Pekan lalu, Bank Dunia merilis Indeks Kemudahan Berusaha 2020. Indonesia ada di peringkat ke-73 dari 190 negara. Sama persis dengan peringkat Kemudahan Berusaha 2019.
Oleh
DEWI INDRIASTUTI
·3 menit baca
Pekan lalu, Bank Dunia merilis Indeks Kemudahan Berusaha 2020. Indonesia ada di peringkat ke-73 dari 190 negara. Sama persis dengan peringkat Kemudahan Berusaha 2019.
Pada awal Oktober, Laporan Daya Saing—yang dirilis Forum Ekonomi Dunia (WEF)—merosot 5 peringkat, dari peringkat 45 pada tahun lalu ke peringkat 50 pada tahun ini.
Dua indikator ini—yang masih jauh dari harapan Indonesia—berpadu dengan kondisi perekonomian global yang serba tak pasti. Kondisi geopolitik dan perang dagang Amerika Serikat-China hanya sebagian dari sejumlah faktor yang memengaruhi ketidakpastian perekonomian dunia.
Sejumlah lembaga beberapa kali merevisi pertumbuhan ekonomi global. Indonesia, sebagai salah satu negara di dunia, ikut kena dampaknya. Ilustrasi paling sederhana, jika perekonomian global meredup, perdagangan antarnegara juga merosot. Kebutuhan negara-negara terhadap komoditas tertentu menjadi berkurang. Negara-negara yang mengandalkan komoditas sebagai produk ekspor, termasuk Indonesia, kena dampaknya.
Revisi pertumbuhan juga dilakukan beberapa lembaga terhadap perekonomian Indonesia. Dana Moneter Internasional (IMF), misalnya, merevisi pertumbuhan ekonomi RI pada 2019, dari 5,2 persen menjadi 5 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 direvisi dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen.
Bank Dunia juga merevisi pertumbuhan ekonomi RI 2019 dari 5,1 persen menjadi 5 persen, sedangkan pada 2020 direvisi dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada triwulan II-2019 sebesar 5,05 persen secara tahunan. Angka ini yang terendah sejak triwulan III-2017. Pertumbuhan ekonomi ini ditopang konsumsi rumah tangga dengan porsi 55,79 persen.
Khusus konsumsi rumah tangga, laju pertumbuhannya terus meningkat. Pada triwulan II-2019, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,17 persen, naik dibandingkan triwulan II-2018 yang sebesar 5,16 persen.
Pekan lalu, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan—untuk keempat kalinya pada tahun ini—menjadi 5 persen. Langkah BI itu, dalam siaran pers disebutkan, sebagai langkah lanjutan mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global yang melambat.
Namun, BI memadukannya dengan strategi operasi moneter yang diperkuat agar likuiditas terjaga cukup. BI juga menekankan untuk menjaga arus modal asing sebagai cara menopang stabilitas eksternal.
Dengan model seperti ini, perekonomian domestik, yang ditopang konsumsi rumah tangga, diharapkan terjaga. Selain itu, arus modal asing, baik dalam bentuk portofolio maupun investasi langsung, juga tetap masuk ke Indonesia. Investasi asing langsung atau penanaman modal asing diyakini akan tinggal lebih lama dan menyerap tenaga kerja.
Salah satu cara untuk menarik investasi asing langsung adalah dengan mempermudah investor untuk membangun bisnis. Indeks Kemudahan Berusaha bisa menjadi salah satu acuan untuk memperbaiki diri jika masih ada yang kurang. Catatan baik dari Bank Dunia bisa dipertahankan dan ditingkatkan. Adapun catatan buruk mesti diperbaiki. (Dewi Indriastuti)