Potensi Besar Sektor Perikanan Belum Tergarap
Kebangkitan industri kelautan dan perikanan butuh gerak cepat dari pemangku kepentingan. Pemerintah perlu memastikan investasi semakin bergairah.
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan potensi besar sektor kelautan dan perikanan dinilai belum optimal. Padahal, sektor ini bisa menggerakkan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan. Pemerintah perlu memastikan segenap hambatan di sektor ini teratasi.
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, potensi lahan perikanan budidaya laut di Indonesia mencapai 12,1 juta hektar. Namun, baru 325.825 hektar yang telah dimanfaatkan.
Di sektor perikanan tangkap, stok ikan lestari diklaim terus meningkat dari 12,5 juta ton tahun 2017 menjadi 13,1 juta ton pada 2018. Sumber daya ikan melimpah, tetapi produksi perikanan tangkap hanya tumbuh tipis, yakni 6,42 juta ton tahun 2017 menjadi 6,72 juta ton pada 2018.
Rektor Institut Pertanian Bogor Arif Satria berpendapat, agenda penting untuk menumbuhkan ekonomi perikanan adalah dengan menggairahkan investasi dalam negeri. Keberhasilan pemerintahan periode sebelumnya dalam memacu sumber daya ikan perlu disambut dengan investasi yang cepat dan terukur.
Baca juga: Perikanan Budidaya Masih Tertinggal
Pengusaha perikanan diharapkan fokus untuk investasi dalam negeri. Problemnya, pelaku usaha masih terkendala pada modal dan perizinan. Oleh karena itu, butuh gerak cepat dari para pemangku kepentingan untuk mengatasinya.
Dengan sumber daya ikan yang melimpah dan potensi budidaya yang besar, perbankan semestinya tidak lagi alergi terhadap permohonan kredit dari pelaku usaha perikanan. Skema pembiayaan usaha mikro dan kecil melalui badan layanan umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan juga belum terserap maksimal karena kurang sosialisasi dan pendampingan.
”Salah satu kelemahan pemerintah periode sebelumnya adalah pemberian izin terlalu lama. Pengusaha ingin proses perizinan yang cepat, tetapi pemerintah berhati-hati. Hal ini perlu disinkronkan,” kata Arif, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Lanjutkan program
Seusai dilantik, Kamis (24/10/2019), Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan, masalah komunikasi dengan pemangku kepentingan jadi salah satu problem utama yang akan diselesaikannya. Dia berjanji akan memperkuat perikanan budidaya serta melanjutkan terobosan positif yang dihasilkan Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019 Susi Pudjiastuti.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo mengemukakan, upaya membangkitkan perikanan budidaya membutuhkan kebijakan yang fokus menggarap komoditas unggulan.
Dengan keterbatasan anggaran pemerintah untuk sektor kelautan dan perikanan, pengembangan diprioritaskan pada komoditas yang berdaya saing global, mulai dari penyediaan induk unggul, benih, dukungan infrastruktur, proses produksi, hingga pemasaran.
Upaya membangkitkan perikanan budidaya membutuhkan kebijakan yang fokus.
”Anggaran pemerintah kan terbatas, kalau (komoditas) semuanya ingin digarap, malah nanti sulit mengejar daya saing,” katanya.
Indonesia dinilai perlu belajar dari Norwegia yang selama puluhan tahun fokus menggarap salmon dan kini menjadi negara produsen serta eksportir terbesar salmon dunia. Seluruh upaya pemerintah dan swasta perlu dikerahkan serta dukungan infrastruktur untuk menggarap komoditas prioritas.
Di sisi lain, pemerintah diharapkan menyederhanakan perizinan dan mengevaluasi regulasi yang menghambat. Perbedaan peraturan perizinan antara pusat dan daerah dinilai menjadi momok investasi perikanan. ”Diperlukan koordinasi berbagai pihak, baik pemerintah pusat maupun daerah, untuk mencari solusi terhadap peraturan dan izin yang menghambat,” kata Budhi.
Menurut Arif Satria, tata kelola WPP di Indonesia sebaiknya tidak menggunakan sistem lelang ataupun sistem kuota karena pengelolaan WPP itu berpotensi dikuasai oleh investor bermodal besar dan kuat. Sebaliknya, nelayan lokal yang minim modal kesulitan menikmati ikan bernilai ekonomi tinggi.
Baca juga: Ikan Indonesia Kalah Kompetitif di Pasar Global
Dicontohkan, sasi lelang di beberapa desa di Ambon yang memungkinkan hak untuk memanen hasil laut dapat dibeli perorangan, kelompok, bahkan orang dari luar desa tersebut. ”Dampaknya, pemenang selalu investor dari luar yang banyak modal, sedangkan masyarakat kecil di daerah itu yang mestinya punya hak untuk mengakses, tidak bisa menikmati apa pun. Nilai ekonomi tinggi dinikmati orang luar,” katanya.
Ia menilai, pendekatan yang cocok untuk pengelolaan WPP di Indonesia adalah pendekatan kontrol input. Pendekatan itu mengatur alat tangkap yang boleh digunakan, ikan yang boleh ditangkap, kapal, ukuran kapal, hingga jumlah kapal yang dibolehkan. ”Pengelolaan WPP saatnya diarahkan untuk kolaboratif. Negara dan masyarakat terlibat menentukan pengelolaan sesuai daya dukung,” ujarnya.
Upaya pengelolaan WPP perlu diimbangi dengan komitmen pemerintah memastikan investasi perikanan tangkap dalam negeri bisa berkembang serta menutup modal asing. Masuknya modal asing di usaha penangkapan ikan terbukti menyebabkan pencegahan praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUUF) tidak berjalan efektif.
Masuknya modal asing di usaha penangkapan ikan terbukti menyebabkan pencegahan praktik penangkapan ilegal tidak berjalan efektif.
Dicontohkan, sebelum tahun 2014, investasi kapal ikan oleh pemodal asing dibolehkan dengan persyaratan kapal ikan menggunakan sistem pengawasan kapal (VMS), hasil tangkapan ikan dilaporkan, serta wajib memiliki industri hilir. Selain itu, pengawasan terhadap kapal ikan diperkuat.
”Pada kenyataannya, kebijakan itu dipermainkan oleh para pemodal asing. Buktinya, izin penangkapan satu kapal digunakan untuk 10 kapal,” katanya.
Ia meminta KKP untuk mencermati rencana pemerintah guna merevisi daftar negatif investasi (DNI) untuk mendorong kegiatan penanaman modal. DNI diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Salah satu isu yang berkembang adalah penanaman modal asing untuk perikanan tangkap akan dikeluarkan dari DNI.
”Biarkan pemodal asing tetap dilarang (investasi) di perikanan tangkap. Dengan berkembangnya investasi dalam negeri, maka hilirisasi akan tumbuh,” kata Arif.