Media Massa Berperan Mendukung Pemberdayaan Penyandang Disabilitas
Melalui pemberitaan yang disajikan, media massa dapat mendorong lahirnya kebijakan pemerintah, misalnya, dengan menyediakan fasilitas pendidikan sesuai kebutuhan penyandang disabilitas.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Peran media massa untuk melindungi dan melayani penyandang disabilitas di Indonesia masih rendah. Media massa bisa lebih aktif mengedukasi masyarakat agar lebih memahami kebutuhan penyandang disabilitas dan mendorong lahirnya kebijakan pemerintah yang ramah terhadap mereka.
Pemimpin Redaksi Kompas Ninuk Mardiana Pambudy dalam seminar bertajuk “Dukungan Pers untuk Pemberdayaan Disabilitas” yang diadakan Dewan Pers di Jakarta, Senin (28/10/2019), mengatakan, sebagian besar media masih kurang memahami kebutuhan penyandang disabilitas. Pemberitaan yang disajikan lebih banyak menyuguhkan rasa empati tanpa menghadirkan solusi yang diharapkan penyandang disabilitas.
“Mungkin karena ingin meraih pembaca sebanyak-banyaknya justru lebih mengeksploitasi kondisi kekurangan mereka (penyandang disabilitas). Padahal yang mereka butuhkan adalah solusi, bukan rasa kasihan. Jadi, media seharusnya jangan hanya memberitakan kesulitan mereka melainkan solusi apa yang dibutuhkan,” katanya.
Melalui pemberitaan yang disajikan, media massa dapat mendorong lahirnya kebijakan pemerintah, misalnya, dengan menyediakan fasilitas pendidikan sesuai kebutuhan penyandang disabilitas. Selain itu, kebijakan lainnya, seperti lapangan kerja yang lebih luas dan tersedianya fasilitas umum ramah disabilitas di seluruh Indonesia.
Berdasarkan Survei Indeks Kemerdekaan Pers 2019, indikator perlindungan bagi penyandang disabilitas tercatat masih rendah, yakni rata-rata 57,96 persen. Indikator ini merupakan indikator dengan penilaian terendah dari 19 indikator lainnya.
Agenda berita
Wakil Ketua Dewan Pers Hendry CH Bangun menyebutkan, untuk indikator perlindungan bagi penyandang disabilitas hanya 13 provinsi yang mencatat skor di atas 60, antara lain, Riau, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta. Sementara 21 provinsi lainnya di bawah 50, bahkan ada yang di bawah 40 yakni Sulawesi Barat, Papua, Papua Barat, Lampung, Sulawesi Tengah, dan Maluku.
“Media massa dapat berperan lebih, tidak sekadar menjalankan fungsi informasi tetapi fungsi edukasi dan memberdayakan, termasuk memberdayakan penyandang disabilitas. Pimpinan media pun diharapkan dapat membuat agenda berita bagi penyandang disabilitas sehingga pemberitaan mengenai mereka setidaknya bisa setara dengan pemberitaan anak dan gender,” ucapnya.
Berkait hal ini, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Margowiyono mengatakan, dukungan pers dalam pemberdayaan penyandang disabilitas bisa dilakukan sesuai Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas melalui Media Cetak dan Elektronik. Pada Pasal 11 UU No. 8/2016, perusahaan media bisa memaksimalkan pemenuhan kuota 2 persen untuk penyandang disabilitas. Selain itu, Pasal 24 UU No.8/2016 juga mengatur, media bisa menyediakan informasi dan komunikasi yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas.
“Masalahnya belum semua perusahaan, termasuk perusahaan media yang menerapkan kuota 2 persen bagi penyandang disabilitas. Informasi yang mudah diakses pun baru berhasil dilakukan dengan adanya bahasa isyarat. Padahal, ragam disabilitas masih banyak, seperti disabilitas sensorik netra yang sampai saat ini masih kesulitan mengakses media massa terutama media cetak,” tuturnya.