Trastuzumab Lebih Efektif Diberikan sejak Stadium Dini
Trastuzumab sebagai obat kanker payudara dengan HER2 positif lebih baik diberikan saat kondisi pasien masih dalam stadium awal.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Trastuzumab sebagai obat kanker payudara dengan HER2 positif lebih baik diberikan saat kondisi pasien masih dalam stadium awal. Namun dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat, obat ini hanya dijamin pada pasien dengan kanker stadium lanjut yang sudah mengalami metastasis atau penyebaran.
Dokter spesialis onkologi radiasi MRCCC Siloam Hospital, Denny Handoyo Kirana mengatakan, bukti ilmiah telah merekomendasikan trastuzumab lebih baik diberikan pada pasien kanker payudara HER2 positif pada stadium awal. Pemberiannya pun sebaiknya diberikan selama satu tahun. Dengan begitu, usia harapan hidup dan tingkat kesintasan pasien dapat meningkat.
“Aturan di Indonesia terkait jaminan yang diberikan oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminanan Sosial) Kesehatan tidak sesuai dengan rekomendasi ilmiah. Trastuzumab hanya diberikan pada pasien dengan kanker payudara HER2 positif yang sudah mengalami metastasis dan hanya diberikan sekitar enam bulan,” ujarnya dalam diskusi publik “Akses Pelayanan Pengobatan Berkualitas bagi Pasien Kanker Payudara HER2 positif di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Trastuzumab adalah antibodi monoclonal yang dirancang untuk merancang dan memblokir protein human epidermal growth factor receptor-2 (HER2) positif yang jika jumlahnya berlebihan bisa berpotensi menjadi kanker. Cara kerja obat ini dengan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh dan menekan pertumbuhan sel kanker.
Denny menambahkan, pemberian trastuzumab juga dapat menurunkan intensitas pemberian radiasi pada pasien. Apabila obat ini diberikan sejak stadium awal, intensitas radiasi yang perlu diberikan bisa berkurang sampai 50 persen sehingga pasien pun bisa merasa lebih nyaman.
Data Global Cancer Observatory (Globocan) 2018, kasus kanker payudara yang terjadi sebesar 58.256 kasus atau 16,7 persen dari total kasus kanker di seluruh dunia. Dari jumlah itu, kasus kanker payudara pada perempuan sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk. Sekitar 20 persen diantaranya menderita kanker payudara HER2 positif yang memiliki sifat lebih agresif dari kanker payudara lainnya.
Ketua Umum Cancer Information and Support Center (CISC) Aryanthi Baramuli Putri menuturkan, pasien kanker payudara HER2 positif sangat bergantung oleh ketersediaan trastuzumab. Sementara, keberadaan obat ini dalam jaminan program JKN-KIS masih sering bermasalah. Obat ini sudah enam kali keluar masuk formularium nasional sehingga pasien sempat kesulitan mengaksesnya.
“Pada Agustus 2019 ini, komite PTK (penilaian teknologi kesehatan) di Kementerian Kesehatan malah merekomendasikan untuk mencabut trastuzumab sebagai obat yang dijamin BPJS Kesehatan atas dasar kendali biaya. Hal ini sangat bertentangan dengan kebutuhan masyarakat, terutama pasien kanker payudara HER2 positif yang hidupnya bergantung pada obat ini,” ucapnya.
Ia justru mendorong agar penggunaan obat ini bisa dimanfaatkan pada stadium dini pengobatan untuk mencegah kondisi pasien yang lebih buruk. Ketika dokter telah mendiagnosa seseorang mengalami kanker payudara sebaiknya sudah bisa mendapat jaminan obat trastuzumab tanpa harus menunggu terjadinya metastasis.
Data Global Cancer Observatory (Globocan) 2018, kasus kanker payudara yang terjadi sebesar 58.256 kasus atau 16,7 persen dari total kasus kanker di seluruh dunia
Asisten Deputi Bidang Pembiayaan Manfaat Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Medianti Ellya menyampaikan, pemberian trastuzumab dalam program JKN-KIS telah diatur sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 22 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Obat Trastuzumab untuk Kanker Payudara Metastatik. “Jika memang ada dorongan untuk memberikan trastuzumab pada stadium awal perlu ada diskusi dengan tim fornas (formularium nasional) di bawah Kemenkes,” katanya.