Amanah Konstitusi dan Prioritas Politik Luar Negeri Indonesia 2019-2024
Amanah konstitusi perlu tecermin dalam diplomasi dan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Selama lima tahun ke depan, Presiden berencana tetap menjaga amanah tersebut dalam kebijakan politik luar negeri.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
”Untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.” Demikian bunyi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, amanah konstitusi tersebut perlu tecermin dalam diplomasi dan politik luar negeri (polugri) Indonesia yang bebas aktif. Untuk itu, lanjutnya, Presiden Joko Widodo berencana untuk tetap menjaga amanah tersebut dalam polugri yang memperjuangkan kepentingan nasional serta perdamaian dan kesejahteraan dunia selama masa pemerintahan 2019-2024.
”Prioritas polugri lima tahun ke depan merupakan kontinuitas dari pelaksanaan politik luar negeri lima tahun lalu, ditambah beberapa penajaman di beberapa bagian. Prioritas politik luar negeri Indonesia akan bertumpu pada prioritas 4+1,” ujar Retno dalam pemaparan prioritas polugri Indonesia 2019-2024, di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Prioritas 4+1 berarti pemerintah akan melanjutkan empat prioritas periode 2014-2019 dan menambah satu prioritas baru. Keempat prioritas lama yang dimaksud adalah melanjutkan diplomasi ekonomi, diplomasi perlindungan warga negara, diplomasi kelautan dan kebangsaan, serta peningkatan kontribusi dan kepemimpinan. Prioritas yang baru ditambah ialah penguatan infrastruktur diplomasi.
Retno menyebutkan, prioritas tersebut turut berfungsi untuk menyikapi ketidakpastian akibat konflik global yang berkelanjutan. Masalah proteksionisme, rivalitas politik negara-negara adidaya, dan perang dagang menyebabkan pertumbuhan ekonomi global melambat.
”Dalam pelaksanaan diplomasi ekonomi, Indonesia perlu mengapitalisasi pasar domestik dengan menggunakan 260 juta penduduk sebagai daya tawar dalam menjalin kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan. Hal yang harus diwaspadai adalah menjaga pasar domestik dari produk-produk yang masuk secara ilegal melalui dumping atau subsidi pihak asing,” tutur Retno.
Indonesia juga akan mendorong penyelesaian berbagai perjanjian perdagangan yang melancarkan kerja sama ekonomi. Beberapa di antaranya adalah Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA), Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA), dan Perjanjian Perdagangan Preferensial (PTA) dengan beberapa negara terkait.
Selain itu, pemerintah juga akan berorientasi pada penguatan pasar tradisional dan perluasan pasar nontradisional. Setelah masuk ke pasar Afrika, Indonesia akan memperluas pasar di kawasan Amerika Latin, Asia Selatan dan Tengah, Timur Tengah, dan Pasifik.
Prioritas lainnya
Untuk prioritas kedua, diplomasi perlindungan akan fokus mengubah pola pikir mengenai perlindungan warga di luar negeri serta pembangunan sistem perlindungan. Salah satu langkah yang akan dilakukan adalah mengintegrasikan data portal Peduli WNI dengan Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH) Kementerian Agama serta Sistem Aplikasi secara Elektronik Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM.
”Kami telah mengintegrasikan portal tersebut dengan data di Kemendagri, Ditjen Imigrasi Kemenkumham, dan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia). Jika integrasi selesai, Indonesia akan memiliki one single data WNI di luar negeri untuk mempermudah dan memperkuat sistem perlindungan WNI di luar negeri,” kata Retno.
Prioritas ketiga, yaitu diplomasi kedaulatan dan kebangsaan, akan menekankan pada penyelesaian batas-batas negara. Selain itu, kerja sama melawan radikalisme dan terorisme juga akan diperkuat.
Adapun dalam implementasi prioritas keempat, Indonesia akan berupaya untuk meningkatkan kontribusi dan kepemimpinannya di kawasan dan dunia. Indonesia kini memegang peran penting karena menjadi anggota tidak tetap dalam Dewan Keamanan PBB 2019-2020 dan anggota Dewan HAM PBB 2021-2022.
”Terkait isu HAM, Indonesia akan mendorong pemajuan dan perlindungan HAM di tingkat kawasan ataupun global. Kita juga akan memperkuat kemitraan yang sinergis dalam rangka pelaksanaan Rencana Aksi Nasional HAM periode 2020-2024,” kata Retno.
Retno menambahkan, prioritas polugri terbaru Indonesia untuk periode 2019-2024 adalah memperkuat infrastruktur diplomasi. Hal ini berarti Indonesia akan melakukan reformasi birokrasi, meningkatkan kualitas diplomat, membangun infrastruktur fisik diplomasi, serta memperkuat pemanfaatan teknologi dan informatika.
Dalam pelaksanaan diplomasi ekonomi, Indonesia perlu mengapitalisasi pasar domestik dengan menggunakan 260 juta penduduk sebagai daya tawar dalam menjalin kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan.
”Tanpa transformasi digital, diplomasi Indonesia akan tertinggal oleh kemajuan era digital saat ini. Digitalisasi diplomasi akan meningkatkan efektivitas, kualitas, dan interaksi dalam berbagai pelaksanaan prioritas diplomasi,” ujar Retno.
Fokus polugri
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) Indonesia Philips J Vermonte mengatakan, polugri Indonesia pada 2014-2019 secara umum menunjukkan polugri Indonesia menitikberatkan kepentingan dalam negeri Indonesia. Untuk itu, penting agar kecenderungan ini diubah dalam pemerintahan periode 2019-2024.
”Pada periode kedua, pemerintah perlu memahami ada persaingan negara-negara adidaya serta situasi geopolitik lainnya, seperti Timur Tengah, Semenanjung Korea, dan Laut China Selatan. Ada banyak titik panas di dunia di mana Indonesia akan terkena dampak secara langsung jika terjadi konflik terbuka,” kata Philips.
Sesuai paparan Menteri Retno, bisa dilihat pemerintah tetap melanjutkan prioritas polugri dari pemerintahan yang pertama. Hal ini berarti tidak menutup kemungkinan kecenderungan Indonesia untuk tetap fokus pada kepentingan dalam negeri tetap ada di pemerintahan periode kedua.
Anggota Tim Kajian Politik Luar Negeri Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, menambahkan, ada berbagai langkah yang bisa dilakukan Indonesia untuk lebih berkontribusi dalam menyelesaikan konflik global.
”Indonesia bisa menjadi mediator konflik di Asia Tenggara atau memfasilitasi negosiasi Amerika Serikat dan Korea Utara. Isu-isu itu kelihatan seperti masalah tingkat tinggi, tetapi ini adalah langkah strategis untuk kepentingan Indonesia,” ujarnya.