Badan Intelijen Irak disebutkan memberikan informasi tentang lokasi Baghdadi kepada pasukan AS. Sejak setahun lalu, sebuah tim khusus yang dibentuk oleh badan intelijen Irak terus melacak posisi Baghdadi. ”Badan intelijen nasional Irak, menurut informasi yang tepat, menemukan tempat persembunyian Abu Bakar al-Baghdadi,” kata Badan Intelijen Irak dalam sebuah pernyataan.
”Atas dasar ini, pasukan AS yang berkoordinasi dengan intelijen Irak melakukan operasi militer,” ujar pernyataan itu. Trump mengakui beberapa negara telah berkontribusi dalam operasi tersebut. Ia mengatakan bahwa Irak telah melakukan ”sangat baik” tanpa memberikan perincian.
NIIS
Beberapa sumber, termasuk kantor berita AFP dan BBC, menyebutkan, Baghdadi terlihat di Masjid Agung Mosul, Al-Nuri, pada 2014. Kelompok NIIS yang dipimpin Baghdadi diproklamasikan pada 29 Juni 2014. Mereka menyatakan diri sebagai ”kekhalifahan”. Mereka menyebut wilayah-wilayah di Suriah dan Irak yang mereka rebut adalah bagian dari NIIS, termasuk di antaranya Deir Ezzor, Aleppo, Mosul, dan Raqqa.
Pada Juli 2014, Baghdadi yang lahir pada 1971 di Samarra, Irak, muncul dalam sebuah video yang diunggah di situs NIIS dan menyerukan kepada seluruh umat Islam di mana saja untuk ”mematuhinya”. Seruan itu ditengarai turut memengaruhi sejumlah warga, termasuk di Indonesia, untuk berbaiat kepadanya dan ambil bagian dalam peperangan di Irak dan Suriah.
NIIS bermula dari kelompok Al Qaeda di Irak yang dibentuk militan Muslim Sunni setelah invasi pimpinan AS di Irak pada 2003. Kelompok itu yang awalnya bernama Negara Islam di Irak (ISI) bergabung dengan pemberontakan melawan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Mereka juga mengambil keuntungan dari penarikan pasukan AS dari Irak dan kemarahan Sunni terhadap kebijakan sektarian pemerintahnya yang dipimpin Syiah.
Pada 2013, ISI mulai merebut wilayah di Suriah dan mengubah namanya menjadi Negara Islam di Irak dan Suriah dengan wilayah yang meliputi, antara lain, Suriah, Jordania, dan Palestina. Namun, tekanan koalisi AS, Rusia, dan Suriah, serta Iran, yang didukung Kurdi membenamkan NIIS.
Kematian Baghdadi akan menjadi kekalahan lain bagi NIIS. Baghdadi telah menjadi sasaran perburuan internasional selama bertahun-tahun dan pernah dilaporkan tewas atau terluka.
Pasukan Kurdi di Suriah mengatakan, mereka mewaspadai serangan balasan oleh kelompok NIIS setelah Baghdadi dipastikan tewas. Kemungkinan serangan itu dilakukan militan dan simpatisan kelompok tersebut. ”Sel-sel yang tidur akan membalas dendam atas kematian Baghdadi,” kata Mazloum Abdi, komandan tertinggi Pasukan Demokrat Suriah, tentara Kurdi yang secara de facto menahan ribuan militan NIIS dalam penjara. (AP/AFP/REUTERS)