Dua petenis muda Amerika Serikat mendapat penghargaan bak petenis elite dunia setelah memenangi WTA Future Stars 2019. Pengalaman berharga bagi petenis muda Indonesia untuk mengukur kekurangan dan kelebihan pribadi.
Oleh
YUNAS SANTHANI AZIZ dari Shenzhen, China
·3 menit baca
SHENZHEN, KOMPAS — Keempat remaja putri finalis turnamen tenis WTA Future Stars memperoleh hadiah di hari terakhir, Minggu (27/10/2019). Imbalan itu bukanlah uang, tetapi sehari menjadi ratu tenis dunia: diantar ke gelanggang dengan sedan sport Porche dan bertanding dengan pelayanan penuh di lapangan yang khusus disiapkan sebagai pentas akhir tahun bagi delapan pemain putri terbaik dunia, WTA Finals.
WTA Future Stars adalah kejuaraan tenis putri bagi kelompok umur 14 dan 16 tahun. Tahun ini, pertandingan yang digelar Asosisasi Tenis Profesional Putri (WTA) itu diikuti petenis muda dari 28 negara. Mayoritas dari Asia, ditambah Amerika Serikat, Kanada, Australia, Inggris, dan Selandia Baru. Tiap negara diwakili satu petenis di tiap kelompok umur.
Digelar sejak 2014, WTA Future Stars selalu diselenggarakan sepekan sebelum kejuaraan tutup tahun WTA Finals, di kota yang sama. WTA Finals adalah turnamen tutup musim kompetisi yang hanya diikuti delapan tunggal dan delapan ganda putri berperingkat teratas dunia.
Adapun Final WTA Future Stars sama-sama mempertemukan atlet AS dan Kanada di kelompok umur 14 dan 16 tahun. Mereka lebih dahulu menjadi yang terbaik di babak penyisihan grup. Penyisihan terbagi dalam empat grup di tiap KU yang masing-masing diisi tujuh petenis. Juara tiap grup (yang paling banyak memenangi partai, set, dan gim pertandingan) otomatis meraih tiket semifinal.
Di final KU-14, petenis putri AS Clervie Ngounoue menang 6-2, 7-6 (6-2) atas lawannya asal Kanada, Kayla Cross. Di KU-16, lagi-lagi yang juara adalah remaja AS Reese Brantmeier (AS). Di final dia menundukkan Annabelle Xu 6-3, 6-4.
Begitu menang, Ngounoue dan Brantmeier memperoleh hak ”kebangsawanan” layaknya petenis papan atas di pentas tenis prestisius. Mereka diminta menyampaikan kesan kemenangan, lalu menandatangani sejumlah bola yang lalu dilempar ke tribune untuk menjadi rebutan penonton.
Indonesia mengirim dua petenis, pemenang seleksi tingkat nasional. Mereka adalah Jessica Christa Wirahadi Poernomo (KU-16) dan Kholisa Siti Maisaroh (KU-14). Jessica, siswa SMA Maria Regina Semarang, menempati peringkat keempat grup dengan tiga kali menang dan tiga kalah, memenangi 6 set dan kehilangan 6 set dengan skor gim 38-37. Adapun Kholisa di peringkat keenam grup. Dia menang sekali dan lima kali kalah dengan skor set 3-11, dan gim pertandingan 22-44.
Hasil itu memang belum mentereng. Namun, memenangi kejuaraan kelompok umur bukanlah tujuan utama. Perjalanan para peserta untuk menjadi petenis elite sejati masihlah panjang. Berfokus pada belajar dari lawan dan menguji hasil latihan ditegaskan oleh sang juara, Ngounoue. ”Aku tidak berpikir mengejar final. Yang (pelatih) tekankan, aku hanya harus bermain sebaik yang bisa aku lakukan,” katanya.
Jessica dan Kholisa mengatakan, WTA Future Stars adalah ajang pembelajaran luar biasa. Kedua petenis muda yang sama-sama merupakan pemain papan atas KU masing-masing di negeri sendiri ini dapat mengukur kemajuan dan kekurangan diri dibandingkan dengan petenis asing.
Keduanya melihat, teknik pukulan mereka tidak kalah dari lawan. Bahkan, beberapa lebih unggul. Namun, banyak kompetitor asing dinilai jauh lebih maju pada beberapa aspek fundamental: langkah kaki-kaki mereka lebih cepat, pukulannya lebih keras, dan semua itu mampu ditampilkan secara konsisten dari awal hingga akhir permainan.
”Yang juga saya pelajari, gestur atau body language mereka bagus sekali. Mereka terlihat begitu confidence selama pertandingan,” kata Jessica.