Tanam Mangrove, Aksi Pemuda Lawan Abrasi di Pesisir Tegal
Sejumlah mahasiswa di Kota Tegal, Jawa Tengah memeringati Hari Sumpah Pemuda dengan menanam mangrove di Pantai Komodo. Penanaman dilakukan sebagai bentuk perjuangan mahasiswa ikut mengatasi abrasi di pesisir Tegal.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS -- Sejumlah mahasiswa di Kota Tegal, Jawa Tengah memeringati Hari Sumpah Pemuda, Senin (28/10/2019) dengan menanam mangrove di Pantai Komodo, Tegal. Penanaman mangrove dilakukan sebagai bentuk perjuangan mahasiswa ikut mengatasi persoalan abrasi di pesisir utara Tegal.
Sekitar 100 perwakilan mahasiswa dari berbagai universitas di Kota Tegal berkumpul Senin pagi di Pantai Komodo, Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur untuk melakukan apel dan pembacaan Sumpah Pemuda. Seusai apel, para mahasiswa langsung menanam 500 pohon mangrove bersama warga sekitar dan beberapa perwakilan dari Kepolisian Resor Tegal Kota.
Andi (19) salah satu perwakilan mahasiswa mengatakan, para mahasiswa prihatin dengan persoalan abrasi yang terus menggerus pesisir utara Kota Tegal. Sebagai bagian dari masyarakat, mereka ingin turut andil membantu menyelesaikan degradasi lingkungan tersebut.
"Abrasi menjadi salah satu persoalan yang menjadi perhatian kami. Kami berharap, penanaman mangrove juga bisa diikuti komunitas atau kelompok lain sehingga suatu saat nanti Kota Tegal bisa terbebas dari abrasi," kata Andi ditemui di sela kegiatan.
Abrasi masih terjadi di beberapa wilayah Kota Tegal seperti di Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur dan Kelurahan Muarareja, Kecamatan Tegal Barat. Berdasarkan pantauan Kompas, Senin siang, abrasi mengakibatkan sejumlah tambak di Kelurahan Muarareja rusak. Kerusakan tersebut semakin parah lantaran air laut langsung menerjang tambak. Beberapa pohon cemara laut yang ditanam di depan tambak tumbang. Sementara bangunan pemecah gelombang juga rusak.
Ramli (65), salah satu pemilik tambak bandeng di Kelurahan Muarareja mengatakan, kondisi itu sudah berlangsung sejak lima tahun terakhir. Namun, menjadi semakin parah sejak dua tahun terakhir.
Ramli harus mengeluarkan biaya hingga Rp 21 juta untuk membeli batu dan ban bekas untuk disusun di bibir pantai guna menahan air laut agar tidak menerpa tambak bandengnya. Dua tambak miliknya sempat terkena limpasan air laut dan terancam tidak bisa dipakai.
"Saya sudah mengadu kepada Lurah Muarareja dari setahun lalu, tetapi sampai sekarang belum ada respons. Sementara menunggu tindakan dari pemerintah, saya berupaya memperbaiki tambak dan membuat tanggul seadanya dari batu dan ban bekas," ujar Ramli.
Menurut Ramli, setidaknya ada dua tambak dengan luas total 1 hektar yang lenyap terkikis abrasi dalam lima tahun terakhir. Tidak hanya merusak tambak, abrasi juga membuat beberapa rumah warga di Desa Muarareja rusak dan ditinggal pemiliknya.
Di tengah ancaman kerusakan akibat abrasi, beberapa warga nekat bertahan. Mereka bertahan karena tidak punya pilihan lain. Mulyati (60) salah satunya.
Perempuan yang sudah 30 tahun tinggal di Desa Muarareja itu mengatakan, satu per satu tetangganya pergi meninggalkan pesisir sejak lima tahun lalu. Mereka pergi karena sudah tidak tahan hidup dalam kekhawatiran akan ancaman gelombang air laut.
"Sebenarnya saya juga khawatir dan ingin pindah seperti yang lain, tetapi saya tidak punya biaya. Ya, Bismillah saja semoga segera ada pertolongan," tutur Mulyati.
Saat ini, jarak antara rumah Mulyati dengan laut sekitar 10 meter. Padahal, 20 tahun lalu, jarak antara rumah Mulyati dengan laut sekitar 500 meter. Tiga rumah yang 20 tahun lalu berada di depan rumah Mulyati, kini lenyap.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tegal Resti Drijo mengatakan, sejak Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Kewenangan Laut berlaku, pengelolaan laut termasuk penanganan abrasi menjadi kewenangan provinsi.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Tengah Eko Yunianto mengatakan, tahun ini belum ada anggaran yang dialokasikan untuk meperbaiki atau membuat pemecah gelombang di pantai utara Tegal. Anggaran yang dialokasikan untuk Kota Tegal tahun ini adalah untuk normalisasi sungai.
Sembari menunggu pengajuan anggaran pembuatan pemecah gelombang, masyarakat diimbau melakukan upaya lain seperti penanaman mangrove dan pohon cemara laut. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Teguh Dwi Paryono upaya penanaman mangrove dan pohon cemara laut secara massal dijadwalkan dilakukan di Kota Tegal pada akhir 2019.