Pekerja migran Indonesia purna yang telah kembali ke Kalimantan Barat diberi pelatihan literasi keuangan. Selain membuka peluang warga berinvestasi, pembekalan juga diharapkan mencegah mereka kembali ke luar negeri.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Pekerja migran Indonesia purna yang telah kembali ke Kalimantan Barat diberi pelatihan literasi keuangan. Selain membuka peluang warga berinvestasi dengan hasil kerjanya, pembekalan ini juga diharapkan mengurangi kemungkinan mereka kembali lagi ke luar negeri.
Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) Pontianak Andi Kusuma Irfandi, Selasa (29/10/2019), di Pontianak, menuturkan, tahun ini, BP3TKI memfokuskan pendampingan pada program literasi keuangan. Pelatihan ini sudah dua kali diberikan kepada 150 pekerja migran Indonesia (PMI) di Kabupaten Sambas dan Kota Pontianak.
Di Sambas, sekitar 100 peserta, sebagian besar perempuan, mengikuti pelatihan literasi keuangan. Mereka rata-rata memiliki usaha tenun songket Sambas. ”Kami ajarkan bagaimana mengelola keuangan yang benar. Kemudian, bagaimana berinvestasi,” ujar Irfandi.
Perempuan memiliki peran penting sebagai ibu rumah tangga sehingga perlu keterampilan mengatur keuangan. Di sisi lain, mereka terkadang juga mengambil alih peran sebagai kepala rumah tangga.
Pada April lalu, BP3TKI mengundang pelatih literasi keuangan dari Jakarta dan juga Otoritas Jasa Keuangan. Sementara itu, pada bulan September di Pontianak, terdapat 50 PMI purna yang mengikuti pelatihan literasi keuangan. PMI purna di Pontianak rata-rata memiliki usaha di bidang pertanian berskala mikro, kecil, dan menengah.
”PMI purna di Sambas dan Pontianak yang mengikuti pelatihan literasi keuangan rata-rata telah pulang dari luar negeri berkisar satu hingga tiga tahun. Para PMI purna juga diperkenalkan bagaimana berinvestasi emas atau menabung emas,” kata Irfandi.
Ia menuturkan, banyak PMI purna yang tidak mengerti manajemen keuangan. Sebelumnya, BP3TKI telah menyerap masukan dari PMI purna terkait apa yang mereka perlukan. Mereka rata-rata tidak paham bagaimana berinvestasi. Setelah memahami literasi keuangan, diharapkan mereka bisa memulai usaha.
Azman (40), salah satu PMI purna yang pernah mengikuti pelatihan literasi keuangan, mengakui sangat minim pengetahuan soal literasi keuangan. ”Literasi keuangan diperlukan sehingga ke depan kehidupan bisa semakin baik,” ucapnya.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura, Pontianak, Eddy Suratman menyebutkan, literasi keuangan diperlukan PMI purna agar bisa mandiri dan usahanya semakin berkembang. Apalagi, hasil kerja PMI semasa di luar negeri kemungkinan tidak terlalu besar sehingga perlu pengelolaan keuangan yang baik.
Namun, program literasi keuangan itu harus didahului dengan program kewirausahaan atau pemberdayaan. Mereka memerlukan basis usaha yang kuat terlebih dahulu. ”Setelah memiliki usaha, baru selanjutnya mengikuti pelatihan literasi keuangan,” kata Eddy.
Irfandi menuturkan, dari 150 PMI purna yang mengikuti pelatihan literasi itu, 10 orang pernah mengikuti pelatihan pemberdayaan, sementara sisanya belum pernah.
Saat mengikuti program pemberdayaan, mereka belum memiliki usaha sehingga dalam pelatihan pemberdayaan melalui kewirausahaan, mereka dilatih sesuai minat.
Ada yang berminat pada bidang kuliner, pariwisata, jasa, dan ketahanan pangan. Pelatihan menggandeng dunia usaha. Dari situ, mereka mulai menentukan jenis usaha yang ingin dirintis. Setelah usahanya dirasa stabil, mereka diberi pelatihan lanjutan di bidang literasi keuangan untuk lebih berkembang.
Untuk pelatihan kewirausahaan, sudah ada 22 kelompok usaha PMI purna hasil pelatihan periode 2015-2018 yang tersebar di Kabupaten Mempawah, Kubu Raya, dan Sambas. Satu kelompok terdiri atas 25 orang. Daerah-daerah itu merupakan kantong PMI.