Ratusan Pelaku Usaha Terdampak Kebakaran Hutan Ijen
Kendati titik api di Gunung Ijen dan sekitarnya sudah hilang, BPBD Banyuwangi dan BKSDA belum membuka kembali jalur pendakian. Akibatnya sekitar 350 pelaku usaha masih terdampak penutupan jalur Ijen.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Kendati titik api di Gunung Ijen dan sekitarnya sudah hilang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Banyuwangi dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam belum membuka kembali jalur pendakian. Akibatnya, sekitar 350 pelaku usaha masih terdampak akibat penutupan jalur pendakian Gunung Ijen.
Hingga kemarin, genap sembilan hari penutupan jalur pendakian ke Gunung Ijen. Penutupan tersebut berdampak langsung terhadap 350 pelaku usaha yang bergantung pada pariwisata dan penambangan belerang di Gunung Ijen. Mereka ialah petambang, perusahaan pengepul belerang, pemandu wisata, dan penyedia jasa troli (angkutan wisata)
”Kami juga rugi karena berkurangnya wisatawan yang membayar tiket masuk yang menjadi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dalam sehari PNBP Rp 400.000 hingga Rp 500.000 pada hari biasa atau Rp 1 juta pada akhir pekan,” ujar Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Seksi III Jember Setyo Utomo.
Setyo mengatakan, dalam sehari, kunjungan ke Taman Wisata Alam Gunung Ijen sebanyak 100 hingga 500 orang dengan harga tiket Rp 5.000 untuk wisatawan domestik dan Rp 100.000 untuk wisatawan mancanegara. Pada hari libur, jumlah kunjungan bisa 2.000 orang dengan harga tiket Rp 7.500 untuk wisatawan domestik dan Rp 150.000 untuk wisatawan mancanegara.
Elok, salah satu penyedia rumah singgah yang juga menyediakan paket wisata ke Gunung Ijen, merasakan dampaknya. Ia mengatakan, sejumlah wisatawan membatalkan kunjungan karena penutupan pendakian ke Gunung Ijen.
”Minggu lalu, 80 tamu memutuskan batal ke Banyuwangi karena penutupan pendakian ke Gunung Ijen. Namun, tidak semua tamu membatalkan, ada sebagian tamu yang tetap datang ke Banyuwangi karena kami sediakan alternatif destinasi wisata,” ujarnya.
Penutupan jalur pendakian ke Gunung Ijen juga berdampak pada penambangan belerang. Sedikitnya ada 114 petambang yang terdaftar resmi menjual belerang ke PT Candi Ngrimbi sebagai pengepul belerang.
”Sudah lebih dari seminggu ini tidak ada belerang yang masuk untuk diproses, dikemas, dan dikirim ke pembeli. Dengan semakin meredanya kebakaran hutan di Gunung Ijen dan sekitarnya, kami berharap jalur pendakian kembali dibuka,” tutur Pimpinan PT Candi Ngrimbi unit 1 Banyuwangi Cung Lianto
Cung mengatakan, penutupan jalur pendakian justru membahayakan. Semakin lama belerang tidak ditambang berpotensi menimbulkan ledakan. Dikhawatirkan ledakan tersebut justru akan menyebabkan kebakaran kembali.
Pantauan visual yang dilakukan Kompas di sekitar lereng Gunung Ijen di Kecamatan Licin Banyuwangi, Senin (28/10/2019), sudah tak tampak lagi kobaran api di Gunung Ranti, Gunung Ijen, Cagar Alam Merapi Ungup-ungup, dan Gunung Widodaren. Namun, sejumlah titik asap masih tampak kendati tidak tebal dan tidak memanjang seperti minggu lalu.
Di area Paltuding yang menjadi titik awal pendakian ke Gunung Ijen tampak kabut asap tipis. Aroma hangus juga tercium pekat. Hingga kemarin, baik wisatawan maupun petambang masih belum diizinkan untuk melakukan pendakian.
”Secara visual memang sudah tidak ada titik api. Saat ini yang tersisa hanya sumber api yang berupa bara di beberapa titik. Kami khawatir, jika ada angin yang cukup kencang sumber api tersebut bisa kembali membara dan menjadi titik api baru,” ujar Kepala BPBD Banyuwangi Fajar Swasana.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menetapkan perpanjangan status tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan. Semula status tanggap darurat ditetapkan tanggal 22 hingga 28 Oktober, kini status tersebut diperpanjang hingga 4 November.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menganggarkan dana Rp 480 juta untuk masa tanggap darurat tersebut. Dana tersebut digunakan untuk masa tanggap darurat pertama sejak Selasa (22/10/2019) hingga akhir perpanjangan masa tanggap darurat pada 4 November.
Dalam surat tersebut Bupati Banyuwangi juga menunjuk Komandan Distrik Militer 0825 Banyuwangi sebagai Komandan Tanggap Darurat Penanganan Bencana Kebakaran Hutan. Kepala Staf Distrik Militer 0825 Banyuwangi Mayor (Inf) Herawady Karnawan mengatakan, operasi pemadaman dilakukan melalui darat secara manual dan udara melalui water bombing.
”Water bombing sudah dilakukan dalam dua hari terakhir. Sasaran utama water bombing ialah kawasan Cagar Alam Merapi Ungup-ungup yang ada di lereng Gunung Ijen. Lokasi tersebut dipilih karena medannya yang sulit jika harus ditempuh melalui jalur darat,” ungkapnya.
Water bombing pada hari kedua hanya mampu menyiramkan air sebanyak 11 kali. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai 14 kali. Kondisi cuaca yang sedikit berawan membuat operasi water bombing sedikit mengalami kendala.
Sementara pemadaman melalui jalur darat difokuskan ke sejumlah titik sumber api yang dekat dengan jalan raya. Pemadaman dilakukan secara manual dengan bantuan mobil tangki dan selang air yang cukup panjang.
Operasi pemadaman darat sejauh ini hanya mampu menjangkau daerah sejauh 200 meter dari pinggir jalan. Selanjutnya pemadaman juga dilakukan dengan tangki portable yang kapasitasnya terbatas.
Baca juga; Kebakaran di Ijen Terparah dalam 5 Tahun Terakhir