Presiden Ingatkan soal Mitigasi Gempa dan Tsunami di Maluku
Sembilan hari setelah dilantik, Presiden Joko Widodo menemui korban gempa di Pulau Ambon, Maluku, Selasa (29/10/2019). Presiden mengingatkan warga untuk selalu sadar bencana sehingga bisa mandiri melakukan mitigasi.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menemui korban gempa di Pulau Ambon, Maluku, Selasa (29/10/2019). Presiden mengingatkan, Maluku merupakan daerah di Indonesia yang berisiko dilanda gempa dan tsunami. Oleh karena itu, masyarakat harus sadar bencana sehingga dapat melakukan upaya mandiri untuk mengurangi risiko bencana.
Dalam kunjungannya di Desa Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah, itu Presiden melihat pelayanan di rumah sakit darurat dan berdialog dengan para korban. Ikut mendampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Doni Monardo, dan Gubernur Maluku Murad Ismail.
Menurut Presiden, mitigasi mandiri yang dapat dilakukan adalah dengan membangun rumah tahan gempa. Berkaca pada bencana gempa di tempat lain, banyak rumah ambruk lantaran konstruksinya sangat rapuh. Presiden langsung memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memberikan pendampingan kepada masyarakat dalam membangun rumah.
Gempa mengguncang Pulau Ambon dan sekitarnya pada Kamis (26/9/2019) pukul 08.46 WIT. Pusat gempa bermagnitudo 6,5 itu sekitar 40 kilometer timur laut Ambon pada kedalaman 10 kilometer. Wilayah yang terguncang gempa antara lain Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, dan Kabupaten Seram Bagian Barat. Hingga Selasa, 29 Oktober, total gempa susulan melampaui 1.870 kali dengan kejadian yang dirasakan 210 kali.
Proses rekonstruksi dan rehabilitasi pascagempa belum dapat dilakukan dengan cepat mengingat gempa susulan masih terus terjadi.
Presiden mengingatkan, tingginya potensi gempa dan tsunami di Maluku itu dapat dilihat dalam sejarah kebencanaan di Indonesia. Adapun proses rekonstruksi dan rehabilitasi pascagempa belum dapat dilakukan dengan cepat mengingat gempa susulan masih terus terjadi.
Setelah gempa susulan usai, diharapkan penanganan pascabencana dapat dilakukan dengan cepat. ”Anggaran sudah ada. Uangnya sudah ada,” ujar Presiden.
Menurut catatan Kompas, dari rekaman sekitar 250 kali kejadian tsunami di Indonesia, 50 kejadian terjadi di Kepulauan Maluku. Dari total 1.231 desa/kelurahan di Provinsi Maluku, 862 atau 71 persen berisiko dilanda tsunami. Di sana berdiam lebih kurang 1,6 juta jiwa penduduk.
Catatan gempa dan tsunami terbesar ditulis Georg Evehard Rumphius dalam ”De Levensbeschrijving van Rumphius” yang dialihbahasakan oleh Frans Rijoly, terekam gempa besar diikuti tsunami pernah terjadi di Ambon pada 17 Februari 1674 atau sekitar 345 tahun lalu. Naturalis Jerman itu mencatat lebih kurang 2.300 orang meninggal, termasuk istri dan anaknya.
Di Maluku terdapat banyak sesar lokal aktif, karena itu Maluku sering dilanda gempa. Jumlah kejadian gempa lebih dari 1.000 kali dalam satu tahun. Pada tahun 2016 tercatat 1.222 kejadian, tahun 2017 sebanyak 1.392 kejadian, dan pada 2018 sebanyak 1.587 kejadian. Sepanjang Januari hingga September 2019 telah terjadi 2.367 kejadian gempa.
Data terakhir BNPB menunjukkan, akibat gempa 26 September, sebanyak 41 orang meninggal, 355 orang luka-luka, dan 103.301 orang mengungsi. Selain itu, rumah rusak berat sebanyak 2.717 unit, rusak sedang 3.317 unit, dan rusak ringan 6.108 unit. Penanganan bencana saat itu sedang memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.
Santunan bagi korban meninggal menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial. Sementara pembangunan rumah penduduk yang rusak menjadi tanggung jawab BNPB. Adapun pembangunan fasilitas publik menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Detail data kerusakan sudah diverifikasi dan ditetapkan dalam surat keputusan kepala daerah. Sesuai dengan standar nasional, rumah yang rusak berat akan mendapat bantuan Rp 50 juta, rusak sedang Rp 25 juta, dan rusak ringan Rp 10 juta.
Raja (Kepala Desa) Waai Zeth Bakarbessy berharap, korban yang rumahnya rusak akibat gempa juga diberi pendampingan dalam pembangunan hunian yang relatif tahan gempa. Desa yang berada di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, itu termasuk desa terdampak paling parah. Di Waai, 6 orang meninggal, 66 orang luka ringan, 8.210 jiwa mengungsi. Jumlah rumah rusak ringan 430 unit, rusak sedang 100 unit, dan rusak berat 119 unit.
Kebanyakan korban meninggal karena tertimpa reruntuhan bangunan. Hampir semua rumah yang runtuh itu terbuat dari beton dengan konstruksi yang sangat rapuh. ”Masyarakat trauma tinggal di rumah beton, jadi mereka ingin bangun rumah tahan gempa yang terbuat dari kayu. Ini perlu pendampingan teknis dari tim mitigasi bencana agar bangunan lebih kuat,” tutur Zeth.
Masyarakat trauma tinggal di rumah beton, jadi mereka ingin bangun rumah tahan gempa yang terbuat dari kayu.
Gubernur Maluku Murad Ismail menyampaikan terima kasih atas perhatian pemerintah pusat kepada Maluku. Banyak bantuan telah diberikan pemerintah pusat berupa uang dan barang. ”Kami merasa senang, hari ini Bapak Presiden datang melihat langsung kondisi di sini,” katanya.