Krisis yang dihadapi AC Milan pada musim ini terus berlanjut dan ancaman masuk ke zona degradasi masih terbuka. Berganti pelatih berkali-kali juga belum terbukti menjadi solusi yang pas.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·4 menit baca
ROMA, SENIN — Kejayaan AC Milan ketika berhasil meraih gelar juara Liga Champions yang ketujuh pada 2007 seolah menjadi sebuah dongeng ketika melihat laga di Stadion Olimpico, Roma, Senin (28/10/2019) dini hari WIB. Sulit dipercaya ketika klub Italia yang paling sering menaklukkan Eropa itu kini menjelma menjadi klub yang bahkan tidak mampu mengoper bola.
Jika kondisi ini semakin memburuk, tim ”Rossoneri” ini benar-benar akan menghadapi senja kala pada musim ini. Ketika menghadapi AS Roma di Stadion Olimpico itu, Milan kalah 1-2.
Ini merupakan kekalahan kelima Milan dari sembilan laga pada musim ini dan membuat mereka tertahan pada peringkat ke-12 klasemen sementara Liga Italia dengan 10 poin. Mereka hanya unggul tiga poin di atas Brescia yang kini berada di peringkat ke-18, atau di pintu zona degradasi.
Bukan hal yang mustahil jika Milan benar-benar terperosok ke zona degradasi dan turun kelas ke Serie B pada musim depan jika kekonyolan di Olimpico tetap mereka lakukan. Dua kekonyolan yang membuat Roma, yang sebenarnya juga sedang mengalami awal musim yang buruk, dengan mudah membobol gawang Milan sebanyak dua kali.
Ketika striker Roma, Edin Dzeko, mencetak gol pertama, tidak ada yang menjaganya. Mantan pemain Manchester City itu dengan santai melompat di depan gawang Milan dan menyundul bola. Sementara itu, gelandang Milan Franck Kessie baru bergerak mendekati Dzeko ketika bola sudah masuk ke dalam gawang.
Kesalahan dalam hal bertahan yang memalukan kembali terjadi ketika bek sayap Davide Calabria justru mengoper bola ke Dzeko. Bola dari kaki Dzeko pun dengan cepat beralih ke kaki bintang muda Roma, Nicolo Zaniolo, untuk mencetak gol kedua Roma.
Kesalahan itu menggugurkan aksi epik Calabria ketika memberi asis kepada Theo Hernandez untuk mencetak gol tunggal Milan pada malam itu.
Apa yang terjadi di lini belakang Milan itu sering disebut kesalahan anak sekolah, atau kesalahan yang seharusnya dilakukan para pemain muda yang masih belajar di akademi sepak bola. Kesalahan semacam itu tidak layak dipertontonkan oleh klub sebesar Milan.
”Kami memang melakukan kesalahan yang sangat nyata untuk klub dengan status seperti Milan,” ujar Pelatih AC Milan Stefano Pioli.
Sejak ditunjuk menjadi pelatih Rossoneri pada awal Oktober lalu, hari-hari yang berat dan melelahkan mulai dirasakan Pioli. Mantan pelatih Inter Milan dan Fiorentina itu memikul tugas berat untuk mengangkat Milan kembali ke peringkat atas setelah menggantikan posisi Marco Giampaolo.
Kehilangan ”nyawa”
Masalahnya, Milan tampaknya sudah kehilangan ”nyawa”. Jurnalis Corriere Della Serra, Carlos Passerini, dalam kolomnya menyebut krisis yang menerpa Milan ini bukan kesalahan pelatihnya, melainkan tim itu sendiri. Para pemain Milan menjadi masalah dan berapa pun banyaknya pelatih yang ditunjuk secara bergantian untuk menangani mereka akan tetap frustrasi.
”Pioli melakukan apa yang ia bisa, tetapi ia bukanlah seorang pesulap,” tulis Passerini. Pioli masih bisa meracik taktik yang pas untuk timnya, tetapi ia tidak bisa menyulap mental dan motivasi para pemainnya yang sudah hancur lebur. Taktik yang ia rancang akan tetap sia-sia.
Penampilan para pemain Milan yang berlaga sejak awal musim ini pun terlihat sangat menyedihkan. Nama-nama seperti Suso, Hakan Calhanoglu, Kessie, Andrea Conti, dan Calabria sering menjadi sasaran caci maki fans Milan sendiri. Mereka datang ke klub dengan membawa harapan, tetapi kini mereka menyuguhkan lelucon.
Pembelian terakhir yang sempat disebut sukses adalah upaya Milan mendatangkan striker Krzysztof Piatek dari Genoa pada musim lalu. Pada awal kedatangannya di Milan, pemain asal Polandia itu sangat produktif dan kerap bergaya dengan selebrasi golnya yang khas, meniru pistol dengan kedua tangannya. Namun, kini Piatek hanya duduk di bangku cadangan dalam dua laga berturut-turut. Ia baru mencetak tiga gol musim ini.
Direktur Teknik AC Milan yang juga legenda klub, Paolo Maldini, seperti dikutip Tuttosport, bahkan berhalusinasi dengan mengatakan, ”Tim sudah banyak berkembang sejak tahun lalu.” Apa yang terjadi di tubuh Milan justru kemerosotan. Musim lalu, Milan bisa finis di peringkat kelima dan dengan kondisi seperti ini, Milan akan kesusahan menyamai pencapaian tersebut.
Langkah yang harus dilakukan Maldini dan manajemen Milan saat ini adalah belajar dari kesalahan yang telah mereka lakukan pada 2017. Pada waktu itu, klub dibeli oleh pengusaha asal China, Yonghong Li, yang kemudian melakukan belanja pemain besar-besaran, tetapi tidak ada hasilnya.
Strategi belanja pemain tidak dilakukan dengan cermat sesuai kebutuhan tim dan kini Pioli kesulitan melakukan pembenahan. Hal itu akan membuat para pemain papan atas berpikir ulang untuk menyanggupi tawaran pindah ke Milan. Tanpa pemain berkualitas dan kehilangan sumber pendapatan karena tidak tampil di ajang kompetisi Eropa, Milan akan semakin kerepotan.
Seperti yang dikatakan Passerini, pergantian pelatih bukan menjadi jawaban untuk membenahi krisis. Milan sepertinya butuh revolusi. (REUTERS)